Kisah ini tidak hanya tentang cinta yang terpisahkan oleh jarak dan wilayah.
Kisah ini juga tidak hanya tentang perseteruan kerajaan yang saling membenci satu sama lain.
Kisah ini juga tidak hanya tentang pengkhianatan, rasa sakit atau pun kematian.
Tapi ... kisah ini juga menceritakan tentang harga sebuah harapan, harga dari sebuah masa depan, harga dari sebuah ketulusan.
Semua kisah itu bermula dari sebuah dunia yang berbeda. Dimulai dari resepsi pernikahan mereka ...
***
"Salahkah jika aku mengirim orang yang kucintai dan orang yang dicintai olehnya ke surga?"
***
17 Januari. Tepatnya hari ini, Ariel dan Annie akan dirajut oleh benang merah cinta. Hari yang menjadi momen bersejarah dalam hidup mereka. Setelah sekian lama mereka merajut kasih dan melewati berbagai rintangan, kini garis finish dari kisah panjang mereka sudah ada di depan mata. Hanya tinggal menunggu waktu saja bagi Ariel tuk mengecup bibir Annie dan mengikatnya dalam sebuah janji suci.
Beberapa menit sebelumnya ...
Ariel sedari tadi mondar-mandir di dalam ruang hias. Tampak kerutan menghiasi dahinya. Namun pipinya terlihat memerah.
"Tidak perlu gugup, Ariel," ucap wanita yang sedang merapikan perlengkapan hiasnya.
"Mbak Jaz! Bagaimana mungkin aku tidak gugup! Aku berpakaian serapi ini dan ini! Hari ini!" Ia menunjukkan jemarinya yang bergemetaran.
Mbak Jaz tertawa melihat Ariel yang benar-benar tidak bisa tenang. Kemudian Mbak Jaz berdiri dan menepuk bahu Ariel. Seketika pandangan Ariel tertuju pada wajah wanita itu.
"Satu-satunya yang bisa menenangkan pengantian pria adalah pasangannya sendiri," ucap Mbak Jaz sembari memutar tubuh Ariel ke arah pintu.
Seolah bisa menerawang keadaan, seketika itu sesosok wanita dengan gaun yang begitu elegan dan nampak mempesona, berjalan dari balik pintu. Gaunnya putih seperti salju. Dihiasi oleh corak mawar yang gemerlapan membuatnya sangat mencolok saat pemakainya berjalan melewati ruangan yg terang. Suara rincing dari gelang yang dipakai di kakinya, membuat setiap langkahnya mampu mencuri segenap perhatian.
Ariel terkesima. Sesaat ia mendekati Annie yang sedang memakai gaun tersebut, Mbak Jaz menghalanginya.
"Mbak Jaz! Minggir dong!"
"Simpan bagian terbaik di momen yang terbaik juga, Ariel," celetuknya.
"Eh ...?" Ariel yang tidak bisa menahan semua rasa kebahagiaannya itu, berteriak, "Annie! Hari ini kamu benar-benar seperti dewi!"
Annie yang mendengar ucapan pasangannya itu tertunduk malu. Tak lama, Annie menatap Ariel dari kejauhan dan berkata sambil tersenyum.
"Ariel ... aku akan menunggumu."
Ariel terjerembab. Ia tidak mampu menahan gejolak rasa yang meledak-ledak itu. Ia ingin sekali berteriak saat melihat Annie pergi memasuki ke ruangan yang telah ditentukan tersebut. Namun sekali lagi, Mbak Jaz menepuk bahunya.
"Tidak perlu khawatir, Ariel. Sebentar lagi dia menjadi milikmu seorang. Bersama membangun kapal yang akan menyeberangi lautan kehidupan. Lalu mulai berlayar di atasnya. Bersama-sama dan untuk selamanya."
"Terima kasih, Mbak Jaz." Ariel berdiri dan merapikan jasnya. "Aku akan menjadi pengantin pria yang paling bahagia di dunia."
"Kalau begitu bersiaplah. Acaranya segera dimulai," ucapnya sembari tersenyum.
Mbak Jaz berusaha untuk tetap tersenyum melepas keberangkatan Ariel menemui calon istrinya. Hatinya terasa berat sekali. Ia tidak ingin melepas kepergian lelaki yang masih ia cintai itu. Rasa cinta yang begitu besar dan tidak bisa dikendalikan bisa berdampak mengerikan bagi dirinya sendiri. Hanya saja, Mbak Jaz menutup mata akan hal itu.
Ariel pun berjalan menuju ruangan yang telah dipersiapkan sambil melempar senyuman ke arah Mbak Jaz.
Upacara sakral itu pun berlangsung. Dan kedua pengantin memasuki ruangan tersebut. Sesaat sang pengantin wanita melangkah, perhiasannya mengeluarkan bunyi gemerincing yang merenggut seluruh perhatian audiens. Setiap pasang mata tidak bisa berkedip sejenak saat menyaksikan kehadirannya. Bagaikan bidadari telah hadir di tengah-tengah mereka.
Kini kedua pengantin itu berada di depan pendeta yang akan menikahkan mereka. Ariel dan Annie saling berhadapan dan berpegangan tangan. Pendeta pun memberikan kata pengantar tentang arti sebuah pernikahan. Kemudian dilanjutkan dengan ikrar suci dan diakhiri dengan mengecup kening sang wanita pengantin. Seluruh audiens pun tidak bisa menahan haru saat mereka berdua telah disahkan menjadi sepasang suami istri.
Hanya saja, selang beberapa detik, gedung yang mereka gunakan pun runtuh oleh ledakan yang durjana. Diduga teroris menyerang gedung itu dan menghancurkannya menjadi puing-puing keputusasaan. Kedua pengantin yang baru saja mengikrarkan janji suci itu pun terpisahkan oleh kematian. Sebuah kebahagiaan yang sangat singkat.
Walau tidak lagi mampu berbicara, Tuhan tahu akan penyesalan mereka.
***
Pria bertubuh besar itu tengah bersiap menuju pertempuran terbesar yang belum pernah ia rasakan. Ia menatap langit dan menaruh tangan kanannya di dada. Kemudian menutup mata dan berbisik pada senja.
"Diriku tidak pernah menyangka. Hari di mana Rajaku, Andrew Udanost akan mengakhiri dinasti Kralovna dan menghancurkannya. Demi Rajaku dan demi kerajaan ini, daku, Praha, akan mempersembahkan kepala Ratu Alia Krasna sebagai tanda kemenangan."