Chereads / BREAK THE RULE OF FRIENDSHIP / Chapter 32 - Pertanyaan

Chapter 32 - Pertanyaan

Kai mengerutkan alisnya, lalu mengedikkan bahu. Sementara Nanang masih dengan tatapannya yang seolah meminta jawaban yang cepat dari mulut Kai.

"Kenapa, kak?" tanya Kai berusaha meyakinkan pertanyaan yang beberapa menit lalu ia dengar.

Nanang memicingkan matanya, heran melihat reaksi perempuan yang ia ajukan pertanyaan seperti itu tidak heboh, tidak histeris ataupun tidak berpikiran akan dijadikan pacarnya detik itu juga. Sangat berbeda dari perempuan lainnya yang bahkan melihat dirinya berjalan di depannya saja sudah histeris bak melihat artis hollydwood.

Berbeda, perempuan ini hanya terdiam dengan wajah bingungnya menatap mata Nanang kosong seolah tidak ada harapan membuat Nanang ciut di depannya takut akan kekalahan yang akan dihadapinya dan satu lagi ia memikirkan harga dirinya turun di depan teman-temannya.

"Oh enggak, lupain aja," jawab Nanang memendang kekesalan di dalam hatinya.

"Pulang yuk, kak. Udah sore, takut dicari sama ibu," ucap Kai pelan.

Nanang langsung bangkit dari duduknya dan Kai langsung memasukan beberapa barang yang ia keluarkan dari tasnya.

Di perjalanan pulang, pikiran Kai melayang kesenangan karena mendapatkan pertanyaan dari laki-laki yang ia sukai. Tentu, siapapun akan gembira tetapi Kai berusaha menutupi rasa senangnya agar tidak cepat ketahuan tentang perasaannya.

Tidak terasa motor Nanang sudah berada di depan perumahan Kai.

"Di sini aja, kak," ucap Kai menepuk bahu kanan Nanang.

"Nggak sampe rumah?"

"Nggak usah kak."

Setelah Kai turun dari motor sport tersebut, pikiran Nanang semakin kesal akan sikap Kai yang benar-benar tidak menunjukan bahwa ia sangat menginginkan dirinya

Suara pukulan pada tangki bensin motor Nanang terdengar, tangannya masih ia kepalkan untuk melampiaskan amarahnya.

* * *

Kai : Ga, lagi apa?

Pesan masuk ke dalam ponsel milik Diga yang ia taruh di sisi kanan bantalnya. Malam ini terlalu suntuk untuk Diga pertama karena kakanya yang membuat kesal saat makan malam dan tentu saja kejadian tadi siang melihat Kai pulang bersama dengan Nanang.

Diga memicingkan matanya, membaca pesan Kai dengan dengusan napas kekesalan. Sebal dengan tingkahnya tadi siang.

Baru saja tangan Diga mengetik 'sedang sibuk' suara panggilan masuk sudah terdengar.

"Ya. Ada apa?"

Diga berusaha untuk memperlihatkan kekesalannya kepada Kai dengan menjawab semua pertanyaan dipanggilan itu singkat.

"Hah? Serius lo?" jawab Diga kaget mendengar cerita Kai bahwa Nanang sudah menanyakan perihal dirinya sudah mempunyai pacar atau belum.

"Halah. Nggak usah ke geeran deh, paling dia nanya gitu juga cuma basa-basi," ujar Diga seolah mematahkan semangat Kai untuk bercerita.

Di sisi lain ada Kai dengan perasaan bahagia yang tidak bisa dibendung membuat ia hampir setiap detik tersenyum membuat ibu terheran dengan sikap anaknya.

Makan malam sudah siap, hanya tinggal menunggu sayur sop panas. Tentu yang membantu ibu di dapur hanya Kai.

"Kamu dari tadi senyum terus kayak gitu, ada apa sih?" tanya ibu dengan tangan yang sibuk mengaduk-aduk sayur sop.

Kai tidak menjawab secara keseluruhan mengapa dirinya bisa terus tersenyum sepanjang hari.

"Nggak apa bu."

Saat perbincangan ibu dan Kai sedang hangat terdengar suara pintu terbuka terlihat Raya dengan wajah lusuhnya baru saja pulang, ia baru pulang pada pukul 7 malam.

"Raya, kok baru pulang jam segini? Ada acara lagi di sekolah?" tanya ibu sedikit teriak karena Raya yang terus berjalan.

Tidak ada jawaban yang terdengar dari Raya, hingga akhirnya ibu menyuruh Kai untuk segera menghampiri adiknya di kamar.

Ada rasa sakit yang terpendam membuat Raya harus pintar menyembunyikan itu semua dari kakak dan ibunya, ia benar-benar tidak ingin menyusahkan siapapun bahkan saat Diga dan Kai yang memergokinya sedang bekerja mencuci piring di salah satu rumah makan padang ia memohon agar tidak memberi tahu sang ibu.

"Ray, makan," ucap Kai pelan.

Raya hanya menganggukan kepalanya terlihat di tangan kanannya ada kain yang membalut pergelangan tangannya.

Kai yang tidak lantas diam dengan sikap Raya yang semakin hari semakin aneh langsung segera masuk, untuk kali ini ia tidak bisa diam dan hanya bertanya pada dirinnya sendiri.

Tangan Kai sudah menggenggam tangan kanan Raya dengan kuat, membuka kain itu dan tentu saja ia langsung terkejut.

"Raya? Kamu tuh kenapa sih tangannya? Kamu kenapa nggak bilang sama aku kalo tangan kamu sakit?" ucap Kai dengan geram.

Saat Kai membuka kain yang membalut tangan Raya terlihat pergelangannya semakin membengkak dan kemerahan, melihat itu seperti ada hati yang teriris rasa bersalah itu semakin menjadi Kai benar-benar merasa tidak bisa menjadi kakak yang baik untuk adiknya.

Raya menarik tangannya dengan cepat, ibu yang sedari tadi sudah memanggil untuk segera makan malam membuat Kai dan Raya harus buru-buru turun ke bawah agar ibu tidak curiga.

"Mana adik kamu?"

"Capek bu, katanya mau di bawain aja makannya ke kamar," jawab Kai.

Ibu langsung dengan tanggap memasuk nasi serta lauk pauk ke dalam mangkuk dan piring lengkap dengan sendoknya.

"Hmmm, bu biar Kai aja yang bawain ibu makan aja duluan ya. Aku cuma sebentar kok nganterinnya," ujar Kai cepat.

"Makan, Ray," ucap Kai sambil menyodorkan piring dan segelas air putih.

Raya menganggukan kepalanya tanpa menatap mata sang kakak.

Setelah makan malam semua lampu ruangan telah dimatikan, tidak hanya sekedar untuk menambah kenyamanan saat tidur tetapi juga untuk menghemat biaya listrik setiap bulannya.

Baru saja Kai merebahkan tubuhnya di kasur terdengar suara ketukan pintu yang tergesa-gesa, memecah kesunyian di rumah. Buru-buru Kai langsung berdiri melihat ke jendela memastikan bahwa di rumahnya ada yang mengetuk pintu, saat kepalanya sedikit melongok ke bawah terlihat dua sosok pria di depan rumahnya.

Jantungnya langsung berdetak tak kala melihat sosok laki-laki tersebut, laki-laki yang benar-benar tidak ia kenal sedang mengetuk pintunya dengan keras.

"Bu,, bu,," panggil Kai di depan kamar sang ibu.

Tidak lama kemudian Raya sudah berada di ambang anak tangga, muka baru bangun tidurnya sangat terlihat jelas.

"Ada apa kak?"

"Kamu denger ada yang ketuk pintu?" tanya Kai berbisik.

Raya menganggukan kepalanya, tidak lama kemudian terdengar suara pintu terdengar. Ibu dengan daster batik warna coklatnya dan rambutnya yang sedang berusaha ia ikat.

"Bu, ada yang ketuk pintu. Tadi kakak liat ada dua laki-laki," ucap Kai masih dengan nada yang berbisik karena takut laki-laki itu mendengar.

Ibu dengan wajah kebingungannya berusaha untuk mencerna perkataan Kai. Akhirnya mereka bertiga dengan seperangkat sapu, pisau kecil dan payung mendekat ke arah pintu.

"Hati-hati bu," ujar Raya.

Ibu membuka pintu dengan perasaan takutnya, Kai dan Raya sudah bersiap di belakangnya.

Laki-laki dengan perawakan besar di lengkapi dengan tato di tangannnya.

"Ada apa, pak?"

Kedua laki-laki itu langsung menjelaskan maksud dan tujuannya berkunjung ke rumah malam-malam.

"Ya Allah,,,, Gustii!!!!" ucap ibu histeris.