"Eh, kak. Kok di sini? Nggak ngumpul sama panitia yang lain?" tanya Kai dengan suara imutnya yang membuat bulu kuduk Farhan dan Diga naik.
Farhan dan Diga hanya bisa berdiri di belakang Kai, menunggu perbincangan basa basinya selesai.
"Udah tadi. Lagi ngadem dulu, kamu nanti suratnya mau di ceritain?"
Seketika jantung Kai seperti sedang di hantam oleh ombak, suaranya tidak ada pikirannya melayang entah kemana. Pikirannya hanya satu, jika suratnya dibacakan sudah pasti orang yang ia tulis pada surat itu mengetahui.
"Haha. Nggak kak."
"Ayo. Kai, laper nih," ucap Farhan sambil memegang perutnya memberikan kode bahwa rasa laparnya sudahh tidak bisa di tahan lagi.
Sesampainya di depan warung bi Asih, Kai langsung melihat stok keripik yang ia titipkan terlihat masih ada hampir 10 bungkus lagi yang belum terjual. Seketika raut wajah Kai melemas karena ia tahu bahwa besok sudah pasti ibunya menanyakan stok keripik karena harus segera diganti dengan yang baru.
"Udah. Besok juga abis," bisik Diga tepat di telinga Kai.
"Bu, mau mie gorengnya double ya. Sama es jeruknya satu," teriak Farhan kepada bi Asih yang menjual berbagai macam mie.
"Udah atuh neng. Besok bibi lakuin, suruh anak-anak beli," ucap bi Asih tenang.
Mendengar ucapan dari kedua orang yang selalu mendukungnya, Kai menjadi semangat lagi lalu segera memesan makanan.
"Aku mau mie goreng juga ya bi. Lu nggak makan Ga?"
"Mau deh bu, mie kuah satu ya!"
Sambil menunggu makanan jadi tidak terasa ternyata jam sudah menunjukan pukul setengah satu siang, pertanda acara akan segera mulai lagi. Acara inti dari hari ini, pembacaan surat yang paling menarik secara acak oleh panitia atau guru yang ikut berpartisipasi.
Farhan asyik dengan ponselnya dan Diga yang asyik dengan kucing yang ada di kantin sedangkan Kai sedang menerka-nerka apakah suratnya akan di bacaakan atau tidak. Beberapa kali ia menghela nafasnya untuk menenangkan diri.
* * *
Panitia di belakang panggung masih sibuk memilih surat mana yang akan dibacakan, meskipun akan dipilih secara acak setidaknya panitia ingin ada surat dari laki-laki dan perempuan. Rio menentukan akan ada 10 orang dengan surat yang dipilih secara acak.
"Ini udah semua 'kan?"
"Udah. Tinggal satu ini tadi ada anak kelas 2 IPA yang ketinggalan," ucap Rara seraya memberikan satu buah surat yang ia terima.
"Oke. Ini deh satu, nanti yang lainnya di ambil acak aja, ya," perintah Rio.
Semua anak murid SMA 70 sudah berkumpul di lapangan, semua berbisik kepada teman sebelahnya tentang surat siapa yang akan dibacakan secara gamblang di depan kelas. Meskipun tidak akan disebutkan siapa penulisnya, tetapi momen inilah dimana bermain tebak-tebakan menjadi mengasyikan.
"Duduk sini aja," ujar Kai dengan dua laki-laki yang dari tadi mengikutinya. Sherina, Sherina sedari pagi sedang sibuk dengan acara ini karena ia salah satu panitianya.
"Yak. Anak-anakku sekalian, ini adalah bagian acara yang kalian tunggu 'kan? Gimana apakah nanti habis ini akan banyak cinta bersemi di putih abu-abu atau akan banyak cinta yang tersakiti karena tidak sesuai dengan harapan?" ucap pak Roni yang merupakan guru olahraga.
Pak Roni memang salah satu guru yang selalu bersemangat jika ada acara di sekolah, karena ia selalu ingin dilibatkan dalam ke sibukan apapun pada acara. Salah satu guru yang paling terfavorite di sekolah.
Gelak tawa memenuhi sekolah SMA 70 karena guyonannya yang sepertinya semuanya juga akan merasakan.
Tangan Kai sedang sibuk memegang ponselnya untuk memotret beberapa momen, saat ia sedang fokus untuk memotret ke arah panggung. Tiba-tiba saja manusia dengan bola mata yang hitam pekat serta rambutnya yang berponi rapih hadir di depan kamera dengan menunjukan giginya.
"Ih. Ngapain sihh!" ujar Kai sambil memukul bahu Diga.
"Haha. Fotoin Nanang, ya?"
"Bawel."
Sudah dua surat yang dibacakan oleh pak Roni, gelak tawa makin kencang ketika pak Roni membacakan surat tentang laki-laki yang menyukai perempuan dengan ciri-ciri yang disebutkan.
"Kak, jika rasa cinta kita bisa menyatu semoga semesta beserta isinya akan bersorak dengan kencang tentang kemenangan yang telah kita raih. Tubuhmu mungkin tak secantik wanita di luar sana, tetapi ada aku yang mengagumimu sebegitunya. Tuhan, jika aku memang jodohnya semoga ia akan bersamaku," baca pak Roni bibirnya tersenyum seperti menahan tawa karena membaca surat tersebut.
Tiba-tiba saja suara tawa pecah setelah pak Roni menunjukan senyuman meledek.
Terdengar bisikan dari siswa lain yang sedang menebak itu surat untuk siapa.
Farhan menolehkan kepalanya dan melihat ke arah Kai yang sedang menunduk, seperti sedang ketakutan akan suatu hal. Kapan lagi pikir Farhan untuk bisa mengerjai Kai?
"Lo diem aja. Ketakutan ceritanya di bacaim, ya?"
Kai mendangak langsung menggelengkan kepalanya pelan, Diga yang sedang asyik dengan ponselnya langsung mencelutukan kata yang membuat Farhan dan Kai membulatkan matanya.
"Ya. Paling isi suratnya nggak jauh buat Nanang sama,,," Diga menghentikan ucapannya memberikan jeda untuk mereka berdua berpikir apa yang akan selanjutnya ia katakan "kalo nggak buat gueee? Ya 'kannn?" ujarnya.
Saat mereka berdua sedang sibuk memperkirakan apa yang sedang Kai pikirkan terdengar suara Rio yang sedang mengaduk surat dari wadah bulat berwarna bening yang di taburi dengan bola kecil dari plastik.
"Kira-kira siapa ya selanjutnya?"
Semua bersorak soray berharap bahwa yang ditemukan adalah surat milik Rio. Ya. Semua berharap akan mendapatkan seuntai kata dari Rio yang dianggap siswa paling sempurna di sekolah ini.
"Jika rahasia ini adalah tumpukan buku, mungkin rahasia inilah yang paling usang…," Rio membacakan surat itu dengan lantang di tambah dengan alunan lagu yang ada di belakangnya. Seketika tubuh Kai berjengit ia tidak menyangka bahwa suratnya menjadi pilihan.
Setelah Rio selesai membacakan surat tersebut, seolah mata Kai melirik ke arah Diga berharap cemas bahwa ia akan menyadari bahwa surat tersebut untuknya. Kai hanya bisa pura-pura untuk tidak mendengarkan ucapan Rio dan hanya menundukan wajahnya.
"Eh. Kok isi suratnya kayak gue kenal ya buat siapa," celetuk Farhan.
"Iya nih, kayak gue tau deh buat siapa," balas Diga.
"Buat siapa?" tanya Kai jantungnya sudah berdegup kencang, kakinya lemas bagaikan tidak ada nyawanya.
"Buat, ini si Reni sama Deva. Dia udah sahabatan lama tapi karena mereka berdua tau kalo akhirnya memiliki rasa dari sekedar persahabatan akhirnya mereka mencoba untuk ngejauh eh sampe sekarang persahabatannya kandas gitu aja," jelas Farhan.
"Emang kalian nggaj tau ya cerita itu?" tanya Farhan lagi padahal penjelasannya saja belum ada tanggapan dari Kai dan Diga.
"Enggak."
Ada perasaan kecewa ketika mendengar cerita dari Farhan. Seolah hati bertanya bahwa apakah perasaan ini harus di teruskan atau di diamkan hingga akhirnya hilang begitu saja?