ibu dira, Nimas Rahayu,tersenyum lega, putri semata wayangnya telah datang. Hadiah dari dira berupa chopper untuk menghaluskan bumbu membuat bu Nimas girang.
beberapa kaos buat sang Bapak nampaknya gagal membuat ayah dira senang.pointnya Dira menghambur hambur kan uang untuk kebutuhan yang kurang penting.
ayah Dira, Hadi Kusuma, hanyalah pensiunan petugas kebersihan di sebuah kantor. uang pensiunannya tidak ada 3 juta dalam sebulan.Hidup mereka sangat sederhana jauh dari kemewahan. ayah dira sangat keras pada prinsip prinsipnya.
Watak yang mengalir jelas pada sikap dan perilaku Dira akan hal tertentu yang di anggapnya menyimpang. Sore menjelang maghrib, Dira bergegas membersihkan diri. rumah dira sangat sederhana dengan beberapa tanaman hias yang tumbuh subur. Di depan teras terdapat pohon mangga yang sudah tua, meneduhkan halaman rumah berukuran 9 x 6 m itu. Ibu dira menyibukkan diri dengan memasak membuat kue dan gorengan dititipkan ke warung warung untuk menambah biaya kuliah Dira.
ayah dira mencoba kaos barunya sebelum pergi ke masjid untuk sholat Magrib di sana.
'ih jangan pake kaos lah pak,gak pas pake kaos untuk sholat!" tegur ibu dira.
"yang penting masih pake sarung buk!" jawab. sang ayah. "Mubadjir kalo sudah di belikan terus tidak di pake. Namanya buang buang uang."tambahnya sebelum berangkat sambil melotot ke putrinya.
Dira menyiapkan makan malam sambil melihat bapaknya berlalu melewatinya tanpa menyapa." Yaa begitulah bapakmu ndhuk!" sela ibunya."biarin aja buk, nanti juga ngajak ngobrol sendiri!"
"kamu adalah cinta sejatinya Dir! begitu melihatmu lahir 22 tahun silam,tak semenit pun tidur malam yang dia lalui sebelum melihat mu terlelap. melihat mu di hari pertama kamu lahir, seperti melihat hal paling menakjubkan. ibuk ingat betul ekspresi wajah bapakmu, senyumnya, bahkan tangisnya saat melihatmu untuk kali pertama, dia menggendong mu menunjukkannya pada semua perawat.
beberapa hari bapakmu melarang ibu menelpon,katanya nanti mengganggu mu,selama kepergian mu itu, bapakmu tidur tidak nyenyak."
Dira tertegun,menyesali banyak hal di Jakarta.
"maafkan dira ya buk, tidak menelpon atau memberi kabar!"
Dira menatap bingkai di depannya, foto usang anak kecil yang di gendong oleh laki-laki berusia 30 tahunan bersama seorang perempuan cantik.
laki- laki itu adalah cinta pertama Dira. pertama kalinya dira mengenal kata menyayangi, pertama kalinya dira makan malam dengan laki laki, lelaki pertama yang pernah mencium kening dira penuh air mata, dan pertama kalinya dira memahami rasa aman dari seorang laki laki yang dipanggilnya Bapak.
dari nya lah Dira belajar berdiri di kakinya sendiri tanpa menggantungkan hidup dari orang lain. dari nya lah dira belajar tangguh, Dira tahu,bapaknya sering membanggakan prestasi dira yang masuk ke fakultas kedokteran tanpa tes melalui jalur rapor. walau bangga itu tidak pernah diungkapkan langsung. Namun,sorot matanya dan senyum bangganya tidak bisa di sembunyikan. Dira di doktrin untuk tidak mengenal laki laki sebagai pacar. bapaknya melarang keras dunia percintaan di masa masa sekolah.termasuk saat kuliah
"dir habis maghrib antar kan makanan ke dhe parti ya."pinta ibu dira
" sama ibuk ya!" sela dira
Hem sama aja kalo ibuk ikut, ibuk antar sendiri aja!"
" kalo gitu dira ikut ya!" jawab dira sambil membantu ibunya memasukkan rantang
" gimana sih ahh!" jawab ibunya sewot pada dira yang cengar cengir.
habis makan malam, Dira bersiap pergi ke rumah Mona bersama ibunya.Mona adalah sahabatnya dari kecil, dia adalah anak budhe parti yang bertaut 5 tahun lebih tua dari dira. sambil membawa satu renteng rantang berisi makanan untuk anak anak mbak Mona.
Jaraknya tidak terlalu jauh dengan rumah dira, sekitar 500 meter dari arah barat rumah dira. Sesampainya di sana mbak mona menyambut mereka dengan senang.
" lama ga kesini kamu Dir?" sapa mbak mona
" iya mbak sibuk kuliah! Anak anak mana mbak?" tanya dira
"Udah pada tidur ini juga dah setengah sembilan dir, besok mereka sekolah."
Dira melihat ke kamar kamar yang berjajar dengan kasur kasur berukuran kecil. Mbak mona memiliki panti asuhan dengan jumlah anak yatim dan piatu sekitaran 10 sampai 15 an.
Dulu, kalau orang tua dira sibuk bekerja, Dira selalu dititipkan ke budhe Parti, ibunya mbak mona. Panti asuhan itu tidak begitu besar, sangat sederhana dengan bangunan model joglo bercat biru muda.
"kamar Pedro kosong ya mbak?tanya dira
" udah dapat keluarga baru dia Dir. Orang Bantul." Jawab mbak mona sambil menata pakaian anak anak.
"Kalo wulan?tanya dira
" ada kok lagi bersihkan mushola kena hukuman dari bunda pagi tadi ngompol."
"udah malam lo mbak, dira bantu wulan ya!"sela dira sambil menuju ke mushola yang berada ujung rumah. Nampak anak perempuan usia 12 tahun sedang membaca Alquran di sudut mushola.
Dira menyapanya lalu ngobrol dengan anak itu. Setelah sekian lama mereka menuju ke kamar dan dira meninggalkannya tidur sendiri.
Tempat favorit dira adalah rumah budhe Parti, sebuah panti asuhan yang berisikan anak anak tanpa orang tua yang memperdulikan dia, dira merasa sangat bersyukur tiap melihat anak anak yang harus mengurus kehidupan mereka sendiri tanpa ada orang tua yang membantunya secara moral maupun finansial.
Tiap berkunjung di tempat itu, dira sadar satu hal bahwa manusia berdiri di tanah yang sama hitam dan beratap langit yang sama putih, tapi tiap tiap manusia memiliki nasibnya sendiri sendiri. Dari situ dira merasa sangat beruntung masih ada bapak yang super galak yang selalu meluruskan dia tiap dira salah. Dan memiliki ibu yang selalu ada menghapus air matanya saat dia menangis.
"keluarga aulil kemarin ke sini lo dir."kata mbak mona membangunkan dira dari lamunannya.
"ow ya."
" he em."
"Udah malem nih mbak, dira pulang ya.kapan-kapan kita ngopi bareng ya."dira pamit dan beranjak pulang bersama ibunya.
Besok kamu kuliah ndhuk?"tanya ibu dira
"Iya buk!"jawab dira
Di kamarnya, saat menyiapkan buku buku untuk kuliah besok, dira teringat kejadian di jakarta. Ada desiran rasa yang menyapa hati Dira, namun sepertinya tidak di bukakan kesempatan untuk hadir. Buru buru dira menghapus ingatannya tentang Lan,
"hem bener kata bapak, lamunan tentang laki laki bisa merusak konsentrasi!" kata dira pada dirinya sendiri
"Ya jelas merusak sekali!"tiba tiba bapaknya menyahut.
"Siapa laki laki itu?"tanya bapak dira.
"
gak ada!" jawab dira
" Ingat Dir, jangan mengijinkan laki- laki mengusik hati sebelum kamu jadi dokter kalo kamu tidak ingin ambyar kehidupanmu!"bapak dira bersuara tenang dan pelan namun tegas.
Cara bicara bapaknya justru mengingatkan diri pada Lan. Dia selalu tenang dan tegas dalam mengekspresikan suatu hal. 'Dira janji Pak, gak bakal ijinkan dia hadir lagi." Kata dira dalam hati