Fakultas kedokteran di sebuah Universitas negeri bukanlah pilihan yang tepat untuk seorang Madira Pambayun. Selain biaya yang tinggi, Fakultas ini butuh perhatian ekstra yang tidak bisa dinomor duakan.
"Apa kamu sanggup Dir?Sudahlah, kalo terlahir miskin janganlah punya mimpi tinggi-tinggi ndhuk!". Suara wanita tua menyadarkan Dira dari lamunan sesaat nya. "Ibu ku selalu benar!hemmmmm" Dira menghembuskan nafasnya kuat-kuat, Melemparkan tubuhnya di sebuah kasur mungil dengan seprei batik yang sudah lawas namun tertata rapi. Di tatapnya notes bertuliskan tugas dan deadline di papan whiteboard mungil dekat meja belajarnya. Dira menghela nafas lagi, kali ini titik pasrah tertinggi mampu menghapus semua penatnya dalam lelap bantal yang menariknya ke dunia tenang.
Sebagai gadis mandiri, Dira tidak hanya berjuang memikirkan kuliahnya saja,tapi juga pekerjaannya di sebuah resto yang mampu menopang dirinya dan juga orangtuanya untuk bertahan hidup di Daerah Istimewa Jogjakarta. Perawakannya yang cantik, pemberani, tangguh dan cekatan, membuat pemilik resto meloloskan dia dalam CV sebagai CS. Pamornya di resto memberinya pre village sebagai orang kepercayaan Bos karena aksinya yang menyelamatkan pemilik resto dari jambret 1 tahun lalu.
"Gimana tugas mutilasi mu Dir? berhasil??? tanya Kemal sahabat Dira dari jurusan yang sama.
"Hancur!" Jawab Dira tanpa ekspresi. Kemal sudah mengira jawaban Dira."Kalo gitu welcome to the Hell ya Dir! Kali ini rasain deh dicuci habis sama Pak Soni." Keduanya saling memandang sambil menelan ludah membayangkan bagaimana diri Dira dibantai dosennya. Ibarat batik jogja yang kena bayclean.... ambyar!!! batin Dira dalam hati.
Ruangan kampus bernuansa oranye dan hijau nampak dingin ditambah nyala AC membuat lantai granit ruangan itu makin mendinginkan otak para mahasiswanya. Beberapa mahasiswa terlihat tenang dengan kotak transparan besar berisikan air dan cairan formalin untuk mengawetkan seonggok daging binatang yang sudah dimutilasi. Beberapa dari mahasiswa yang tanpa box, nampak kacau merasakan panasnya iklim berhembus hari itu. Suara langkah kaki yang sudah bisa ditebak milik siapa memasuki ruangan dan meminta tugas diberi nama dan di kumpulkan di meja praktek, sedangkan yang tidak mengumpulkan dipersilahkan meninggalkan ruangan.
"Sadis!" batin Dira sambil melangkah meninggalkan wajah-wajah yang menatapnya seolah-olah dia pecundang.
"Madira Pambayun... berhenti!" Teriakan dosennya menghentikan langkah kaki yang mulai ngambang untuk menapak.
"Sebagai ketua BEM apa tidak malu kamu tidak mengerjakan tugas?".
"Malu pak, saya tidak punya uang untuk membeli bahan praktek!" Dira meninggalkan kelas dengan kenyataan yang tidak pernah membuatnya malu.
Dira ingat beberapa hari lalu seluruh uangnya habis untuk keperluan kampus dan belum seribu perak pun yang diganti. Dari beli aqua,snack untuk rapat, makan malam teman- temannya yang lembur acara pensi sampai kasih Pak Mamang yang bersihkan aula.
"Dir... pake uangku gih, halal." Tiba-tiba kemal menyodorkan dompetnya ke Dira. Terdapat beberapa lembar seratus ribuan dalam jepitan yang lumayan tebal. Dira tersenyum lebar pada kemal.
"Juragan sawit,bener nih aku boleh ngutang?" Kemal menatap Dira,kemudian mengangguk."tapi balikin ya kalo kamu dah ada uang. Buat bayar kontrakan tuh."
Dira mengambil uang kemal 1 juta, kemudian melangkah pergi meninggalkan ruang BEM. Beberapa langkahnya terhenti di depan perpustakaan yang di modif berkelas dengan pintu kaca yang lebar. Niatannya kemarin kemarin meminjam beberapa buku membuat dira berubah arah, dibukanya pintu perpustakaan kampus itu pelan-pelan. Nampak tenang, dengan beberapa mahasiswa yang sibuk dengan beberapa buku. di pojok kanan seorang laki-laki lusuh dan kotor nampak berbeda sendiri dari mahasiswa lainnya. Di tengah terdapat meja baca yang sangat luas dengan cat berwarna oranye dipadu dengan warna hijau muda. Dipinjamnya 3 buku tentang anatomi tubuh dan berlari meninggalkan kampus. langkahnya begitu yakin bahwa dia pasti mampu menyelesaikan tugas kuliahnya.
Malam hari saat pulang dari resto,di sempatkan mampir membeli semua keperluan praktek sebelum Ujian OSCE dia hadapi. Kalau tugas dari Pak Soni ini tidak dia kerjakan, alamat ujiannya bakal gak bisa ikut. Dari 1 juta yang dia pinjam dari Kemal,tersisa 90 ribu. Nominal itu sudah bisa membuat Dira tersenyum girang.dira mampir di sebuah angkringan membelikan nasi bungkus buat ibu dan bapaknya sama wedang ronde kesukaan mereka.
"Gembel kalo ga punya uang ga usah makan di sini!"Teriakan penjual angkringan itu membuat dira buru buru masuk dan bertanya tentang keramaian. Dalam hati Lan mengumpat kemiskinan dirinya sendiri.
"Ini Dir,gak gaplek duit pakek makan di sini lagi!"
"Udah lah kang,biar aku yang bayar, berapa semuanya!"Dira menurunkan nada bicaranya,sambil melirik laki laki yang hampir saja digebuki beberapa orang."Dia...." Batin dira. Pikirannya melayang ke kampus, seorang mahasiswa lusuh kotor yang selalu di olok olok, dihina dimaki dibenci dan ditertawakan. Dijadikan bahan pembicaraan dan nyaris tidak punya teman karena bajunya yang jadul gak rapi dan nyaris tak disetrika.
"10 ribu Dir"Jawaban penjual angkringan menyadarkan dira dari perjalanan memorinya.
dira memesan wedang ronde dan mengambil 3 nasi bungkus,kemudian berlalu menghampiri laki laki yang tidak membayar tadi.
"Hai,aku dira" Sapa Dira
"Lan" Jawabnya singkat tenang tapi jelas.
Lan terlalu tampan untuk tidak bisa membayar nasi bungkus.kulitnya bersih terawat,hidungnya lancip dan rapi.wajahnya santun dan gagah.
"Terimakasih untuk 10 ribunya.aku ganti nanti"
"Ga usah"Jawab dira
"Kamu tinggal di dekat sini?rumahku di simpang 5 situ"Tanya dira
"Dimana pun aku berada di situlah aku tidur. Jawab Lan tenang
"Lalu,malam ini,di mana kamu akan tidur?" Sela dira
"Di sepanjang Malioboro,atau di pasar Beringharjo, di depannya juga ada masjid." Jawab Lan tanpa beban
"Ow!" Dira tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Dia hanya diam dan pamit pulang.
"Aku antar." Lan menemani Dira
"Terimakasih."Dira menunjukkan kunci motornya.
Lan berhenti,mempersilahkan Dira pulang. Dira melambaikan tangannya kemudian menghilang di keramaian jogja. Lan menghela nafas. "hemm cantik dan pemberani. Layak menjadi ketua". Batinnya. Lan tahu Dira adalah ketua BEM di kampusnya. Aksi-aksi heroiknya dalam mengibarkan bendera kampus terpampang di buletin kampus, mading dan semua sosmed.
Malam itu adalah malam yang panjang untuk Lan, di habiskan menit menit kedinginan beralaskan tanah beratapkan bintang-bintang di langit jogja. Senyumnya yang tenang menandakan keikhlasan dalam keputusasaan hidup.
Dira mengernyitkan dahi,terekam ulang kejadian di angkringan barusan. Buru buru dia berlari dan mengetuk kamar orangtuanya.
"Dira bobok sini ya".
Ketiganya menikmati tidur bersama.
2 manusia yang rambutnya nampak sudah termakan usia itu hanya tersenyum melihat tingkah putri semata wayangnya. Malam yang larut melelapkan makhluk pribumi di singgasananya masing masing.