Seorang wanita paruh baya yang berprofesikan asisten rumah tangga, tengah bersiap-siap membawa kabur anak majikannya. Sementara bocah berusia tujuh tahun itu masih tertidur lelap.
"Al, bangun Sayang." Dengan suara berbisik, wanita itu membangunkan anak itu dari tidurnya yang nyenyak.
Saat ini waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Waktu yang dianggap tepat untuk membawa kabur anak sang majikan.
Wanita dengan rambut sebahu itu terobsesi pada putra tuannya yang terlihat sangat manis dan tampan. Dia pun menyusun rencana untuk menculik bocah berusia tujuh tahun tersebut.
Sembari tergesa-gesa, Sumiati begitu sapaannya membawa pergi anak itu dengan mengiming-imingi permainan.
Bocah dengan usia belia tentu saja tak mudah menebak apa yang akan menimpa dirinya. Terlebih lagi wanita yang membawanya itu adalah pengasuhnya sendiri.
"Al, ayo Sayang. Kita akan bermain ke pasar malam kesukaanmu. Sambil makan permen, kita naik permainan biang lala," bujuk Sumiati masih dengan suara berbisik. Menjanjikan sebuah permainan yang selama ini Al impikan. Mengingat permainan itu sangat ditentang oleh kedua orang tuanya.
"Boleh ya, Bi?" tanya Al polos. Walau sedikit ragu, tetapi sejujurnya dia mau.
Kesadaran anak itu bahkan masih belum sepenuhnya pulih. Sisa-sisa kantuk pun masih memenuhi matanya. Namun, kata mainan tadi seakan memaksa netra sipit itu untuk membeliak.
Sejak lama permainan itu Al impikan. Namun, kedua orang tuanya selalu melarang bocah itu untuk mengunjungi pasar malam. Entah apa alasan dibalik ketakutan orang tua Al.
"Tentu saja boleh, Sayang," sahut Sumiati. Seolah hendak meyakinkan Al, bahwa semuanya akan baik-baik saja.
"Ayo Sayang. Kita siap-siap," imbuh Sumiati. Membantu Al untuk bergegas. Mengganti pakaiannya dengan baju yang lebih tertutup. Agar tak mudah diketahui oleh siapapun.
Sembari berjalan mengendap-endap, Sumiati membawa pergi Al dari rumah itu. Kebetulan kedua orang tua Al saat ini tengah berada di luar kota. Hanya tersisa kakak Al yang bernama Zoya serta para asisten rumah tangga lainnya.
Dalam kesempatan itulah Sumiati seolah memanfaatkan momen untuk menculik Al. Berbekal dari penghafalan tiap sudut lokasi rumah gedongan milik majikannya, Sumiati pun berhasil membawa kabur bocah malang itu.
Satu minggu sebelum penculikan, Sumiati pergi ke gudang belakang rumah, dan di sanalah dia menemukan terowongan rahasia menuju jalan raya.
"Mengapa kita naik bus, Bi? Mengapa tidak suruh sopir saja yang mengantar kita?" tanya Al masih dengan polosnya.
Dia belum menyadari, bahwa pengasuhnya itu berencana untuk menculik dirinya.
"Kalau kita pergi bersama sopir, itu artinya mama dan papa kamu akan tahu, Sayang. Dan kita tidak akan bisa ke pasar malam untuk menikmati permainan yang kau inginkan," papar Sumiati. Membujuk Al terus-menerus agar bocah itu mau mengikuti perintahnya.
"Iya, Bi. Bener juga." Dan berhasil. Al mempercayai bujuk rayu wanita siluman betina itu.
Dalam hati Sumiati ber-yes ria. Merasa menang atas rencana yang telah lama ia susun dengan epik.
"Al, sebentar lagi kau akan menjadi anakku seutuhnya. Tak akan ada yang bisa memisahkan kita. Kau akan aku bawa ke tempat yang tak mudah ditemukan oleh siapapun. Termasuk orang tuamu yang otoriter itu," batin Sumiati penuh kegembiraan.
Bus itu sudah melintas jauh menuju sebuah perkampungan yang sunyi. Tanpa Al sadari, bahwa ia sedang berada dalam bahaya.
Al hanya bisa menatap ke luar jendela bus yang melaju kencang. Angin malam pun menyapa netranya yang berwarna coklat kehijauan. Tak ayal membuat mata itu kembali sayu. Namun, Al memaksakan diri untuk tetap terjaga. Dia tak ingin melewatkan pasar malam yang dijanjikan pengasuhnya.
"Bi, kapan kita sampai ke pasar malam?" tanya Al polos.
Bocah itu terlihat sangat antusias untuk menikmati permainan kesukaannya yang tak pernah ada.
"Sedikit lagi kita akan sampai, Sayang. Kau tidurlah dulu. Nanti kalau sudah tiba, Bibi akan membangunkanmu," bujuk Suamiti.
Wanita paruh baya itu bertutur kata selembut sutra. Agar tak membuat Al ketakutan dan percaya padanya.
Sejak lama Sumiati mendambakan anak seperti Al. Namun, tak satupun pria yang mau menikahinya. Mengingat dia hanyalah seorang gadis desa yang miskin.
Hal itu tentu saja membuat banyak keluarga pria berpikir dua kali untuk menjadikan Sumiati sebagai menantu mereka. Terlebih lagi wanita itu seorang yatim piatu.
Sejak kecil Sumiati tinggal bersama neneknya. Namun, saat menginjak usia remaja sang nenek pun meninggal dunia. Menyusul kedua orang tua Sumiati yang lebih dulu pergi.
Kini bus yang ditumpangi Sumiati dan Al telah sampai di desa terpencil. Kampung yang dulu menjadi saksi bisu penderitaan Sumiati.
Di kampung itulah dia dibesarkan oleh Sang Nenek seorang diri. Menerima segala penghinaan warga, serta pelecehan seksual yang merenggut kehormatannya.
Sumiati menggendong Al yang sudah tertidur lelap. Membawanya turun setelah tadi membayar ongkos bus.
Sumiati tak merasa lelah saat menggendong tubuh Al yang bobotnya mencapai lima puluh kilogram.
Saking semangatnya, bahkan Sumiati tersenyum bahagia sembari mengusap punggung Al dengan penuh kasih sayang.
Sementara itu dilain tempat, seorang pria dewasa nan tampan bersama istrinya merasa panik saat tak mendapati salah satu anaknya di rumah.
"Apa yang kalian lakukan sampai putraku menghilang?!" Pria itu murka. Dia membanting vas bunga berbahan kaca ke lantai, hingga hancur berserakan.
Sementara istrinya hanya bisa menangis sesegukan dalam pelukan sang anak pertama.
"Zoya, mengapa kau tak menjaga adikmu dengan baik, ha?" Kemudian pria berkacamata itu beralih pada putrinya. Menyalahkan remaja tersebut atas hilangnya sang putra kesayangan.
"Maafkan Zoya, Pa. Zoya tertidur lelap," sahut Zoya dengan suara bergetar. Dia takut terkena amukan Sang Ayah yang terkenal temperamen.
"Kalian juga! Apa yang kalian lakukan sampai putraku berhasil dibawah kabur? Apakah aku membayar mahal kalian hanya untuk melakukan kesalahan fatal, ha?" Lalu pria itu memarahi seluruh asisten rumah tangganya dengan nada yang semakin meninggi.
Sejujurnya dia sangat frustasi, karena baru saja kehilangan sang putra satu-satunya. Tak ada satupun seorang Ayah di dunia ini yang mau kehilangan darah dagingnya.
"Bagaimana ini, Pa? Al hilang." Sedangkan istrinya terus menangisi Al yang saat ini tengah berada dalam kungkungan Sumiati di sebuah perkampungan tua. Tanpa mereka sadari, bahwa asisten rumah tangganya itulah yang menjadi dalang dari kasus penculikan Almukaram Musa.
"Tenanglah, Sayang. Kita pasti akan menemukan Al apapun yang terjadi," sahut pria itu dengan nada yang mulai melunak. Tak ingin membuat hati istrinya semakin kalut dengan memberi jawaban keras.
Meski merasa tak yakin, tetapi pria dengan tinggi diatas rata-rata itu berjanji di dalam hati, bahwa dia akan menghukum orang yang sudah berani menculik putranya. Walau masih tak tahu siapa dalang dari penculikan Almukaram Musa.