Setelah keduanya berdiri kaku beberapa saat. Perempuan itu kini melangkah lebih dekat, Ahmer tampak sangat terkejut.
Namun Anindia yang belum mengetahui duduk perkaranya, hanya tersenyum pada perempuan itu.
"Maaf, apakah anda memanggil suami saya? atau apakah kamu mengenal nya?" tanya Anindia pada perempuan dengan rambut hitam legam.
"Ya, saya mengenalnya" jawab perempuan itu.
"Kenapa kamu kesini?" tiba-tiba itulah yang terdengar dari mulut Ahmer.
Anindia menoleh pada suaminya. "Sayang, apakah kamu mengenalnya?"
Mendengar jawaban suaminya Anindia paham betul mereka saling mengenal. Sehingga Anindia langsung berinisiatif mengajak perempuan itu ke dalam rumahnya.
Ia mempersilahkan perempuan itu seraya membuka gerbang lebih besar. "Ayo masuk, biar ngobrol di dalam" Ajak Anindia!
Namun belum Ahmer menghalangi perempuan itu, ia lebih cekatan dan melangkahkan kaki ke area rumah mewah yang di tinggali Ahmer dan Anindia.
Ahmer mengepalkan tangannya, namun ia melihat Anindia sangat ramah sembari bertanya usia bayi itu.
Kemudian Anindia berniat membawakan secangkir gelas untuk tamu , ia berjalan ke arah dapur tersebut .
Lalu Ahmer menghampiri wanita yang menggendong bayi tersebut , ia kemudian bertanya .
" Kamu mau apa kesini?"
" Aku ingin bertemu denganmu Ahmer !
" Pergi saja jangan mangada Ngada , aku sudah berumah tangga " jawab Ahmer.
" Ini anakmu ! kau harus bertanggung jawab dengan anak ini , aku tidak ingin pergi dari sini mohon akui anak ini beri dia fasilitas yang baik yang seharusnya ia miliki!"
Tanpa mereka sadari pembicaraan itu di dengar oleh Anindia.
Suara dentingan kaca yang jatuh di atas marmer mewah itu kian menggema di telinga Ahmer dan Sarah,perempuan di depannya.
Ia mengira salah satu asisten rumah tangganya ada di sana.
" Ada siapa di sana "? ucap Ahmer
Lalu Ahmer memastikan siapa yang berada di sekat itu . Ahmer berjalan menuju sekat ruang tamu ia melihat Anindia sedang memungut pecahan kaca dari gelas itu.
"Apa salahku ?hingga kau begini kepadaku "? tanya Anindya. Ia menatap lelaki di depannya yang sangat ia percayai selama ini
Ahmer hanya terdiam dam membisu, rasa bersalahnya datang bersaman entah apa yang harus ia katakan pada istrinya itu.
"Jawab dia siapa?'' Anindia kini bertanya dengan nada suara gemetar menahan bulir air mata yang menggenang di pelupuk matanya.
Ahmer mulai mendekat dan memeluk Anindia .
"Pernikahan seumur jagung ini kau sudah menghancurkannya , akal sehat mu di mana?'
" Maafkan aku sayang" hanya kata-kata itu yang terdengar dari mulut Ahmer.
Anindia kemudian terdiam sejenak, ia berusaha mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Ini seperti mimpi.
Kemudian Ahmer pun berkaca-kaca sembari memeluk Anindia , dia terus mengulang ngulang kata maaf tanpa ia sadari perbuatanya menyakiti hati Anindia.
"Kau egois ! sejak kapan kau punya hubungan dengan nya ? tanya Anindia.
Anindia pun bingung , mengapa harus terjadi membuatnya merasa terpukul , awal pernikahan ia sangat bahagia bersama suaminya dan baru satu bulan pernikahan ia dipertemukan dengan masalah seperti ini .
Ini sungguh tidak masuk akal , bagai mana Ahmer bisa mempunyai anak dari perempuan yang menggendong bayi tersebut.
Siang malam terus berganti, satu detik pun tak bisa Anindia memejamkan mata tanpa mengingat kekejian suami nya terhadapnya.
Ia terus bersabar , ia terus bertanya pada hatinya sendiri "mengapa bisa terjadi padaku " lirihnya.
Ia sudah sangat terpukul tidak mempunyai anak karna rahimnya diangkat sekarang ia melihat suaminya mempunyai anak dengan wanita lain.
Bahkan kesakitan nya sekarang terasa seperti kutukan.
Anindia mengangkat kedua bahunya, ia lemas sorot mata yang kosong sementara yang ia bayangkan adalah saat pertama kali ia mengenal Ahmer.
Ahmer tidak seperti itu itulah yang ia dapatkan selama berhubungan dengan lelaki itu. Bahkan kejadian ini tidak pernah sekalipun terlintas dari benaknya.
Ahmer mulai khawatir sejak Sarah menemui nya , ia memikirkan bayi tersebut dan tentang pernikahan nya dengan Anindia.
Ahmer tidak berbicara sama sekali dengan Anindia setelah kejadian itu, sementara Sarah kembali ke rumahnya dan tidak pernah datang lagi ke rumah Ahmer.
Semakin lama ia tidak ingin rumah tangganya larut dalam keheningan, Ahmer merasa sudah memberikan cukup waktu pada Anindia sehingga ia memberanikan diri untuk mengetuk kamar istrinya yang memutuskan tidur terpisah setelah kejadian itu.
Tapi Anindia tidak mendengarkan nya, ia bahkan tidak membuka pintu sama sekali .
Ahmer berniat berbohong dan mengirim Sarah serta anak itu ke luar negeri, ia ingin menjelaskan pada Anindia seolah itu adalah kebohongan yang di buat Sarah
Penghianatan ini sudah jelas tidak bisa di maafkan, namun mengingat Ahmer tetap menikahinya dalam keadaan dirinya seperti sekarang membuat ia bimbang.
Ia ingin tahu tentang kebenaran nya.
Anindia akhirnya berniat mencari tau dan menanyakan tentang peristiwa tersebut.
Anindia melakukan check up ke Rumah Sakit, karena takut ada yang terjadi setelah kecelakaan besar itu.
Baru saja ia akan masuk ke lobby Rumah sakit, seseorang terdengar memanggil namanya. "Nandia" panggilnya.
Suara itu membuat Anindia menoleh. Ia langsung mengenali teman lamanya itu.
"Raisa!" ucapnya sembari tersenyum.
Mereka bersalaman, dan tampak keduanya sangat bahagia. "Bagaimana keadaan mu, aku belum sempat ke ruangan mu waktu itu karena ada operasi besar saat kamu di rawat di sini dan aku terus sibuk sepanjang waktu" Raisa menjelaskan tentang saat Anindia mengalami kecelakaan dan di rawat di Rumah sakit ini.
"Ah, ya tidak apa-apa aku tahu Dokter sangat sibuk sekali dan banyak yang harus di utamakan" jawab Anindia.
"Lalu bagaimana anak Kakak ipar mu apakah dia sehat?" tanya Raisa kemudian.
"Kakak ipar?" Kini Anindia mengerutkan keningnya.
"Ya, di hari yang sama kamu masuk ke rumah sakit saat kecelakaan. Ahmer datang bersamaan dengan kakaknya yang akan melahirkan, namanya Sarah kalau tidak salah" lanjut Raisa.
Mendengar itu Anindia hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya. Raut wajahnya berubah menjadi pucat. "Ra, bisakah kita bicara sebentar sambil duduk?" pinta Anindia.
Melihat keadaan Anindia yang tampak sedikit tidak baik-baik saja, membuat Raisa mengangguk dan mereka duduk di ujung koridor rumah sakit yang cukup sepi hari itu.
"Ada apa Nin?" tanya Raisa.
Anindia mengatur nafas nya. "Ahmer tidak memiliki kakak" lirih Anindia, Mbai menatap mata Raisa dengan sungguh-sungguh.
Mendengar itu, Raisa paham bahwa Anindia penasaran tentang perempuan yang di antar Ahmer ke rumah sakit.
"Aku seorang Dokter, aku bersumpah untuk tidak menyebarkan informasi pasien, tetapi jika kamu hanya bertanya nama dan usianya itu tidak masalah karena kita saling kenal"
Anindia mengangguk, kemudian memegang erat tangan Raisa.
"Sarah, usianya 25 tahun dia melahirkan anak laki-laki berbarengan dengan saat kamu kecelakaan dan walinya adalah Ahmer ia mengatakan bahwa dirinya sebagai Adik pasien"
Anindia hanya mematung, ia tidak tahu harus menerjemahkan teka-teki ini seperti apa.
"Nin, are you okay?" tanya Raisa.
"Aku akan pulang sekarang, aku akan menghubungi mu nanti Ra" ucap Anindia dengan tergesa-gesa dan segera berdiri dari duduknya.
Ia tampak sedikit berlari walau langkahnya tampak berat, dan dadanya sesak. Pikirannya sudah di penuhi hal-hal yang ingin ia pecahkan.