Chereads / BREAK THE RULE OF FRIENDSHIP / Chapter 25 - Dance

Chapter 25 - Dance

Suara derap langkah sepatu terdengar jelas di telinga Sherina. Gadis dengan jaket hitam yang selalu menempel di badannya serta rambutnya yang di kuncir seperti kuda baru saja datang lalu melangkahkan kakinya tidak ke bangkunya tetapi mengarah ke pojok kanan.

"Nih, tugas remedial lo yang kemarin," ucap Kai sambil sedikit melemparkan buku Fisika milik Putri.

Putri yang kala itu sedang asyik menonton drama Korea langsung berjengit karena tidak sadar dengan kehadiran Kai.

"Thanks. Berapa?"

"60 ribu."

Setelah selesai transaksi dengan Putri, Kai langsung menghampiri Sherina dengan muka malasnya karena hari senin. Siapa yang tidak membenci hari senin?

"Di lipet aja tuh bibir udah kayak ikan pari," celetuk Sherina sambil membuka bekal yang berisi roti lengkap dengan sayuran serta dagingnya.

"Mau nggak?"

"Nggak," jawab Kai kini kepalanya sudah di taruh di atas meja dengan berharap hujan turun hingga akhirnya tidak jadi upacara.

Sementara di sisi lain, ada Diga yang sedang sibuk mencari pin sekolahnya yang hilang terlempar entah kemana ketika dirinya membuka tas. Sepertinya tersangkut di bahu tasnya dan terlempar.

Diga panik karena itu adalah salah satu perlengkapan kewajiban untuk mengikuti upacara.

"Nih," tiba-tiba saja perempuan dengan kerudung putihnya serta behel yang menghiasi giginya memberikan pin tersebut.

"Eh, makasih," jawab Diga sopan.

"Cieee,," goda Farhan.

Fatimah merupakan salah satu siswa di kelas XI-IPA 3, perempuan keturunan arab, berkerudung, memakai behel serta alisnya yang tebal membuat siapapun akan terpesona dengan kecantikannya ditambah hidung mancungnya yang tidak semua orang punya.

Fatimah di isukan adalah penggemar rahasianya Diga, karena selama ini ia selalu mencuri perhatian Diga serta memperhatikan Diga secara diam-diam. Tapi apalah, Diga. Fatimah seperti salah untuk menyukai seseorang, Diga yang tidak pernah peka terhadap perasaan orang lain kecuali perempuan itu sendiri yang menyatakan duluan baru dirinya akan percaya bahwa ia menyukainya.

"Apaansih lu."

Bel berbunyi menandakan upacara akan segera di mulai. Minggu ini yang menjadi petugas upacara adalah kelas X-3. Ya. Memang di sekolah mereka petugas upacaranya sudah pasti bergilir karena untuk menunjukan keberaniannya masing-masing.

* * *

"Assalamualaikum, bu Maryam," sudah dua kali Ratna ibu Kai mengucapkan salam di depan rumah Diga tetapi tidak ada satu orangpun yang keluar. Seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan.

Keripik balado serta sayur asam yang sengaja Ratna bawakan untuk sahabatnya ini seperti sia-sia, matahari yang terik seolah melemahkan semangatnya untuk menunggu beberapa menit saja sambil berharap akan ada tuan rumah yang datang.

Sendal birunya yang sudah kumal langsung melangkah mengarah ke jalan rumahnya. Namun, tiba-tiba saja pundaknya ada yang menepuk.

"Eh. Ratna, kamu udah lama di depan rumah? Ya ampun saya tadi lagi masak tapi daun salam sama lengkuasnya habis. Mbok Yem mau tak suruh tapi lagi ribet ngebersihin ayam," ujar Maryam yang datang dari sayap kiri Ratna.

Ratna langsung menoleh ke arah dimana tepukan pundaknya, terlihat sosok Maryam dengan kantong plastik putih yang di dalamnya bumbu dapur dan sayuran lainnya.

"Udah sini masuk dulu," ajak Maryam sambil membuka gerbang.

* * *

"Ga, ini flyer yang gue bilang kompetisi dance kemarin. Kira-kira kita latihan dimana ya?" tanya Kai saat mereka bertiga dengan Farhan sedang jalan pulang.

Kai sangat berharap penuh pada kompetisi ini, apalagi ini adalah kompetisi dance yang gerakannya mungkin tidak jauh seperti game yang ada di timezone. Sejak dulu Kai dan Diga memang sangat menyukai permainan dance pad pump di timezone, setiap kali mereka ke mall pasti selalu bermain itu hingga rekor skor terbanyak pada salah satu mall di dekat rumahnya adalah mereka berdua.

Sedikit kembali pada masa SD mereka, saat itu Kai dan Diga tidak sengaja bermain dance pad pump di timezone awalnya ia hanya mencoba karena permainan bola basket sedang banyak peminatnya.

Kaki Diga yang terkilir parah adalah saksi dimana perkembangan permainan dance pad pump sampai akhirnya mereka mahir memainkan permainan ini. Hingga sekarang mereka rutin hampir satu minggu sekali sudah pasti jadwalnya mereka bermain dance pad pump di timezone.

"Bang mau makaroni pedesnya lima ribu, ya," pesan Farhan kepada penjual makaroni.

Diga dan Kai masih kebingungan perihal latihan dimana serta pelatih dance yang akan memberikan koreo yang lebih keren.

"Di rumah gue sih udah pasti. Tapi ya siapa yang mau ngelatih?"

"Kakak gue!" jawab Farhan menyambar obrolan mereka.

"What? Kakak lo bisa ngedance, Han?" teriak Kai dengan matanya yang di bulatkan serta mimik wajahnya yang seperti tidak percaya.

"Iya. Lo beneran niat nggak buat ikutan kompetisi itu? Kalo iya, gue kenalin sama kaka gue," jelas Farhan.

Perasaan Kai sangat senang, rasanya seperti semesta mendukungnya untuk mendapatkan uang itu. Ia sangat berharap dengan adanya uang itu, untuk SPP beberapa bulan serta uang jajanya tidak perlu meminta kepada sang ibu.

Mereka bertiga sudah lain arah dengan Farhan, angkot 02 yang sudah menunggu Diga dan Kai dan angkot D11 yang sudah menunggu Farhan.

"Ga, semoga kita menang kompetisi itu ya."

"Lumayan, buat bayar SPP. Nanti kalo kita menang, uangnya kita bagi dua deh!"

Mendengar ucapan Kai yang seperti itu, entah mengapa seperti ada perasaan sesak di dada Diga. Hatinya seperti tersayat oleh keadaan, memang dirinya tidak bisa membantu secara financial tetapi sebagai sahabat cara apapun akan ia lakukan termasuk mengikuti kompetisi ini.

"Bengong aja sih, Ga. Lo nggak dengerin gue ngomong ya?" bentak Kai kesal.

"Iya dengerin. Eh nanti malem mau nonton Stranger Things nggak? Di netflix, seru katanya!"

"OKEEE!!!!"

* * *

Di suatu sore yang santai Raya pulang membawa dua slice kue tart yang ia beli di pinggir jalan. Kala itu ibunya sedang membereskan rumah karena baru saja pulang kerja.

"Bu. Ini Raya punya sesuatu buat ibu!" seru Raya dengan hati yang gembira.

Ibu yang sedang mencuci piring langsung segera menghampiri Raya untuk mengetahui apa yang anak bungsunya bawa.

"Wahh. Kamu dapet dari mana, Ray?"

"Hmm,, tadi temen aku ada yang ulang tahun jadi di bagiin deh. Ini bu, makan," ujar Raya sambil menyodorkan kue tart tersebut.

Sambil menyantap kue tart Raya selalu menggerakan pergelangan tangannya karena rasa sakit yang semakin terasa, ia menurtupi dengan berbagai cara agar tidak menjadi pertanyaan bagi ibunya.

Rasa sakit ini sengaja Raya umpatkan karena tidak mau membebankan ibunya.

"Assalamualaikum," ucap Kai yang baru saja pulang.

Melihat Raya yang sudah dulu pulang darinya raut wajahnya yang tadi ceria langsung di lipat habis-habisan. Selesai bersaliman dengan sang ibu, ia tanpa basa-basi kepada Raya langsung naik ke atas.

"Ini makan dulu kuenya. Raya bawa nih," tawar Ibu.

"Nggak bu. Udah kenyang," jawab Kai teriak.