"Pagii!" seru laki-laki yang menggunakan jaket kulit berwarna hitam lengkap dengan jam tangan silver dan tas warna merahnya.
Semua mata memandang terpana dengan sosok yang baru saja menyapa ruangan, di pojok kanan terlihat Dinda sedang sibuk berdiskusi tentang program baru yang akan dijalankan oleh anggota OSIS.
Melihat laki-laki itu Dinda langsung merapihkan rambutnya, menyelipkan rambut berwarna hitam pekat ke sela-sela telinga kanannya. Duduknya yang tadi sedikit terbuka lebar kini ia rapatkan.
"Eh, Nang," sapa Dinda dengan senyuman yang manis.
Nanang tidak membalas sapaan Dinda ia langsung duduk di bangku sayap kiri dan pandangannya ke depan. Dinda melihat kelakuan Nanang hanya bisa menggerutu, kesal karena sapaannya yang ramah tidak digubris.
Terlihat Rio baru saja datang dengan laptop di tangan kanannya dan setumpuk kertas di tangan kirinya jalan menuju aula bersama dengan perempuan yang Nanang sangat kenal.
"Makasih ya, Kai udah bantuin bawain," ucap Rio kepada Kai karena ia sudah membantu membawakan berkas.
Nanang melihat Kai yang baru saja datang langsung menghampiri dengan semangat. Sudah hampir seminggu ia tidak melihat Kai.
"Tunggu," ucap Nanang sambil memegang erat pergelangan tangan Kai.
Kai yang kala itu hendak memutarkan badannya langsung tertegun merasakan pergelangan tangannya dipegang erat oleh Nanang.
"Eh iya, kak?"
"Pulang sama siapa nanti?" tanya Nanang bola matanya menatap mata Kai dalam membuat hati Kai luluh tidak berdaya.
Kai hanya menggelengkan kepalanya karena ia tidak pernah merasakan hal seperti ini.
"Pulang bareng gue. Gue tunggu di parkiran deket sekolah," ucap Nanang dan langsung meninggalkan Kai dengan kebingungannya.
Dinda melihat Nanang begitu ramah kepada adik kelas yang ia sangat benci dan langsung mengutuk dengan perkataan yang kasar.
* * *
Di kelas XI-IPA 3 sambil menunggu guru yang datang semua siswa sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang tengah bersolek sambil merekam dan memfoto dirinya berkali-kali, ada yang sibuk dengan gadgetnya dan tentu saja ada yang sibuk menyalin pekerjaan rumah yang belum selesai.
"Menurut lu gue bagusan pake jilbab atau enggak?"
"Eh liat deh gue kemaren habis potong rambut, bagusan panjang atau pendek yaa?"
Terdengar dari sisi telinga kanan Diga siswa perempuan yang sibuk dengan ponselnya sedang menanyakan pertanyaan yang sudah pasti jika dijawab oleh teman lainnya akan tidak dihiraukan.
Tidak lama kemudian guru dengan perawakan kurus dan pendek serta bermata sayu berjalan memasuki kelas. Semua siswa langsung sibuk mengisi bangkunya masing-masing.
Seni Budaya menjadi mata kuliah yang diajarkan oleh pak Dandi. Pembawaanya yang santai dengan nada yang pelan membuat para siswa sering kali mengantuk dan mengabaikan ucapannya. Tapi tidak untuk Diga, ia mana mungkin tega mengabaikan guru yang sudah paruh baya berdiri dan mengeluarkan energinya untuk menyampaikan ilmu yang sudah ia dapat.
Farhan sibuk dengan makanannya yang ia taruh di kolong meja, keripik pedas buatan ibu Kai yang ia beli di warung bi Asih menemani pelajaran Seni Budaya.
Saat pak Dandi sibuk dengan penjelasannya tiba-tiba saja Jeno tertawa terbahak-bahak karena melihat celana pak Dandi basah tepat pada bagian bokongnya. Rupanya tadi Jeno dan kawan lainnya sedang sibuk bermain perang air di meja guru hingga membasahi bangku guru.
Melihat kelakuan Jeno, Diga langsung naik darah karena merasa bahwa ia tidak menghargai seorang guru.
"Kenapa ketawa?" tanya pak Dandi dengan kaca mata yang sengaja ia turunkan sedikit.
"Haha. Pak celananya basah," teriak Jeno membuat hampir semua siswa tertawa terbahak-bahak.
Diga hanya diam tidak ada sedikit pun lekukan dari bibirnya. Kesal dengan kelakuan temannya yang sangat tidak sopan, terkadang orang tidak perlu sekolah tinggi untuk terlihat sopan dan mempunyai budi pekerti yang baik.
* * *
"Mungkin orang tuh nggak bisa kali ya untuk ngomong yang baik-baik sama guru," ujar Diga sambil mengunyah gorengan yang Kai bawa.
Mereka baru saja keluar kelas dan bertemu di depan gerbang utama sekolah, Kai seolah tidak mendengarkan keluhan Diga ia sedang sibuk melirik kesana-kemari seperti sedang mencari seseorang.
"Ngapain sih?"
Kai tidak menjawab pertanyaan Diga matanya terus ia bentangkan jauh-jauh.
"Eh, gue duluan ya," ujar Kai memindahkan kertas gorengan ke tangan Diga.
"Eh kemana?"
"Pulang bareng kak Nanang. Gapapa kan?"
Belum sempat Diga menjawab pertanyaan Kai ia langsung berlari kecil karena sudah melihat sosok yang ia cari. Diga hanya diam mematung melihat tingkah laku temannya yang aneh, tidak lama kemudian Farhan datang menghampiri Diga yang kebingungan dan langsung segera mengajaknya pulang.
Di parkiran sudah terlihat motor sport berwarna merah dengan pengemudi yang berpakaian lengkap sedang memasukan jari tangannya pada sarung tangan berwarna hitam.
Kai berjalan pelan dengan harapan yang ada di kepalanya, senyuman itu seolah tidak mau hilang dari bibirnya.
"Kak."
"Eh, Kai. Ayo naik, panas," ucap Nanang lembut.
Suara motor yang menggema dan tancapan gas yang lumayan kencang menjadi pusat perhatian siswa lainnya, karena siapa lagi kalau bukan Nanang yang mengendarai motor itu.
Kai yang kala itu duduk miring dan tidak memakai helm langsung menjadi buah bibir satu sekolah, karena selama ini tidak ada perempuan yang pernah Nanang boncengkan selain Kai.
Motor melaju ke salah satu kafe yang sedang hit di Jakarta Selatan tepatnya di Jalan Blok M yang ramai dikunjungi oleh remaja maupun orang dewasa. Pada daerah indoor dipenuhi oleh orang lain yang sibuk dengan laptopnya dan untuk outdoor dipenuhi oleh anak remaja yang mungkin seumuran dengan Kai dan Nanang.
Nanang sudah duduk terlebih dahulu, ia memilih outdoor karena katanya ingin menghirup udara segar padahal terik matahari masih sangat menyengat.
"Mau pesen apa?"
"Hmm, apa aja, kak."
Terlihat menu yang ada di depan Kai kebanyakan adalah minuman kopi yang sudah jelas tidak ia suka terlebih karena melihat harga minuman yang tidak ramah di kantongnya.
Kai berusaha memilih harga minuman yang paling murah. Kopi americano dengan harga Rp18.000.
"Ini aja kak"
Setelah menunggu hampir 10 menit pesanan mereka berdua sudah datang. 2 Spagetthi dengan saus bolognaise dan kentang goreng serta 2 kopi sudah ada di meja mereka.
Kai yang ke hausan melihat es kopi yang begitu menggoda dahaganya langsung ia minum tanpa ia cicipi sebelumya.
"Uweekk!!!"
"Eh kamu kenapa?"
Baru saja setenggak kopi ia telan dan sangat terasa pahit di tenggorokannya, rasa pahit yang benar-benar tidak bisa ditoleransi oleh indra pengecapnya.
"Pait banget, kak."
Nanang langsung tertawa terbahak-bahak karena melihat Kai yang merasakan kepahitan dari kopinya, sebenarnya sebelum ia memesan Nanang sudah menyadari bahwa mengapa Kai memesan kopi americano.
"Kamu udah punya pacar, Kai?" tanya Nanang.