Chereads / Fall In Love With You, Tante / Chapter 6 - Vijay Sing Grover

Chapter 6 - Vijay Sing Grover

Di jalan itu mereka bertemu. Melalui insiden kecil tak disengaja. Sanjana menabrak mobilnya. Lalu keluar dan meminta maaf secara terbuka.

Tanpa sungkan Vijay Sing Grover, begitulah nama lengkapnya, atau biasa disapa Vijay oleh teman-temannya. Memaafkan Sanjana dengan lapang dada.

Tak ada tuntutan, tak ada perdebatan, dan tak ada beban. Semuanya murni terlupakan begitu mereka berkenalan.

"Vijay," katanya seraya mengulurkan tangan. Memperkenalkan diri kepada Sanjana yang masih terdiam dalam kecanggungan.

Sepuluh menit lalu ia baru saja merusak belakang mobil pemuda itu. Namun, bukannya mengajukan tuntutan, lelaki turunan India Pakistan tersebut justru mengajaknya kenalan.

Entah sekedar basa-basi atau memang murni berteman.

"Sanjana." Namun, satu yang pasti, bahwa Sanjana menyukai pemuda yang satu suku dengan Ayahnya itu.

Terbukti dari tatapannya yang tak berkedip sama sekali begitu memandang senyuman Vijay.

Pemuda itu memang sangat manis. Apalagi di wajahnya terdapat dua lesung pipi yang cukup menawan. Seakan menambah poin ketampanan pria tersebut.

"Kau mau ke mana? bisakah kau mengantarku ke alamat ini? mengingat mobilku baru saja--" Vijay tak melanjutkan ucapannya. Sengaja menggantungkan, agar Sanjana tak merasa bersalah secara terus-menerus.

"Ah, tentu saja. Aku akan mengantar, Anda." Formal sekali jawaban Sanjana. Menyebut Vijay dengan kata 'Anda.'

"Tidak usah formal seperti itu. Insiden tadi tak perlu kau besar-besarkan. Bukankah kau tidak sengaja melakukannya?" Sehingga memaksa Vijay untuk membuatnya tenang.

"Tapi tetap saja, karena aku mobilmu jadi rusak." Meski begitu Sanjana tetap gelisah. Hatinya masih belum tenang, walau Vijay sudah memaafkan dirinya.

"Lalu, apakah kau ingin membelikan yang baru untukku?" goda Vijay.

Sepertinya pria itu memiliki selera humor yangtinggi, hingga Sanjana tersipu malu dibuatnya.

"Haha. Kau sangat lucu sekali." Alhasil Vijay pun tertawa gemas begitu menyaksikan sikap malu-malu Sanjana yang begitu kentara.

"Aku hanya becanda, jangan diambil hati." Hari itu Vijay benar-benar mengubah hidup Sanjana dalam sekejab. Dia yang terkenal bar-bar, seketika berperangai anggun begitu bertemu dirinya.

Mungkin itulah yang dikatakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Entah perasaan itu nyata atau sekedar canda, tetapi Sanjana benar-benar berbunga-bunga hatinya setelah melewati insiden tersebut.

**

Setelah hari itu, Sanjana dan Vijay lebih akrab. Mereka selalu jalan bersama, menghabiskan waktu setiap akhir pekan selayaknya pasangan.

Selama tiga bulan mereka menjalani ikatan persahabatan yang begitu erat, hingga tumbuhlah benih-benih cinta di antara keduanya.

"Sanjana, maukah kau menjadi kekasihku?" Dan akhirnya Vijay memberanikan diri untuk menyatakan cinta kepada gadis berdarah India Melayu tersebut.

"Apa kau sungguh-sungguh?" tanya Sanjana malu-malu.

Meski wanita itu membalas cinta Vijay, tetapi dia masih menunjukan mode kepura-puraannya dalam tak memahami perasaan pemuda tersebut.

Dengan wajah sok imut, Sanjana menantikan jawaban atas pertanyaannya barusan.

"Tentu saja," sahut Vijay setelah beberapa saat diam.

Sepasang anak Adam dan Hawa itu pun menjadi kekasih setelah melalui penjajakan selama tiga bulan.

Mungkin bagi sebagian orang tiga bulan adalah waktu yang yang tak cukup untuk saling mengenal satu sama lain. Namun, lain halnya dengan Sanjana. Gadis bermata indah itu merasa yakin pada cinta Vijay.

Tak peduli apa kata dunia tentangnya, yang terpenting mereka merasa bahagia, hal itu sudah cukup bagi Sanjana.

Dan semenjak memiliki Vijay sebagai kekasihnya, hidup Sanjana lebih berwarna. Dia kerap kali berdandan cantik, suka shopping, dan kerap kali menghabiskan waktu di luar rumah bersama Vijay.

"Apa kau benar-benar jatuh cinta kali ini?" tanya Suraj kepada Sanjana.

Pria paruh baya yang masih tampak gagah meski tak lagi muda itu merasa curiga kepada putrinya yang kerap kali keluar rumah.

Bahkan wajahnya pun berseri-seri sepanjang hari.

"Apakah begitu kentara?" sahut Sanjana, bermain teka-teki bersama Ayahnya.

"Tentu saja." Suraj duduk di sisi Putri tercintanya itu.

"Kapan kau akan memperkenalkan pada Ayah dan Ibu?" Lalu meminta Sanjana untuk membawa kekasihnya ke rumah, agar mereka bisa berkenalan.

"Sebenarnya aku ingin memperkenalkan kepada Ayah dan Ibu, tapi dia masih belum siap. Maaf, ya?" sesal Sanjana.

Ternyata jawaban gadis itu diluar dugaan Suraj. Vijay masih belum siap untuk bersua dengannya sebagai Ayah dari kekasihnya sendiri.

"Sanjana, jika seorang pria benar-benar mencintai wanita, maka dia tidak butuh alasan ataupun waktu yang tepat untuk membuktikan cintanya kepada keluarga atau orang-orang di sekelilingnya.

Dia tinggal datang dengan gagah berani, lalu memperkenalkan diri sebagai pria sejati. Bukankah orang seperti itu baru bisa dikatakan tulus mencintai?"

Sejenak Sanjana terdiam begitu mendengar kata-kata sang Ayah. Hatinya tercubit, karena Vijay tak seperti yang dikatakan Ayahnya barusan.

Selama enam bulan berkencan, tak pernah sekalipun pemuda itu menampakan wujudnya di depan keluarga Sanjana.

Entah apa alasan sebenarnya, tetapi Vijay selalu saja menolak dengan berjuta alasan semu.

Meski begitu Sanjana tetap percaya dan memadu kasih bersamanya.

"Ayah, apakah itu artinya dia tidak mencintaiku?" Ragu-ragu Sanjana bertanya kepada Suraj.

"Kenapa kau bertanya pada Ayah? bukankah kau yang menjalaninya? tanya hati kecilmu sendiri, Nak. Apakah dia benar-benar mencintaimu atau tidak," jawab Suraj, menolak memberi penilaian terhadap hubungan percintaan Sang putri semata wayang.

"Ayah, jika suatu saat nanti dia bersedia datang ke rumah ini, apakah Ayah akan menerimanya?" tanya Sanjana sekali lagi.

"Selama kau menyukainya, maka Ayah juga akan menerimanya. Ayah tidak akan pernah menghalangi kebahagiaanmu, Nak," balas Suraj sungguh-sungguh.

Seperti itulah hubungan mereka. Sanjana kerap kali berbagi kepada Ayahnya seperti seorang sahabat. Berbeda dengan Fatima yang fokus membesarkan hati Sang suami ketika satu dan lain hal yang mengganjal perasaan mulai mendekati.

Fatima ibarat Sutradara yang berperan di balik layar kehidupan Sanjana dan Suraj.

Meski begitu Fatima tak pernah lalai dalam menjaga serta mencintai mereka.

**

Sementara itu, di lain tempat. Seorang pemuda berusia dua puluh tahun tengah memakai dasi setelah lama menghabiskan waktu di kamar mandi.

Pria itu mengenakan setelan jas berwarna hitam dan dipadukan dengan kemeja putih tulang.

Sungguh perpaduan antara dua kain yang sangat elegan.

"Almukaram, sarapannya sudah siap."

Dia adalah Almukaram Musa, pria yang sebelas tahun lalu mengalami penculikan tragis oleh Pengasuhnya sendiri.

"Iya, Bu."

Kini pemuda itu telah tumbuh dewasa. Dia menjadi pria yang cerdas dan gagah. Namun, semenjak insiden menakutkan sebelas tahun silam itu dia menjadi sosok yang pendiam dan waspada terhadap siapa saja.

"Apakah kau akan berangkat ke kantor hari ini?" Tanya Musa begitu Al duduk di antara mereka.

"Sepertinya begitu." Lihatlah, bahkan kepada orangtuanya saja Almukaram berbicara seadanya.

"Apakah kau akan membantu Kakak?" Zoya, remaja itu juga kini telah tumbuh menjadi sosok wanita cantik, mandiri dan juga cerdas.

Diusianya yang masih muda, dia telah menjadi salah satu wanita dengan prestasi membanggakan dalam dunia bisnis.

Zoya Taklima, begitu nama lengkapnya. Mengenyam pendidikan di luar negeri dengan predikat membanggakan. Hal itu membuat kedua orangtuanya bahagia.

"Hum," sahut Al seadanya.

Pemuda itu sepertinya sangat pelit bicara, hingga ia terlihat membosankan.

"Baiklah, kalau begitu bagaimana kita berangkat bersama?" tawar Musa.

"Boleh," sahut Zoya antusias. Sedangkan Almukaram hanya melanjutkan menghabiskan sarapannya.