Anindia putri, perempuan cantik berusia 24 tahun yang juga mandiri dan sangat penyayang. Rambut golden hair nya menambah kesan manis, sikap pedulinya membuat teman-teman nya selalu dekat dengan perempuan itu.
"Hai Anindia?" seorang gadis melambaikan tangannya pada Anindia dengan wajah senang ia berlari sembari menarik kopernya.
Ya, Anindia menjemput adik kesayangan nya yang baru saja pulang dari solo untuk berlibur kuliah.
"Ah, tidak bertemu dengan mu satu tahun rupanya membuat adikku ini tampak lebih tinggi sekarang" Anindia menepuk punggung Nanda yang tengah memeluk nya dengan erat.
"Kak Nanda rindu banget!" ucap nya.
"Kakak juga, ayo pulang orang rumah sedang menunggu mu"
Mereka kemudian berjalan ke arah luar bandara dan sebuah mobil sedang keluaran Eropa sudah terparkir di sana. Melihat itu Nanda menggoda Kakaknya itu. "Wah, rupanya Ratu Anindia putri meminta sang pangeran untuk menjemput adiknya!" goda Nanda, mengikut tangan Kakaknya.
"Ah, jangan mulai deh ini kan hari minggu kebetulan mas Ahmer sedang libur kerja"
"Tapi dia memang biasa rela libur kerja jika di minta menemani Kakak kemana saja"
Nanda terus memuji pacar Kakaknya itu.
Ahmer keluar dari mobil dan membantu Nanda memasukan kopernya ke dalam bagasi mobil. "Wah, satu tahun tak bertemu kak Ahmer tampak sangat menawan dan tambah tampan"
Ahmer tersenyum simpul mendengar pujian sekaligus godaan Adik pacarnya itu.
"Sudah ayo masuk, Mama sama Papa sudah minggu kita" Anindia masuk ke mobil bagian depan sementara Nanda di belakang.
Di perjalanan mereka terus berbincang, bahkan Nanda terus mengeluarkan guyonan yang membuat Ahmer hampir terpingkal-pingkal tertawa.
Mereka tiba di rumah, pak Hadi dan ibu Hadi tampak berdiri di depan pintu menunggu kedatangan putri bungsu mereka.
Mereka sangat antusias memeluk Nanda begitu gadis itu berlari keluar dan memeluk orang tuanya.
Kini semua orang berkumpul dan berbincang, bergabung juga anak kedua keluarga Hadi, yaitu Demas anggara. Anak lelaki yang pendiam itu memang tidak sering ikut berkumpul biasanya.
"Ramai sekali rumah kita, tidak sabar untuk segera memiliki cucu" celetuk pak Hadi.
Semua pasang mata tertuju pada Ahmer dan Anindia. Mereka langsung malu-malu.
"Sabar ya pak, 3 bulan lagi kami akan menikah" ucap Ahmer yang di ikuti sautan antusiasme dari keluarga lainnya.
Anindia sudah lulus dari universitas sastra sebagai lulusan terbaik. Namun saat ini ia fokus pada rencana pernikahannya dan belum memiliki minat bekerja. Di tambah Ahmer juga menyuruhnya untuk fokus di rumah saja.
Saat reuni Anindia selalu menjadi bahan perbincangan teman-teman nyaman. Mereka tidak menyangka gadis yang selalu di ratu kan oleh anak seorang pebisnis terkenal itu akhirnya akan menikah, mereka bahkan terus membicarakan bagaimana Ahmer melamar Anindia di kampus sebelum mereka lulus.
Dan cerita paling terkenal adalah ketika Ahmer datang mengikuti camping mahasiswa dan mahasiswi saat itu, lelaki itu datang dan memesan ratusan cup kopi terkenal dan di kirim ke sana atas nama Anindia. Dan juga saat hujan dia rela datang menjemput Anindia, lelaki bertubuh atletis itu keluar dari mobil mewah membawa payung memakai jas kerjanya dan mencuri ratusan pasang mata.
Senyuman bahagia Anindia sebagai kekasih seorang pengusaha tampan dan juga kesayangan keluarganya membuat beberapa teman nya iri.
Hari ini Anindia akan pergi untuk fitting baju pengantin, ia menelpon Ahmer namun tidak ada Jawaban. Ia mengira Ahmer mungkin sangat sibuk, sehingga Anindia pergi sendirian.
Dua jam berlalu, Anindia sudah selesai mencoba gaun pengantin nya namun Ahmer masih belum bisa di hubungi. "Apakah Ahmer sedang meeting, padahal dia bilang hari ini bisa ke sini" lirih Anindia sembari memainkan ponselnya.
Karena hari tampak mendung, Anindia berpikir untuk pulang saja dan menghentikan taksi. Namun taksinya berada di seberang, Anindia mengangkat tas nya untuk menutupi kepala, karena rintik hujan sudah mulai turun.
Ia berlari kecil memakai sepatu hak tinggi, agar segera bisa masuk ke taksi. Ia sudah memastikan aman saat menyebrang, namun baru sekitar lima langkah, sebuah mobil tampak berkendara cepat dan Anindia tak menyadarinya.
Brakkk....
Suara itu di ikuti dengan suara rem yang di injak sehingga menimbulkan bunyi di mana ban berhenti paksa di atas aspal setelah menabrak sesuatu.
Tubuh Anindia terpental beberapa meter, sembari tangan nya memegang perut dan tangan satunya lagi terkulai lemas. Ponsel itu menyala begitu terpental dengan pemiliknya. Wallpaper bahagia, senyuman kedua insan yang di mabuk cinta. Ya, foto Anindia dan calon suaminya Ahmer kini ponsel itu tampak basah di jatuhi hujan.
Matanya semakin kabur, terdengar suara orang berkumpul berteriak! Dalam hitungan menit Anindia kehilangan kesadaran nya.
Dua hari berlalu dan hari ini Anindia terbangun, matanya melihat sekeliling dengan perlahan.
Seorang Dokter tampak sedang berbicara dengan orang tuanya, ia mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan walau kedua orang tuanya belum menyadari bahwa ia sudah sadar.
"Putri anda mungkin tidak akan memiliki keturunan karena benturan keras di area perutnya, hal ini adalah dampak dari keputusan yang di ambil kemarin" jelas Dokter.
"Ma, Pah" lirih Anindia.
Mendengar lirih Anindia putrinya mereka langsung menoleh dan segera berlari ke ranjang Anindia berada.
"Apa yang di katakan Dokter? mengapa aku tidak bisa punya anak?"
Alih-alih menanyakan keadaan dirinya, ia malah lebih terpaku pada pembicaraan orangtuanya nya yang ia dengar.
"Sayang, tenanglah semuanya baik-baik saja kami harus sembuh dulu dan fokus pada pemulihan"
"Mah tolong katakan aku ingin tahu," Anindia kini memegang tangan ibunya.
"Kamu baru saja melakukan operasi kemarin dan rahim mu di angkat!"
"Rahim ku? apakah karena itu aku tidak akan punya anak, Ma jawab aku" Anindia memegang tangan ibunya dengan erat menanti jawaban.
Tidak menjawab pertanyaan putrinya, orang tua Anindia malah menangis. Tidak tega melihat putri nya yang amat ia sayangi harus mengalami ini, padahal acara pernikahan nya sudah dekat.
Anindia menangis histeria, sore sudah tiba dan tidak lama berganti malam. Sosok lelaki yang ia tunggu sebelum kecelakaan tampaknya belum terlihat bayang hidung nya.
"Sayang, ayo makan dulu agar bisa segera minum obat"
Ibunya terus membujuk Anindia, namun gadis itu tetap bungkam dan hanya bulir-bulir air mata yang terlihat membasahi pipinya.
Sesekali ia meremas baju di bagian perutnya, membuat siapapun yang melihat merasakan kesakitan gadis itu.
Keesokan harinya, Ahmer datang ia berjalan ke samping Anindia.
"Sayang!" panggilnya, membuat gadis itu melirik ke arah lelaki yang sangat di cintai nya.
Anindia menatap wajah calon suaminya itu dengan perasaan perih di dada. "Kamu dari mana saja? kamu kemana saat itu?" lirih Anindia pada Ahmer.
Mendengar ucapan itu membuat Ahmer gemetar, bayangan kecelakaan kemarin membuatnya trauma. Ya, dialah yang berada di mobil itu, mobil yang menyebabkan Anindia mengalami ini.