Chereads / Lan Untuk Dira / Chapter 3 - Luka pertama Dira dari Lan

Chapter 3 - Luka pertama Dira dari Lan

Gak usah beli apa apa. Hemat uang!"kalimat ibu Dira semalam memenuhi ruang pikirnya. Andai Dira menyetujui keinginan ibunya untuk bekerja, mungkin Dira bisa membahagiakan mereka secara finansial.

"Lan...??apa kabar??" Sapa Dira saat memasuki bus kampus yang menyisakan satu tempat duduk di samping Lan. Dira duduk di samping Lan.

"Baik." Jawab Lan singkat.

Dira terdiam,sebuah parfum beraroma manis stroberi menghipnotis pandangannya pada sang pemilik aroma. Bajunya rapi,halus dan wangi.laki laki itu sangat bersih, segar,tampan dan menggoda. rahangnya yang kokoh dengan senyum nya yang sedikit mahal membuat Dira bertanya tanya dalam hati" beda sekali dia dengan dia yang di kampus."

Dira ingat betul panggilan dia gembel karena ketidakmampuan Lan dalam keuangan.

Dia lagi!"Lan menggumam dalam hati. Akhir akhir ini dirinya dihadapkan pada kenyataan ketemu dengan Dira dalam keadaan tak bermuka. Untung kali ini takdir membuatnya memakai baju yang lumayan keren. Dira masih menatap Lan.

Tubuhnya terasa mungil bila berada di samping Lan. Dira memulai percakapan dengan menanyakan kenapa mengembalikan uang nasi itu. Lan hanya menjawab dengan senyum. Bus kampus yang mereka tumpangi melesat menuju ke barat dari kota Jogyakarta.

Sesekali terdengar suara beberapa dosen yang tertawa lepas. Beberapa perwakilan mahasiswa lain menawarkan makanan kecil pada Dira, tapi Dira menolaknya.

" Dira nampak anggun bila memakai rok seperti ini!" Batin Lan.

kemeja putih yang tertutup almamater dan sepatu sporty membuat Dira tampil lebih cantik dari biasanya.

"Hari ini Lan tampil rapi, kemeja yang di pakai Lan bernuansa biru navy membuat kulitnya yang putih makin bersinar.Rambutnya sangat rapi tanpa ada satu helai pun yang tak tertata. Hidungnya terlihat makin menantang. Dia tampil sangat berbeda." Batin Dira.

Keduanya saling menatap. Tatapan Lan sangat teduh sedangkan Dira menatapnya dalam pandangan penuh analisa sebuah kasus. Dira tak habis pikir, bagaimana bisa dan bagaimana mungkin pria setampan Lan menjadi tunawisma di Jogja,nyaris tidak mungkin.

Keduanya larut dalam alam pikiran masing-masing, dan terhentikan oleh rem dadakan bus yang mereka tumpangi. Beberapa teriakan mahasiswa dan para dosen berbanding terbalik dengan Lan dan Dira.

"Kamu tidak papa Dir?" tanya Lan sambil memegang tangan Dira." Kita pindah tempat duduk ya?" lan berdiri memberi dira tempat duduknya yang dekat jendela. Dira hanya diam mengikuti perhatian Lan yang membuatnya berada di titik nyaman tanpa harus ada yang dia khawatirkan.

Lan kembali duduk dalam ketenangannya seolah olah lepas tanggung jawab dari porak porandanya hati Dira. Dira mengembalikan keadaan hatinya dengan bersikap biasa.

"Makasih ya Lan! Kamu perhatian banget."Kalimat dira membuat wajah Lan berubah salah tingkah.

"Jangan salah paham!" Jawab Lan tenang. "ahh tidak Lan, aku hanya berterima kasih!Jagan ke GR an!"

mereka beradu pandang dengan sinis mereka masing masing. Dira sedikit jengkel dengan kalimat"jangan salah paham" dari Lan. Ada nada sok dan berlagak.

Sementara Lan merasa terhina dengan kata jangan ke GR an dari Dira yang membuatnya seperti kambing congek di depan singa betina. Mereka terdiam dan memalingkan muka. Lan memilih menoleh ke kanan dan Dira menerawang keluar ke arah kiri.

Sesampai di Jakarta mereka sudah disiapkan kamar masing masing. Dira menikmati nyamannya ranjang di jakarta dengan ruangan ber AC, televisi flat yang super gede dan jendela yang menghadap ke keramaian ibu kota.

Dira melepas almamater yang dipakainya, menyisakan kemeja putih tak berlengan dengan rok panjangnya. Sesaat dia ingin terlelap, namun suara pintu kamar mandi yang terbuka membuatnya terbangun dan bergegas mengecek dan

"Lan!"

"Dira!!"

"Keluar dari kamarku! Teriak Lan. Mata Lan terbelalak sambil memegangi sehelai handuk yang melilit di pinggangnya. Dira nampak marah, namun cahaya yang terpancar dari pantulan kaca membuat tubuh Lan nampak lebih bersih dan lebih indah untuk tidak di lihat.

Tubuhnya yang hanya tertutup sehelai handuk terpapar laksana mata air di gurun yang gersang… dingin dan nikmat untuk di teguk.

"Its my Room Lan!"Suara Dira menggelegar dalam ruangan itu. Lan ingat saat Dira memimpin orasi di Kampus dalam fragmen memperingati hari ulang tahun universitasnya. Kali ini sama terbakarnya hanya saja pakaian Dira yang membuat Lan tersenyum kecil.

Dira tidak begitu putih. Kulitnya sawo matang, lebih ke oriental dan klasik.bibirnya bervolume dan sangat seksi.Lan menelan air liurnya membuat jakunnya naik turun dalam peredaran darahnya yang mulai naik. Lan mengambil kunci kamarnya.dan menunjukkan ke Dira.

Dira pun tak mau kalah dengan mengambil kuncinya dan menunjukkan nya ke Lan.

"keluar pelan-pelan dari kamarku Dira!Ini tidak lucu." Lan mengecilkan suaranya.

Dira nampak lebih marah dari sebelumnya. Dia menggandeng Lan keluar, Lan berusaha menolak karena dia hanya melilitkan handuk. Tapi Dira sangat kasar dan begitu kuat membuka pintu dan menunjukkan nomor kamar itu.

"You see??? 126 !" Dira menunjuk ke pintu.

"see what!" Lan menunjukkan ke Dira nomor kamar di samping kanan dan kirinya adalah 128 dan 130.

Lan menggeret Dira ke arah lebih kiri tepat di kamar yang tertulis kan 126.

"Bye b*tch!" Kata Lan dengan marah dan dingin.

Dira memasuki kamarnya yang sebenarnya dengan langkah yang tidak pasti, antara marah dan malu bercampur dalam satu rasa yang entah apa namanya. Tubuhnya gemetar. Kata terakhir Lan berkumandang di kamarnya, membuat matanya berair dan mulai menetes di pipi.

Lan mengambil ponsel yang tergeletak di kamarnya, meremasnya sedikit dan membuka hp itu. Wajah Dira dengan senyumnya yang manis muncul meminta kode sandi untuk membukanya. Lan mulai merasa desiran bersalah di hatinya. Dikemasi barang-barang gadis itu dan diantarnya ke kamar 126.

Bel berbunyi, Dira membersihkan air matanya yang tak henti hentinya membasahi pipi. Seorang office boy membawa karangan bunga mawar pink dengan koper dan tas ransel menyebut nama Dira dengan ramah. bucket mawar itu membuat luka Dira sedikit mereda.Dira mengangguk, membawa barang barangnya masuk sambil membaca tulisan di bunga mawar itu.

"pakaian dalam mu aku ambil satu. Aku kembalikan bila kamu memaafkan aku untuk kata kataku yang kasar tadi!". Mata Dira terbelalak, buru-buru dibukanya koper yang berisi pakaian gantinya.

Dan benar, satu pakaian dalamnya tidak ada. "Dia sangat keterlaluan dan tidak sopan!"batin Dira. Dia ingin berteriak. Air matanya berubah warna menjadi rasa jengkel pada sosok Lan.

Acara jejak pendapat tentang Pelajar Pancasila di buka dengan sambutan dan ritual resmi lainnya. Dira merasa dirinya sangat tidak ada apa apanya di banding mahasiswa yang hadir dari universitas lain. Mereka begitu tajam dan kritis.

Argumen argumen mereka sangat berkualitas dan berbobot. Saat perwakilan dari kampusnya menyampaikan argumen , Dira nampak berkeringat.

Sekarang dia tahu kenapa Kemal menolak hadir dalam acara seperti ini. Ini memang terlalu berat. Tiba tiba Lan memegang mig nya, menyodorkannya pada Dira terlebih dulu.

Dira nampak canggung. Lan mengucap salam dengan tenang seolah dia sudah terbiasa dalam pantauan jutaan mata memandang.

"Mewakili ketua BEM kami, Madira Pambayun, saya Harlan Kalimasada menitipkan pesan agar program ini tidak sekedar rancangan yang berbau politik saja. Melainkan mencerminkan akar akar budaya masyarakat yang bisa kita tunjukkan secara global pada dunia seperti apa pendidikan di Indonesia. Bangkitkan dan tunjukkan pada negara-negara lain lembaran pendidikan Indonesia yang mengarah pada capaian kemerdekaan belajar yang sejati yaitu lahirnya kebahagiaan batin dan kemerdekaan kehidupan pelajar Indonesia." Suara Lan menggema penuh ketegasan dan ketenangan.

Sambutannya sangat berkelas dan memberi kedamaian untuk yang mendengar, sangat berbeda dengan mahasiswa lain yang cenderung menghakimi mempertanyakan ulang atau kajian-kajian yang berjalan a lot.

Semua yang hadir terdiam sesaat kemudian disusul suara tepuk tangan semua yang hadir. Lan duduk di tempatnya, sambil melempar senyum tipis dalam kewibawaannya. Dira terpaku diam.

"harusnya dia yang layak menjadi ketua Bem." batin Dira lirih.wajah Lan masih nampak keren saat Dira meliriknya.