Setelah mengalami begitu banyak drama sewaktu bersama Sumiati, seketika Al merasa trauma terhadap seorang Pengasuh. Dia tak mau lagi menggunakan jasa mereka, walau apapun yang terjadi.
Al memutuskan untuk mandiri, meski masih berusia belia. Pengalaman pahit bersama Suamiti mengajarkan berbagai macam hal kewaspadaan.
Dia tak boleh terlalu percaya pada orang-orang di sekelilingnya, walau mereka adalah orang terdekatnya sekalipun.
Namun, lain halnya dengan wanita yang baru saja menyelamatkan dirinya. Dia seperti melihat sosok Malaikat lewat perangai wanita asing tersebut.
"Apakah kau masih takut?" tanya wanita itu. Namun, Al hanya menganggukan kepala seraya menatapnya, sebagai bentuk jawaban atas pertanyaannya.
"Kau tidak perlu takut lagi. Sekarang kau aman bersamaku. Aku akan mengantarmu pulang ke rumah. Oh iya, kalau boleh tahu di mana alamatmu?" pungkasnya kemudian.
Sepertinya gadis itu tahu, bahwa saat ini ketakutan masih memenuhi benak Al. itulah sebabnya dia berusaha untuk membuat bocah itu percaya padanya. Walau sejujurnya Al telah menaruh keyakinan itu di dalam hati untuknya.
"Jl. Melati, Blok C. Perumahan Andriana," ungkap Al setelah lama diam meresapi ketakutan yang masih menyelimuti diri.
"Kamu tinggal di perumahan itu?" Tampak gadis dengan rambut panjang tebal itu berusaha mencairkan suasana. Dia seolah mengalihkan perhatian dengan membahas tempat tinggal Al. Padahal dia sendiri tak tahu di mana letak perumahan tersebut.
Sedangkan untuk mencari tahu letaknya, gadis itu menggunakan pencarian lokasi lewat ponsel miliknya.
"Iya," sahut Al seadanya.
"Wah, kebetulan sekali. Aku juga mau ke sana. Aku punya teman, tapi lupa siapa namanya. Mungkin lain kali kalau aku bermain di sana, aku akan mampir ke rumahmu." Sekali lagi gadis itu mensugesti Al untuk melupakan ketakutannya dengan menyebut, bahwa ada salah satu temannya yang tinggal di perumahan tersebut. Padahal sejujurnya hal itu hanyalah bohong belaka.
Dia hanya berusaha untuk membuat Al melupakan kejadian menakutkan beberapa saat lalu.
"Siapa nama, Tante?" Alih-alih menanggapi ucapan gadis itu, Al justru menanyakan namanya.
"Nah, kita sudah sampai." Namun, ternyata mereka sudah sampai di perumahan Andriana. Sehingga memutus komunikasi mereka.
"Ayo kita turun," ajak gadis itu. Lalu Al pun menuruti ucapannya.
Sembari menggenggam tangan Al, gadis berbaju coklat muda itu berjalan memasuki area pekarangan rumah megah Al.
Sementara bocah itu terus menatapnya aneh. Seperti ada getaran yang sulit ia deskripsikan melalui kata-kata. Namun, gadis itu tak menyadari tatapan Al. Dia terus berjalan, hingga tibalah mereka di depan pintu rumah Al.
Ting tong!
Gadis itu memencet bel rumah Al.
Ceklek!
Lalu pintu pun terbuka lebar.
"Oh, ya ampun, Tuan muda," pekik Pelayan yang membuka pintu rumah tersebut.
Dia memeluk haru Sang majikan yang telah menghilang selama sebulan.
"Al, Anakku." Lalu datanglah Soraya dan Musa setelah mendengar teriakan sang asisten rumah tangga. Keduanya memeluk haru Sang putra kesayangan.
Tak pernah diduga sebelumnya, jika Al akan kembali dengan sendirinya. Padahal selama satu bulan ini mereka telah melakukan pencarian. Namun, selalu gagal.
Cup! Cup! Cup!
Soraya mencium seluruh wajah Al, sebagai bentuk kerinduan yang mendalam terhadap putranya.
"Kau ke mana saja, Nak? Mengapa lama sekali kembalinya? Apakah wanita itu menyakitimu? Apakah dia melukaimu? Coba Ibu lihat, dia melukaimu di bagian mana saja." Saking bahagia sekaligus panik, Soraya mengajukan pertanyaan secara beruntun kepada Al sembari memeriksa tubuhnya. Guna memastikan, apakah putranya itu mengalami luka yang serius atau tidak.
"Tenanglah, Ma. Jangan panik seperti itu, yang terpenting putra kita sudah kembali." Musa yang sedari tadi diam, memperingati istrinya agar tetap tenang, karena biar bagaimanapun juga Al telah kembali ke sisi mereka.
"Wanita jahat itu benar-benar tidak tahu diri!" sarkas Soraya penuh amarah.
Seandainya Sumiati ada di depannya, mungkin saja ia akan menampar wanita psikopat tersebut.
Sementara itu, gadis yang tadi menyelamatkan Al dari kejahatan Sumiati, hanya diam penuh haru saat menyaksikan kedua orang tua Al dalam menumpahkan kerinduannya.
"Maaf, Nona. Kami melupakan Anda setelah bertemu kembali bersama Almukaram." Puas meluahkan kerinduan, Musa kemudian sadar, bahwa ada orang asing di antara mereka, dan dia adalah Sang penyelamat putranya.
"Silahkan masuk, kami perlu berbincang-bincang bersama, Anda," imbuh Musa.
"Maaf, Tuan. Tapi sepertinya saya terburu-buru. Anda boleh mengambil kartu nama saya. Jika Anda butuh informasi lebih lanjut mengenai Penculik itu, Anda bisa menghubungi saya lewat nomor yang tertera di kartu nama itu." Namun, rupanya gadis berparas cantik tersebut menolak secara halus dengan memberikan kartu namanya kepada Musa.
"Saya permisi dulu, Tuan. Selamat sore." Kemudian wanita itu meninggalkan rumah Al setelah memberikan kartu namanya.
"Tunggu!" Akan tetapi, Al mencegah gadis itu. Sehingga membuat Soraya dan Musa menoleh padanya.
"Kau belum menyebutkan siapa namamu?" tanya Al. Dia benar-benar ingin tahu nama dari Malaikat penyelamatnya itu.
"Sanjana, Sanjana Malhotra. Itu namaku," sahutnya seraya berlalu berlalu pergi meninggalkan Al dalam keterpakuan.
Kini bocah itu tahu siapa nama gadis penyelamatnya. Dalam hati Al bertekad, bahwa suatu saat nanti dia akan menemukan kembali gadis itu, walau apapun yang terjadi.
Entah mereka akan menjadi pasangan, atau justru ditakdirkan berteman. Namun, satu yang pasti, bahwa Al tak akan menyia-nyiakan kesempatan jika hari itu akan tiba.
Dia akan menggenggam tangan Sanjana walau usia menjarakan mereka. Tak peduli berapa lama waktu yang ia butuhkan untuk kembali bersua.
Usia Al mungkin masih muda belia. Namun, pikirannya cukup dewasa dalam memahami apa arti ketertarikan terhadap lawan jenisnya.
Katakanlah Al masih terlalu naif saat ini, egonya belum stabil dalam mengenali jati diri. Namun, tekadnya dalam menemukan Sanjana suatu saat nanti begitu kuat.
Entah perasaan itu hanya sesaat atau memang berkat dari yang Maha Kuasa. Al hanya butuh pemantapan hati untuk membenahi diri.
**
Setelah kasus penculikan itu usai, Al lebih menjadi sosok pendiam. Tak seperti dulu lagi yang selalu riang.
Pun Soraya dan Musa, sepasang suami istri itu lebih waspada dalam menjaga anak-anaknya. Mereka tak mengizinkan lagi orang asing untuk menjaga serta mengasuh kedua anaknya, meski Pelayan yang sudah bekerja lama sekalipun.
Kejadian bersama Sumiati mengajarkan banyak hal kepada Musa, bahwa sejatinya orang terdekat bisa menjadi musuh dalam selimut. Bahkan belati sekalipun.
Sebaliknya, orang asing belum tentu memiliki niat buruk terhadap mereka, walau dalam hati mereka mulai waspada.
Namun, lain halnya dengan Sanjana Malhotra. Gadis cantik nan lembut itu mendapat hak istimewa dari Musa.
Dia memberikan kebebasan untuk mengunjungi putranya sesuai yang dia inginkan. Meski hal itu tak pernah Sanjana lakukan, hingga Al tumbuh menjadi pria dewasa.