Tsuyu.. adalah masa-masa hujan turun di awal musim panas. udara lembab dan basah yang biasanya dibenci banyak orang, justru merupakan favorit bagiku. saat hujan turun kau bisa membaui wangi petrikor yang menenangkan, suara gemuruh hujan yang menghantam atap rumah membuatku leluasa bersenandung tanpa lirik. tidak akan ada yang protes dengan suaraku.
Bulan Juni sampai Juli adalah bulan-bulan berat bagi kami para pelajar. karena sebelum bulan Agustus akan ada ujian midsemester.
semua sibuk belajar dan kegiatan klub, termasuk aku.
Aku tidak punya banyak keahlian dan juga tidak memiliki banyak ketertarikan, aku hanya bisa menggambar lebih baik dari yang lain. klub seni lukis adalah satu-satunya pilihan yang aku punya.
Beruntungnya aku, Saeki dan kawanannya tidak sedikitpun berminat masuk klub ini.
Guru pembimbing klub seni adalah Matsunaga-sensei, dia guru seni yang hebat. dia bisa menciptakan apapun, dengan bahan apapun. kreativitas nya tidak terbatas.. aku tidak hanya memuji. Tapi sifatnya keras dan mudah sekali emosi, hal itu yang membuatnya tidak disukai banyak murid di sekolah.
Dan karena sifatnya itulah, aku mendapat masalah.
***
Klub seni lukis memiliki sebuah projek amal untuk di selesaikan bulan ini juga. masing-masing anggota klub membuat sebuah lukisan tentang kemanusiaan dan akan di pamerkan di jalan dekat sekolah, hasil penjualannya akan di sumbangkan ke yayasan sosial dekat sini.
Semua lukisan yang kami kerjakan sudah rampung dan aku ditugaskan untuk merapihkannya di ruang klub seni. aku memang bukan orang terampil tapi, semampuku tugas yang diberikan akan aku lakukan dengan baik.
Aku yakin itu! tapi-
"Dimana lukisan-lukisan itu?!" suara Matsunaga-sensei menggelegar, terdengar hingga keluar ruangan. semua anggota berkumpul, saling berbisik dan bertanya-tanya. sama halnya dengan ku.
Aku menulis jawabanku di buku dan menunjukan kearah Matsunaga-sensei agar ia membacanya "Aku letakkan disini"
"Dimana?! aku tidak melihatnya! yang lain juga sudah mencari dan tidak menemukannya!" dengan nada tinggi yang tidak sedikitpun ia turunkan, terus menerus memojokkan ku.
Aku menyusun semua lukisan yang berjumlah 15 di atas meja di pojok ruangan, lalu pergi sebentar untuk ke toilet. setelah kembali semua anggota klub sudah disini, dan Matsunaga-sensei terlihat tidak senang.
Kami mencarinya, dan tidak menemukannya.
lalu berakhirlah aku disini terus menerima teriakan amarah guru pemarah satu ini.
"Aku benar-benar meletakkannya disini" setidaknya itulah tulisan yang aku tunjukkan pada Matsunaga-sensei. dia membuang nafas kasar dan memijat dahinya.
"Sensei, aku menemukannya!" salah satu siswa berteriak dari pintu ruangan. dia terlihat masih tersengal-sengal habis berlari. "Ikuti aku" dia bicara sebentar lalu kembali berlari kearah dimana dia tadi datang. kami mengikutinya, tentu saja aku yang pertama berlari.
Siswa tadi bernama Miura, dia terus berlari menuruni tangga dan menuju keluar gedung sekolah. menuju ke arah belakang gedung olahraga.
Perasaanku makin tidak enak dan benar saja
Lukisan itu tertumpuk asal-asalan, beberapa lukisan catnya luntur, dan yang lain sudah sobek. Hancur. tidak terlihat lagi sebagai lukisan-lukisan yang susah payah kami buat kemarin-kemarin.
Semua terkejut, marah, kecewa, tidak percaya dan bertanya-tanya siapa yang keji melakukan ini. Tentu saja aku juga. Tapi, mereka satu persatu mulai menatapku.
"Aku selalu tahu bahwa kau adalah bencana!" salah satu anggota klub, Reika mulai bersuara. sejak awal dia memang tidak menyukaiku. Tapi hanya sebatas tidak mau menjadi teman satu kelompok denganku. Selebihnya dia bersikap kooperatif dan profesional.
"Kenapa bisa ada disini Kotoha?!" Takeru bertanya padaku, tapi nada bicaranya penuh penekanan. aku yakin mereka berpikir aku yang salah, aku yang melakukannya. Aku menggeleng kuat-kuat, bukan aku!
Sungguh bukan aku!
"Kita akan melukis lagi" suara bariton Matsunaga-sensei terdengar dingin "Tapi aku tidak mau kau ada dalam klub ini lagi. aku yakin kau punya banyak alasan melakukan ini. tapi projek ini penting untuk klub seni" dia bicara tanpa melihatku.
Aku.. ingin menyangkalnya. Tapi sudahlah.. mereka tidak akan percaya.
"Mulai besok keanggotaan mu, aku coret. cobalah cari klub lain yang cocok dengan dirimu. klub paduan suara mungkin" ejekan yang dingin dan menyakitkan hati. Aku tidak percaya guru ini adalah guru yang aku kagumi.
Mereka berlalu dengan berbisik satu sama lain. mereka yakin aku tidak mendengarnya. tapi, aku mendengarnya. Mika menepuk pundakku sebelum pergi. aku yakin ada beberapa yang percaya bahwa bukan aku yang melakukannya. tapi mereka lebih memilih diam. mereka tidak bisa membuktikan dan takut untuk tahu siapa yang melakukannya.
Di dekat tumpukan lukisan rusak itu, aku menemukan sebuah jepit rambut yang bertabur mutiara imitasi. Aku tahu siapa orang yang selalu memakai aksesoris norak seperti ini untuk pergi ke sekolah. aku tahu pasti!
Saeki! si gadis Iblis itu!!
***
Aku berjalan cepat kearah kelasku, di atas pintunya terdapat sebuah papan kayu bertuliskan 2-A. para gadis-gadis kejam itu sedang tertawa-tawa didalam sana. mereka merasa bahagia setelah menghancurkan seseorang.
Nafasku memburu, bukan karena lelah. tapi ini sebuah amarah. aku selalu membiarkan mereka melakukan apapun yang mereka suka di kelas ini. tapi, tidak ku sangka mereka akan mencoba mengusik ketenangan ku di sarang kecilku yang cuma sebentar itu. keterlaluan!
Aku membuka Kasar pintu geser kelas ku. mereka terlihat terkejut sebentar lalu menyeringai. mereka berpikir mangsa mereka sangat bodoh sehingga aku berani datang ke sarang mereka sendirian. aku sangat bodoh.. ya jika menjadi bodoh bisa mencakar wajah mereka dan menjambak rambut mereka. aku tidak keberatan.
"Kenapa?" Saeki bicara dengan suara khasnya. penuh dengan ledekan yang memuakkan.
Aku menggebrak meja, dan meletakkan jepit rambut itu disana. Yuki tampak terbelalak dan menoleh ke arah Saeki. aku tidak perlu menulis kalimat yang ingin aku ucapkan kepada mereka. aku yakin dengan jelas mereka mengerti apa maksudku.
"Yah.. lalu kau mau apa?"
SIALAN!!! aku tidak marah jika mereka membuatku keluar dari klub, tapi lukisan itu! kami membuatnya susah payah, berusaha membuat yang terbaik yang bisa kami lakukan. Dan dia merusaknya tanpa sedikitpun merasa bersalah! IBLIS!
Tubuhku bergerak sendiri, tanganku reflek menarik rambut berombak Saeki yang lembut dan wangi. Menjambaknya tanpa ampun, aku bisa merasakan helaian-helaian rambut yang tercabut dari pangkalnya. dia menjerit keras sambil terus meronta-ronta, tiga gadis lain mencoba menarikku, Yuki menjambak rambutku dan menarik nya kuat-kuat. aku mulai bisa merasakan kulit kepalaku yang panas dan perih.
sakit.
Saeki juga merasakan hal yang sama. . aku melepaskan cengkraman tanganku, mereka menarik tubuhku dengan kuat hingga aku terjatuh, belum sempat aku bangun mereka bersama-sama mengeroyokku. Wajahku dengan bengisnya mereka cakar, aku sempat merasakan tendangan di paha kanan dan perutku hingga akhirnya suara teriakan seseorang menghentikan mereka.
"Kalian mengerikan!!" seorang pemuda dengan seragam yang berbeda dari sekolah ini.
siapa dia?
Dia membenarkan seragamku yang berantakan dan membantuku bangun. Memapahku berjalan meninggalkan Saeki dan yang lainnya.
"Dimana ruang guru?" katanya pelan sambil terus memapahku, beberapa kali dia menoleh dan membenarkan rambutku yang berantakan.
Aku menunjuk arah tanpa bicara, dia tidak keheranan. mungkin dalam pikirannya aku terlalu lemah untuk bicara saat ini.
Dia membawaku ke ruang guru. Sarang Iblis yang lebih besar daripada kelasku..
***