Malam harinya, Sanjana dan kedua orang tuanya tengah berada di sebuah restoran ternama. Di sana mereka sedang menghabiskan waktu untuk makan malam sekaligus berkenalan bersama seorang pria bernama Bayu.
"Jadi, Nak Bayu sekarang sibuk apa?" tanya Suraj basa-basi sembari memotong daging stik.
Sejujurnya kedua orang tua Sanjana itu sudah tahu profesi dari pria yang rencananya akan menjadi calon suami Sanjana. Namun, mereka memilih untuk berbasa-basi, agar Sanjana tertarik padanya.
"Kebetulan sekarang saya sedang menjabat sebagai Presdir di perusahaan Papa," sahut Bayu sedikit berbangga diri, seolah hendak pamer kepada Sanjana.
"Dasar pria tukang kibul," gumam Sanjana tak tertarik.
"Hus, jangan ngomong kaya gitu." Namun, rupanya Fatima mendengar kata-kata Putrinya itu. Tak pelak menyebabkan wanita paruh baya tersebut membisiknya.
"Wah, keren. Ternyata kau adalah Anak yang berbakti," sanjung Suraj.
"Ah, bukan apa-apa kok, Tuan Suraj. Putra kami ini sebetulnya pekerja keras, hanya saja dia sangat rendah hati. Sebentar lagi dia akan menggantikanku sebagai CEO di perusahaan kami," seloroh Ayah Bayu yang bernama Niko.
"Dasar Pak tua tukang pamer." Sekali lagi Sanjana meledek keluarga Bayu.
Dia benar-benar tak suka situasi di mana orang memuji diri sendiri atau berkata terlalu tinggi. Seolah hanya mereka lah penghuni bumi ini.
"Permisi, saya ke toilet sebentar." Merasa bosan, akhirnya Sanjana pamit ke kamar mandi. Padahal dia hanya sekedar berakting.
"Oh iya, silahkan," sahut Niko, mempersilahkan Sanjana.
"Putri kalian sangat cantik dan cerdas ya, Tuan Suraj." Kemudian Istri dari Niko memuji Sanjana.
"Hehe, terimakasih."
Makan malam itu berlangsung khidmat bagi kedua dua pasang orang tua tersebut, termasuk Bayu. Namun, tidak bagi Sanjana. Wanita yang dikenal dingin itu merasa jenuh.
Ingin rasanya dia meninggalkan tempat tersebut andai tak memikirkan perasaan sekaligus nama baik kedua orang tuanya.
"Hais, aku benar-benar bosan berada di antara mereka. Terlebih lagi ketika melihat pria sombong itu. Rasanya perutku mules," keluh Sanjana masih di dalam kamar mandi.
Hampir setengah jam dia berdiam diri di dalam tempat itu. Sanjana benar-benar tak berniat untuk kembali ke sana. Namun, karena merasa iba pada Sang Ayah, maka dia pun memutuskan untuk kembali.
"Astaga!" Akan tetapi, di depan pintu kamar itu Bayu mengejutkannya dengan berdiri tepat di samping pintu.
"Sedang apa kau di sini? Apa kau tidak tahu, ini toilet wanita?" imbuh Sanjana setengah kesal.
"Aku tahu," jawab Bayu santai, seakan tak merasa takut sama sekali. Padahal saat ini dia tengah berada di tempat yang bukan semestinya.
"Lalu mengapa kau ada di sini?" tanya Sanjana mulai meninggikan suara.
"Menyusulmu." Sekali lagi Bayu memberi jawaban dengan nada santai.
Pria itu seperti tak tahu malu. Padahal ada beberapa wanita yang sedang lalu lalang masuk ke kamar mandi tersebut tengah menatapnya aneh.
Mungkin orang-orang itu sedang memakinya dalam hati, karena telah berani memasuki tempat privasi wanita.
"Kau--" Sanjana hampir kehabisan kata menghadapi pria tolol seperti Bayu.
Seharusnya lelaki itu menyimpan sedikit rasa hormat terhadap seorang wanita. Namun, ternyata dia justru tak menghargai privasi mereka.
"Dengar, Tuan Bayu. Aku tidak ada waktu untuk meladeni kebodohanmu! Jadi, silahkan pergi dari sini!" sarkas Sanjana semakin emosional.
Dalam hati perempuan tersebut ingin menampar Bayu, tetapi dia masih mampu menahan diri. Sanjana tak ingin menciptakan keributan, atau hal tersebut akan membuat kedua orang tuanya malu.
"Apa aku salah menjemput calon Istriku?" Lihatlah, betapa tak tahu dirinya Bayu. Belum juga resmi jadian, dia sudah berlagak seperti tunangan sungguhan.
Kemudian Sanjana menatap mata pria tersebut. Rupanya Bayu tengah memandangnya mesum. Alhasil sukses membuat Sanjana bergidik ngeri. Namun, dia masih tetap berdiri tegak.
Sanjana sangat tak suka ketika kelemahannya diketahui seseorang. Terlebih lagi seorang Pria. Dia akan berpikir, bahwa harga dirinya terinjak-injak.
"Minggir!" tukas Sanjana, mendorong tubuh Bayu yang menghalanginya.
"Hei, kau mau kemana?" Namun, rupanya lelaki mesum tersebut menahan Sanjana. Dia berniat kurang ajar pada gadis itu.
"Lepaskan aku!"
Plak!
Namun, ternyata Sanjana menampar Bayu begitu tangannya terlepas dari cengkraman lelaki tak tahu malu itu.
"Kau--"
Alhasil Bayu pun geram. Di mendorong tubuh Sanjana ke tembok, lalu mencumbuhnya secara paksa.
"Lepaskan aku!" sarkas Sanjana, berusaha melepaskan diri dari Bayu.
Beberapa kali Sanjana mencoba untuk melepaskan diri dari lelaki kurang ajar tersebut. Namun, lagi-lagi Bayu berhasil mencekalnya. Alhasil Sanjana pun semakin memberontak.
Sanjana hendak berteriak, tetapi Bayu menutup mulutnya dengan menggunakan telapak tangan.
Apesnya, tak ada lagi orang yang berlalu-lalang di kamar mandi itu. Sehingga membuat Bayu leluasa memanfaatkan situasi.
Bug!
Akan tetapi, seseorang datang dengan tiba-tiba. Lalu menghantam wajah Bayu sekuat tenaga. Alhasil pria itu jatuh terpental ke lantai. Bahkan di sudut bibir Bayu keluar sedikit darah, akibat dari hantaman tadi.
Sementara Sanjana tengah menahan rasa takut sembari memperbaiki pakaiannya yang sedikit terkoyak, akibat dari kekerasan Bayu.
"Hei, siapa kau? mengapa kau berani memukulku?" sarkas Bayu tak terima. Dia benar-benar marah ketika ada orang lain berusaha untuk turut campur dalam urusannya.
"Kau tidak perlu tahu siapa aku! Kau sudah berusaha untuk menodai seorang wanita. Apa kau tak punya rasa malu, ha?!" sahutnya tak kalah marahnya dari Bayu.
"Dengarkan aku baik-baik pria brengsek! Aku tak peduli siapa kau, tapi jika sekali lagi aku melihatmu menyakiti wanita ini. Maka akan aku hancurkan perusahaanmu yang tak seberapa itu. Apa kau paham?" Kemudian orang itu mendekati Bayu. Memegang kerah bajunya, lalu berbisik.
Kalimat ancaman itu bukan sekedar isapan jempol belaka. Melainkan benar-benar nyata.
Dari tatapannya yang sungguh tajam, sukses membuat mata Bayu membeliak.
"S-siapa kau?" tanya Bayu dengan suara terbata-bata.
"Aku?" Kemudian pria itu melepas kerak baju Bayu, lalu mengusapnya. Seolah ada debu yang menempel di baju tersebut.
"Aku adalah kehancuranmu, jika kau tak mendengarkanku!" imbuhnya datar. Namun, penuh penekanan.
Mendengar itu, Bayu pun menelan salivanya dengan susah payah.
Dia sudah bisa memastikan, bahwa pria itu bukan orang sembarangan.
Merasa takut, akhirnya Bayu bangkit dan pergi begitu saja tanpa mengatakan apa-apa kepada Sanjana.
"Apa Tante baik-baik saja?" Kemudian pria itu beralih pada Sanjana. Memastikan wanita tersebut tidak dalam kondisi buruk.
"Kau?" Sementara Sanjana yang menyadari orang yang telah menyelamatkan dirinya adalah Almukaram, seketika terpenjat.
Ya, orang yang telah menyelamatkan Sanjana dari niat jahat Bayu adalah Almukaram.
Entah apa yang dilakukan oleh pemuda tampan itu di restoran tersebut.
"Mengapa kau bisa ada di sini?" tanya Sanjana Kemudian.
Alih-alih berterimakasih, wanita itu justru menatap tajam Almukaram.
"Apa kau sama dengan pria tadi? Mengapa kau juga berada di toilet wanita?" imbuh Sanjana penuh selidik.
Mendengar pertanyaan Sanjana, Al hanya bisa tersenyum sembari berkata, "Tante, apakah wajahku sama persis dengan pria mesum tadi?"
"Iya, kalian sama saja!" sahut Sanjana penuh penekanan.
Entah mengapa wanita itu seperti melampiaskan amarahnya kepada Bayu, pria yang hampir saja menodainya. Padahal Almukaram yang telah menyelamatkan dirinya.