Chereads / Fall In Love With You, Tante / Chapter 8 - Patah Hati Berbuah Dingin

Chapter 8 - Patah Hati Berbuah Dingin

Selama beberapa hari Sanjana mengurung diri di dalam kamar. Dia marah, dia kecewa, dan dia patah hati akibat dari kecurangan yang dilakukan oleh Vijay, mantan kekasihnya.

Dibohongi secara sengaja, ditinggal pergi pas lagi sayang-sayangnya, serta diduakan ketika hendak melaju ke jenjang pernikahan. Hal tentu saja membuat Sanjana sakit hati sekaligus malu.

Dalam pengharapan itu, Vijay justru melamar wanita lain untuk dijadikan istri. Sedangkan Sanjana merana seorang diri.

Selama berhari-hari gadis itu tak mau makan dan minum. Dia hanya menangis sembari menatap potret kebersamaannya dengan Vijay Sing di ponsel miliknya.

"Hiks, hiks. Vijay, mengapa kau tega meninggalkan aku? apa salahku padamu?" lirih Sanjana masih dengan menatap nanar gambar itu.

"Sanjana sayang, kau harus bisa kuat, Nak. Masa depanmu masih panjang. Laki-laki bukan hanya Vijay, Nak." Berulang kali Fatima merayu Sanjana agar cepat moving on dari pria berdarah India itu.

"Aku masih mencintainya, Bu." Namun, lagi-lagi Sanjana bertahan. Dia masih mengharapkan cinta kasih Vijay. Padahal pemuda itu telah memutuskan hubungan mereka dan memilih wanita lain. Meski Sanjana masih belum tahu kejadian yang sebenarnya.

"Baiklah, anggap saja kau masih mencintainya. Tapi apakah dia masih pria yang sama? apakah dia masih mencintaimu? apakah dia masih berniat menikahimu?

Ayolah Sanjana, bahkan dia sudah memutuskanmu beberapa hari yang lalu. Semuanya sudah berakhir, Nak." Fatima hampir kehabisan cara untuk membuat Sanjana mengerti. Akan tetapi, gadis itu selalu saja bertahan dengan perasaan yang sejujurnya telah musnah.

"Sanjana, ayo kita jalan-jalan, Sayang. Kita akan menghabiskan waktu di luar rumah. Bagaimana?" Berbeda dengan Fatima, Suraj justru menawarkan hal yang berbeda. Traveling keluar kota merupakan satu-satunya jalan yang bisa membantu menyembuhkan luka hati putrinya itu.

"Atau kau mau keluar negeri, Nak? di sana kau bisa menemukan seseorang yang lebih baik lagi," imbuh Suraj.

"Tapi, Ayah. Aku masih belum bisa melupakan Vijay," sanggah Sanjana. Masih berusaha mengemukakan isi hatinya kepada Suraj.

"Sayang, apa kau tahu burung yang patah sayapnya? mereka tak bisa lagi terbang hanya dengan mengandalkan satu sayap. Namun, burung itu tetap survive dengan luka tersebut. Seiring berjalannya waktu luka tadi sembuh dengan sendirinya. Tapi, tahukah kau, Nak. Burung itu tak pernah mengeluh atas duka yang dia rasakan, karena mereka tahu, bahwa waktu adalah obat ampuh yang dapat menyembuhkan luka. Maka mereka memilih untuk bertahan dan beralih ke tempat yang lain," papar Suraj bijaksana.

Mendengar itu, hati Sanjana mulai menghangat. Dia tak lagi murung seperti beberapa waktu lalu. Sepertinya nasihat Suraj sangat mujarab, hingga gadis bermata indah itu tak lagi menangis.

"Jadi, apakah aku harus melarikan diri keluar negeri?" tanya Sanjana setelah berpikir panjang.

"Anggap saja begitu. Siapa tahu setelah kau kembali, lukamu akan sembuh total. Kalau kau Ayah ajak ke perusahaan, tentu saja kau tak akan setuju," sahut Suraj, tak mau memaksa Sanjana untuk belajar tentang bisnis. Kendati dalam hati kecilnya, dia menginginkan Sanjana meneruskan usaha Tekstil mereka.

"Bagaimana menurut, Ibu?" Tak mau mengabaikan pendapat Fatima, Sanjana beralih pada wanita paruh baya tersebut.

"Untuk anak Ibu, apapun aku rela. Asal masih dalam batas wajar. Jalan-jalan keluar negeri juga tak masalah. Di sana kau bisa menemukan sesuatu yang baru," jawab Fatima tak kalah bijaknya.

Sepasang suami istri itu memang dikenal baik dan tak egois. Bahkan kepada anak mereka yang notabenenya harus bekerja diusianya yang tak lagi muda.

Tiga puluh tahun bukanlah waktunya untuk bersenang-senang dalam mengenal cinta. Melainkan menata diri untuk masa depan yang lebih baik.

Jatuh cinta pada pandangan pertama hanya berlaku bagi pasangan remaja. Namun, tidak untuk wanita berusia matang seperti Sanjana.

Mereka harus berpikir jauh demi sebuah future yang cemerlang. Meski masih banyak manusia diusia sepertinya yang jatuh cinta pada pandangan pertama.

**

Setelah mendapat wejangan dari Suraj dan Fatima, Sanjana pun akhirnya memutuskan untuk berlibur keluar negeri.

Maladewa adalah satu-satunya negara yang ia pilih untuk menangkan diri. Di sana Sanjana belajar banyak hal. Di mulai dari bisnis, penentuan sikap, dan menata hati agar lebih baik lagi.

Lewat salah satu penduduk di maladewa, Sanjana pun berubah total. Jika dulu gadis itu terkenal bar-bar, maka lain halnya sekarang.

Sanjana lebih sering diam. Tak mau banyak mengumbar bahasa jika tak diperlukan. Gadis itu juga belajar tentang manajemen bisnis di maladewa tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya.

Semula Sanjana tak begitu tertarik mengenai bisnis, tetapi melihat kegigihan penduduk di sana, maka dia pun bertekad untuk belajar.

Maladewa memang terkenal dengan wisata alamnya. Namun, tetap masih memiliki budaya unik, yakni busananya yang sederhana.

Hampir di setiap penjuru tempat, Sanjana menemukan busana tertutup serta jenis kain yang berbeda dari pengrajin di Indonesia.

Negara yang menjadi tujuan wisata alam para penduduk India dan Pakistan itu masih mempertahankan etnik dan kultural yang mengutamakan kesopanan. Di mana setiap pengunjung tak boleh mengenakan gaun terbuka. Sebab, seratus persen masyarakat maladewa menganut agama islam.

"Apakah kau menyukai jenis kain ini?" tanya Anjali, sahabat baru Sanjana semenjak berada di maladewa.

Wanita asal India itu merupakan salah satu warga maladewa yang menyukai gaun serta kain asal negaranya sendiri. Itulah sebabnya dia menunjukan kepada Sanjana berbagai macam jenis kain setelah mengajari gadis itu tentang bisnis Tekstil.

"Sepertinya bagus, tapi apakah di Indonesia akan laku keras?" balas Sanjana.

"Sejujurnya bisnis itu bukan hanya perkara laku atau tidaknya, tetapi bagaimana performa kamu dalam mempromosikan barang yang dimiliki. Jika kau hanya duduk diam mengharapkan sebuah hasil maksimal, maka yang kau dapat hanyalah sejumput batu akik. Namun, jika kau berusaha untuk membuat orang pasar paham akan makna dari sebuah kain, maka mereka pasti akan menemukan hal baru. Dan kau pun akan merasa bersyukur untuk itu," papar Anjali.

"Oh, jadi begitu," gumam Sanjana memangut-mangutkan kepala. Pertanda, bahwa dia paham maksud dari ucapan sahabatnya itu.

"Nah, bagaimana? apakah kau tertarik untuk memborong semua bahan ini?" goda Anjali.

"Apa kau ingin menghabiskan uangku?" balas Sanjana pura-pura kesal.

"Kalau kau kehabisan uang, ya tinggal gesek saja. Beres kan?" Sepertinya usaha Sanjana dalam menenangkan diri, berhasil juga. Lewat tingkah jenaka Anjali lah dia bisa melupakan dukanya.

Terbukti dari senyuman yang tiap hari merekah lewat bibir manisnya. Bahkan tawa renyah yang dulu sirna, perlahan mulai keluar begitu Anjali memperkenalkan hal baru.

"Haha. Kau ada-ada saja." Lihatlah, bahkan Sanjana tak berpikir dua kali untuk menunjukan kebahagiaannya, meski berada di tengah jalan.

Bug!

Hingga tak sengaja ia menabrak tubuh seseorang saking semangatnya bercerita.

"Astaga, kainku!" pekik Sanjana begitu menyadari kain yang baru saja ia beli tadi jatuh terpental ke tanah akibat dari menabrak tubuh seseorang.

"Apa kau tidak bisa lihat-lihat sebelum jalan? Di sana ada kain yang kau injak!" sarkas gadis itu, melanjutkan amarahnya.

"Maafkan aku, Nona. Aku tidak sengaja," balas orang itu.

"Dasar pria kecil bodoh! bisanya meminta maaf, tapi tak mau bertanggung jawab. Kainku jadi rusak karena ulahnya," gumam Sanjana, mencibir pria yang menabraknya itu.

Begitulah sikap Sanjana sekarang. Meski telah melupakan sakit hatinya. Namun, ia tetap kasar terhadap orang asing yang berulah padanya. Walau tak disengaja sekalipun.

Kekecewaan Sanjana dulu mengajarkan banyak hal padanya. Dia jadi lebih dingin dan arogan. Terlebih lagi terhadap kaum Adam yang dirasa akan sengaja mematahkan hatinya.