Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

SILENT (Diam)

๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉShi_lunaticblue
13
Completed
--
NOT RATINGS
29.4k
Views
Synopsis
Kotoha Oto gadis aneh yang tidak diperbolehkan bicara sepatah katapun oleh orangtuanya. dia hanya menjawab dengan anggukan atau gelengan serta menulis di atas kertas karena hal itu dia menjadi target bullying teman sekolahnya dan di jauhi oleh orang-orang di lingkungannya. lalu peristiwa yang merenggut nyawa Ayahnya pun terjadi, saat itulah dia tau alasan kenapa dia tidak diperbolehkan bicara. hari-hari semakin sulit baginya. di tengah rasa frustasi yang menyiksa, seorang murid pindahan bernama Urei Satou mulai mendekatinya. pemuda baik hati itu selalu memberikan kebahagiaan-kebahagiaan sederhana yang bahkan tidak pernah Kotoha impikan sebelumnya. namun, seakan tidak ingin Kotoha hidup dengan normal. Saeki dan teman-temannya membuat banyak rencana busuk untuk terus membuat Kotoha terpuruk. Kotoha ingin membalas dendam orang-orang yang telah menyakitinya dengan kemampuannya. lalu sebenarnya apa kemampuannya itu? apakah dendam Kotoha terbalaskan? dan apakah Urei akan menerima Kotoha apa adanya setelah ia mengetahui tentang kemampuannya?
VIEW MORE

Chapter 1 - Kotoha Oto

'Bagaimana rasanya hidup tanpa kata?

Tidak diperbolehkan bicara,

Tidak bisa mengungkapkan apa yang kau rasa?'

***

Sejauh yang aku ingat, saat itu usiaku 7 tahun. Ibu dan ayahku melarang aku bicara apapun kepada siapapun tanpa kecuali. Aku hanya boleh mengangguk atau menggelengkan kepala sebagai jawaban dan untuk antisipasinya pertanyaan yang memerlukan jawaban panjang mereka selalu membekaliku sebuah ballpoint dan buku kecil yang dikalungkan di leherku.

Mereka tidak memberitahukan apapun alasannya. Dan aku tidak mencoba mencari tahu serta tidak sedikitpun menaruh curiga pada mereka.

Aku ini tidak bisu, aku juga tidak tuli. Aku hanya aneh.

Aku bisa bicara normal, tapi hanya jika aku sedang sendirian. Suaraku itu jika kau bisa mendengarnya akan terdengar seperti tiga orang berbeda yang bicara secara bersamaan. Aku menerka itu adalah alasan kenapa ayah dan ibu melarangku bicara. Tapi setelah aku mulai beranjak remaja, aku mulai bertanya-tanya.. aku yakin bukan hanya itu alasannya.

Ayah dan ibuku, tidak pernah membiarkan aku bermain diluar, mereka lebih suka membelikan banyak mainan agar aku tetap didalam rumah. Banyak yang mereka takutkan, aku yakin salah satunya adalah rasa malu karena anak mereka yaitu aku memiliki 'keadaan' seperti ini. sering sekali, karena rasa bosan yang menyiksa aku beranikan diri pergi keluar rumah, dan aku selalu menyesalinya.

Karena apa yang terjadi padaku. Orang-orang selalu memanggilku 'Si aneh' dan menggangguku. Sejak kecil aku sudah sangat sering pulang dalam keadaan luka-luka. Ibuku dengan wajah panik akan bertanya "Siapa yang melakukannya?!" Atau "Bagian mana yang terluka?" Dan "Kenapa tidak membela diri?!"

Bagaimana aku menjawab semua pertanyaan itu? Aku masih bisa menunjuk bagian mana tubuhku yang terluka. Tapi 'siapa pelakunya?' apakah aku harus berlari dan menunjuk orang-orang yang melakukannya satu persatu? Lalu 'kenapa tidak membela diri?' bagaimana aku bisa membela diri jika berkata 'jangan' saja aku tidak boleh?!

Aku marah! Karena terlalu sering marah dan tidak bisa mengungkapkannya aku jadi sedih, lalu aku akan menangis sekeras mungkin. Karena terlalu sering menangis aku jadi lelah, kemudian aku jadi terbiasa.

Setelah lewat beberapa tahun, usiaku sudah 11 tahun. Ibuku berhenti bertanya padaku tentang luka yang aku terima. Akhirnya, yang bisa ia katakan hanya "Biarkan saja, kau hanya harus diam" Ibuku.. putus asa!

Aku dilempari kerikil. Aku diam

Lokerku diisi sampah. Aku hanya diam

Mejaku dicoret-coret. Aku diam

Mereka mengolok-olok dan merobek buku catatanku. Aku hanya diam.

Mereka memukulku dan mengunci diriku di dalam toilet. Aku diam.

Karena aku Kotoha Oto. Hanya diperbolehkan untuk diam.

***

"Maiko Ueno" Aki-sensei sedang mengabsensi murid-murid di kelasku. Suara baritonnya terdengar merdu, mungkin saja jika dia bernyanyi dan menjual rekamannya ke studio rekaman major akan laku di pasaran.

"Hadir" gadis dengan rambut Bob pendek, berwajah bulat mengangkat tangan kanannya.

"Saeki Mizuhara"

"Hadir" gadis cantik berwajah khas oriental dan berambut ombak panjang kecoklatan, mengangkat tangannya. Dialah sang iblis. Kenapa aku sebut dia iblis? Karena dialah ketua geng di kelas ini yang selalu mengganggu ketenanganku. menjahiliku setiap ada kesempatan.

Aku awalnya sangat ketakutan, sekali lagi kenyataan menyadarkanku.. bahwa aku hanya bisa diam, jadi yang bisa nalarku lakukan hanya menganggap semua kejahilan itu adalah hal wajar bagiku. Aku hanya harus bersabar sampai lulus SMA nanti.

"Kotoha Oto"

Aku mengangkat tanganku, tentu saja tidak bersuara. Aki-sensei menunggu beberapa detik lalu menoleh kesana-sini. "Kotoha Oto?"

"Dia sudah mati" Saeki bicara sambil menoleh kearahku yang masih mengangkat tangan kananku. Gadis ini duduk dua baris di depanku. Seringai tawanya menyapa lalu disusul tawa satu kelas. Tidak dengan Aki-sensei.

Rahang Aki-sensei mengeras. aku melihatnya sekilas, dia marah?

"Oto, kenapa kau duduk di bangku belakang?" Dia menghampiriku "Aku sudah mengatur tempat duduk agar kau bisa duduk di depan dekat dengan meja guru"

Belum sempat aku menulis untuk jawaban atas pertanyaan Aki-sensei, Rin yang merebut tempat dudukku menyela "Sensei, mataku rabun dan akhir-akhir ini nilaiku tidak begitu bagus aku ingin duduk di depan" dia bicara dengan nada manja.

"Kalau begitu gunakan kacamata. Aku dan guru yang lain tidak bisa berkomunikasi dengan Oto jika jaraknya sejauh itu"

"Lagipula sensei, orang seperti itu kenapa harus masuk sekolah normal sih? Kenapa tidak bersekolah di sekolah khusus saja?" Kini Tamura yang bicara sambil memainkan pensilnya. Dia adalah pemuda favorit di kelas ini. Wajahnya tampan, dan dia pintar meski tidak mendapat juara umum di sekolah.

"Sudahlah, Rin ayo tukar tempat dengan Oto!" Rin menggeliat tidak setuju dengan keputusan Aki-sensei, tapi tetap membereskan segala peralatannya. Aku? Jelas sudah siap sedari tadi. Rin sudah berdiri di depan mejaku dan bergumam "Dasar merepotkan" suaranya pelan, tapi aku jelas mendengarnya. Tentu saja, umpatan itu memang sengaja dia lontarkan untukku kan?

Aku hanya diam, tidak bisa membalas. Tapi justru karena itulah Rin menjadi lebih geram padaku. Baru saja aku melangkah kakiku tersandung sesuatu, aku terjerembab buku-buku dan alat tulis yang aku peluk jatuh dan berserakan di bawah kaki para siswa. Salah satu pensil mekanik ku jatuh di bawah kaki Saeki. Dia menginjaknya dengan keras hingga hancur tepat saat aku akan meraihnya. Suara tawa riuh aku dengar.

"Kalian benar-benar anak bermasalah!" Aki-sensei membentak para murid, lalu membantuku berdiri dan mengambil beberapa buku yang masih tercecer di lantai. Aku hanya bisa mengangguk beberapa kali padanya sebagai ganti kata terimakasih, Aki-sensei mengerti dan menepuk pundakku. Mempersilahkan aku duduk.

Sedetik tadi aku merasa istimewa. Dia begitu baik. Tapi aku tidak boleh berharap banyak.

Aki-sensei memulai kelasnya. Pelajaran sastra Jepang, hari ini materinya tentang tanka (puisi), aku kurang mengerti. Tapi mencatat adalah kesukaanku, meski akhirnya aku harus terus menyalinnya kembali pada buku baru. Tentu saja, itu karena buku catatanku akan rusak atau hilang karena kejahilan mereka.

Dia adalah guru favorit di sekolah ini, wajahnya tampan, kulitnya putih bersih, postur tubuhnya tinggi dan tegap lalu yang paling membuatnya istimewa adalah dia ramah dan baik hati. Semua wanita akan menjadikan Aki-sensei sebagai pria idaman.

Dan sang pria idaman ini, selalu baik padaku. Entah karena aku adalah orang aneh target para iblis sekolah yang lapar akan korban, yaah.. kau tahu, bullying saat ini sudah seperti sebuah budaya di Jepang, sehingga harus diistimewakan. Mungkin saja dia takut aku frustasi, lalu bunuh diri. Atau mungkin, Aki-sensei menyukaiku? Tidak.. kemungkinan itu tidak sedikitpun aku harapkan.

Setidaknya, berkat Aki-sensei aku bisa sedikit merasa lega. Aku bisa belajar dengan tenang tanpa takut diusili Saeki dan teman-temannya. Aku sangat berterimakasih.

***