Sementara itu, di tempat berbeda. Bayu mengajak kedua orang tuanya untuk segera pergi meninggalkan restoran tersebut.
Dengan nada tergesa-gesa, Bayu berkata, "Pa, Ma, ayo kita pergi dari sini!"
Sedangkan Niko dan Ester, selaku kedua orang tua Bayu, merasa heran dengan sikap anaknya itu.
"Pergi? Sekarang? Mengapa mendadak sekali?" tanya Ester heran.
"Kenapa buru-buru, Nak Bayu? di mana Sanjana? bukannya tadi kau menyusul dia?" seloroh Suraj.
Dua pasang suami istri tersebut merasa heran terhadap Bayu yang menunjukan gelagat aneh. Suaranya sedikit bergetar. Belum lagi keringat bercucuran membasahi dahi.
Sepertinya Bayu takut, jika tiba-tiba Sanjana datang dan mengadukan perbuatannya kepada Suraj dan Fatima.
"Tidak ada waktu lagi. Ayo kita pergi dari sini!" Mendadak Bayu mempercepat gerakan, menarik tangan kedua orang tuanya begitu melihat Sanjana bersama Almukaram berjalan bersama menuju tempat mereka.
"Hei, Bayu. Tunggu dulu, kau kenapa, Nak?" Namun, Ester yang tak paham situasi Bayu, mencegah Putranya itu untuk pergi begitu saja.
"Mengapa kau berkeringat? Apa kau sakit? Atau terjadi sesuatu yang buruk padamu? Mana Sanjana? Mengapa dia tak bersamamu? Bukannya tadi kau menyusul dia di kamar mandi?" pungkas Ester, mengajukan pertanyaan secara beruntun. Sehingga membuat Bayu semakin canggung sekaligus takut. Sebab, jarak Sanjana dan Al semakin dekat dengan mereka.
Menyadari ada sesuatu yang salah, Suraj dan Fatima pun saling memandang satu sama lain.
Sepertinya sepasang suami istri tersebut menaruh curiga pada Bayu. Namun, mereka masih memilih diam.
"Ayah!" sapa Sanjana. Wanita itu akhirnya sampai juga di tempat Kedua orang tuanya berada.
Sedangkan Bayu semakin gemetar. Dia mulai berkeringat dingin. Takut Sanjana dan Al mengadukan perbuatan bejatnya tadi.
Sementara itu, Niko yang melihat Almukaram datang bersama Sanjana, seketika membungkukan badan, sebagai tanda menghormati pria berusia sembilan belas tahun tersebut.
"Tuan--"
"Ehem!" Hampir saja Niko membongkar identitas Al di depan Sanjana serta keluarganya. Sedangkan lelaki bertubuh tinggi tersebut tak suka jika identitasnya sebagai Putra dari seorang Musa Daud diketahui oleh orang-orang.
Sejak dulu Al kerap kali menyembunyikan jati dirinya di depan orang asing. Dia tak suka dikenal sebagai Putra dari orang kaya. Melainkan manusia sederhana yang tak memiliki banyak harta.
Beruntung saat itu Al cepat mengalihkan perhatian mereka. Lalu memberi kode kepada Niko, agar tak berkata apa-apa lagi.
Niko cukup mengenal Al. Sebab, pria paruh baya tersebut merupakan Pimpinan dari Anak perusahaan ekstraktif milik Musa, yang tak lain adalah Ayah Almukaram. Hanya saja Bayu tak mengenal siapa lelaki itu.
Al tak pernah menunjukan wajahnya di perusahaan. Dia hanya menghabiskan waktu untuk belajar di sekolah, hingga menjadi seperti sekarang.
Namun, Niko yang merupakan anak buah dari Musa, tentu saja mengenal anak dari Majikannya itu. Dia bahkan sering ke rumah Al untuk sekedar menjadi penjilat.
"Papa, ayo kita pergi dari sini," seloroh Bayu semakin ketakutan.
Sedangkan Niko dan Ester yang tak siap dengan situasi itu, mendadak mengikut apa kata Putranya.
"Maafkan kami, Tuan Suraj. Sepertinya Bayu sedang tak enak badan. Jadi, sebaiknya kami permisi dulu. Selamat malam," kata Niko sedikit merasa bersalah, walau dia sendiri masih belum paham situasi yang sebenarnya.
"Tapi, Tuan Niko. Kita belum--"
"Sudah lah, Ayah. Biarkan mereka pergi." Sengaja Sanjana mencegah Ayahnya untuk menghentikan Bayu serta kedua orang tuanya itu.
"Sanjana, katakan pada Ibu. Sebenarnya apa yang terjadi, Nak? Mengapa Bayu terlihat ketakutan seperti itu? Apa yang kau lakukan padanya?" tanya Fatima secara beruntun.
"Dan siapa Pemuda ini? mengapa dia bersamamu? Apakah dia temanmu?" imbuh Fatima, melanjutkan deretan pertanyaannya.
Sejenak Sanjana melirik Al, sebelum akhirnya dia menjawab pertanyaan Sang Bunda.
"Aku tidak melakukan apa pada pria brengsek tadi. Dan lelaki ini... aku dia telah menyelamatkanku dari kekurang ajaran Bayu!" sahut Sanjana sedikit kesal begitu mengingat peristiwa tak mengenakan di kamar mandi tadi.
"Menyelamatkanmu dari Bayu? Sebenarnya apa yang terjadi? Beritahu, Ibu!" Mendadak Fatima panik setelah mendengar keterangan Sanjana.
Dan akhirnya Sanjana menceritakan kejadian sebenarnya dari awal hingga akhirnya. Bahkan pernyataannya itu dibenarkan oleh Almukaram.
"Astaga, aku hampir saja mendorong Putriku ke dalam jurang," lirih Fatima, menyesali keputusannya menjodohkan Sanjana bersama Bayu, lelaki kurang ajar yang tega hendak menodai kesucian Putrinya.
"Sudah lah, Bu. Yang penting Anak kita baik-baik saja," seloroh Suraj, menenangkan istrinya.
"Bagaimana aku bisa tenang, Putri kita hampir saja menjadi korban pelecehan seksual," sarkas Fatima mulai meninggikan suara.
Sebagai seorang Ibu, Fatima sangat takut jika terjadi sesuatu yang buruk terhadap Putrinya. Dia bisa menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi. Sebab, dia lah yang paling berkeras dalam perjodohan ini.
"Ah, sebaiknya saya permisi, Om, Tante. Selamat malam." Sementara Al yang merasa tak nyaman dengan situasi itu, memutuskan untuk undur diri.
Dia tak ingin menyaksikan momen di mana Suraj dan Fatima menyesali keputusannya dalam menjodohkan Sanjana.
"Tunggu!" Namun, rupanya Suraj masih mencegah Al.
"Iya, Om?" kata Al dengan nada bertanya.
"Terimakasih atas bantuanmu, Nak. Andai saja kau tak ada di sana. Mungkin Putriku--"
Suraj tak kuasa menyebut Anaknya hampir saja ternodai. Terlalu menyeramkan kata itu untuk tercetus dari bibirnya.
"Sama-sama, Om. Senang, membantu kalian. Saya permisi dulu," sahut Al seadanya. Namun, dengan hati tulus.
Lalu kemudian pemuda itu bergegas pergi meninggalkan Sanjana serta kedua orang tuanya.
Al memang selalu begitu. Dia terlihat dingin ketika berada di depan orang lain. Hanya terhadap Sanjana lah dia menjadi dirinya sendiri, walau Al tahu, bahwa mereka adalah kedua orang tua wanita tersebut.
Sedangkan Sanjana yang menyaksikan itu, tak mengatakan apa-apa. Namun, hatinya sedikit tersentuh oleh cara Al memperlakukan dirinya serta kedua orang tuanya.
**
Setelah peristiwa malam itu, Fatima dan Suraj lebih waspada dalam memilihkan calon suami Sanjana. Namun, tak kapok menjodohkan Putrinya itu.
"Jadi, bagaimana dengan yang ini? Bukankah dia terlihat sangat tampan dan berkarisma?" Lihatlah, betapa antusiasnya Fatima dalam menunjukan beberapa deretan potret pria yang hendak dijodohkan bersama Sanjana.
"Bu, apa kalian tak kapok dengan kejadian beberapa minggu lalu?" Tak pelak membuat Sanjana merasa jenuh. Seketika wanita cantik itu menghentikan Ibunya dalam mencarikan calon suami.
"Sanjana, Anakku. Ibu hanya ingin kau menikah, Nak. Setidaknya berkencan lah. Buka hatimu lagi, Nak," lirih Fatima.
"Sudah lah, Bu. Jangan terlalu memaksakan diri," desis Suraj, menangkan Fatima.
"Ibu, Ayah, bukannya dulu kalian tak pernah mengikut campur urusan asmaraku? Kalian hanya sibuk memintaku untuk belajar dan melanjutkan bisnis kita. Setelah semua yang terjadi, mengapa sekarang kalian justru berubah?
Aku sudah menjadi Sanjana yang kalian inginkan, Bu, Yah. Menjadi salah satu CEO wanita sukses di kota ini. Apa itu masih belum cukup?" papar Sanjana panjang lebar.
Sejujurnya dia tak berniat mengatakan ini. Hanya saja Sanjana merasa, bahwa dia harus menghentikan rencana kedua orang tuanya dalam mencarikan calon suami.
"Ibu, Ayah, jika waktunya tiba aku pasti akan menikah. Tapi bukan dengan memaksakan hati untuk menerima pria asing yang sama sekali tidak ku kenali," imbuh Sanjana.
"Lagi pula, pengalaman bersama Vijay dulu membuatku takut untuk kembali membuka hati." Mendadak wajah Sanjana berubah menjadi sendu begitu mengingat mantan kekasihnya itu.
"Ah, sebaiknya aku berangkat kerja. Masih banyak tugas yang harus aku selesaikan di kantor" pungkasnya lagi. Meminta izin untuk segera ke pergi.
"Sudah lah, Bu. Sebaiknya kita serahkan kepada Sanjana. Perkara jodoh, Tuhan sudah mengaturnya," cetus Suraj setelah memastikan Sanjana tak lagi ada di sana.
"Jodoh itu tak akan datang ketika kita sendiri tak mau berusaha untuk membuka hati!" sahut Fatima, menolak argumen suaminya.
"Baiklah-baiklah, ayo kita lanjutkan sarapan." Karena merasa tak ingin memperkeruh suasana, Suraj pun memilih untuk mengalihkan pembicaraan.
"Sudah Ah, aku jadi gak mood!" Namun, rupanya Fatima terlanjur kehilangan selera makannya.
Dia berdiri meninggalkan Suraj menuju kamar.
"Hm, dua wanita ini benar-benar membuatku pusing. Yang satunya tak mau menikah, yang satunya lagi ngebet melangsungkan pernikahan." Dan Suraj hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saat menyaksikan dua wanita yang dikasihinya itu.