"Awal dari semua rasa adalah harap. Tanpa diawali harap, sebuah rasa takkan tercipta."
~Shuiliu Meili
๐ฅ๐ฆ๐ฅ๐ฆ๐ฅ๐ฆ
Di trotoar yang penuh dengan pejalan kaki terlihat seorang gadis berambut panjang berjalan marah. Wajahnya yang putih nan lembut mendadak terlihat seperti singa yang kehilangan mangsanya.
"Baji*gan! mereka berdua ternyata membawa belati di tangan, menusukku dari belakang. Teratai putih dan an*ing penjilat! Benar - benar pasangan yang cocok," maki Shuiliu Meili seraya menghentakkan kakinya ke tanah.
Dia adalah pengusaha paling sukses di Provinsi An Yu. Perusahaannya sedang naik daun. Banyak pemimpin perusahaan lain yang mengajak bekerja sama dengan perusahaannya, tapi tidak semua dia terima.
Selain sebagai pengusaha sukses, sebelumnya dia juga gadis paling beruntung karena memiliki pacar yang rela menghabiskan waktunya dengan dirinya.
Lelaki itu adalah orang yang selalu ada untuknya setelah sahabatnya. Dia yang menghapus butiran air yang turun dari matanya. Dia pula yang membuatnya tersenyum setiapkali hatinya dirundung sedih. Dia adalah orang paling berharga di hati Shuiliu Meili setelah sahabatnya. Namun, itu sebelum mereka merampas semuanya. Itu sebelum sahabat yang paling dia percaya mengkhianati dirinya.
Rasa memang tidak selamanya sama. Rasa juga tidak selamanya ada. Kini, rasa cintanya kepada lelaki itu berubah menjadi benci. Rasa sayang kepada sahabatnya berubah menjadi benci.
Shuiliu Meili memang telah memberi mereka pelajaran, tapi dia tidak puas. Pengkhianat tidak cukup diberi pelajaran fisik, tapi harus diberi pelajaran batin.
Pikirannya berkelana. Dia berjalan tak tentu arah. Dia tidak tahu lagi harus ke mana karena orang paling dia percaya justru mengkhianati kepercayaan itu.
Saat pikirannya sedang depresi, telinganya mendengar suara klakson mobil dengan keras secara berulang kali. Dia menoleh mencari sumber suara.
Matanya melihat gadis kecil kecil di tengah jalan. Gadis kecil itu hanya diam dan menutup matanya.
Tanpa pikir panjang, Shuiliu Meili segera berlari ke tengah jalan. Membawa gadis kecil itu dalam rangkulannya. Didekapnya tubuh gadis kecil erat-erat.
Shuiliu Meili menutup matanya. Dia melupakan segala masalahnya. Yang ada di pikirannya hanyalah keselamatan gadis itu. Mereka berguling di jalan.
Beberapa saat setelahnya,
Shuiliu merasa seluruh tubuhnya sakit. Seolah semua tulang yang menyusun tubuhnya telah remuk. Dia mendesis pelan.
"Ibu, Ayah, maafkan Liu'er karena tidak bisa menjalankan perusahaan kalian dengan baik. Setelah ini, Liu'er pasti akan melihat kalian. Liu'er tidak menyesal, Bu, Yah. Akhirnya Liu'er dapat berguna untuk seseorang seperti yang selalu ibu katakan," batin Shuiliu Meili.
Dia menatap gadis kecil dalam rangkulannya. Bibirnya tersenyum lemah.
"Gadis kecil, sekarang kamu selamat. Pergilah! Hiduplah dengan baik, dan ingatlah! Jangan terlalu percaya pada seseorang!" ucap Shuiliu Meili.
Tanpa ia sadari, jarinya menggenggam erat benang merah. Yang mana dilambangkan pengikat jodoh.
Gadis kecil itu membalas ucapan Shuiliu Meili, "Kakak, terima kasih. Aku akan hidup dengan baik, aku harap Surga membalas perbuatan kakak. Aku juga berharap ada seseorang yang akan melindungi kakak dari segala bahaya," ucap gadis kecil dengan cahaya kepercayaan di matanya.
Duaarrr!
Suara petir terdengar dengan keras setelah gadis kecil itu menyelesaikan kalimatnya. Entah kenapa hati Shuiliu Meili menjadi takut. Jantungnya berdebar kencang.
"Gadis kecil, terima kasih atas harapanmu, namun aku tidak akan hidup lebih lama lagi." Suara Shuiliu Meili terdengar begitu serak dan lemah.
"Yakinlah, Kak." Selanjutnya gadis kecil itupun pergi meninggalkan Shuiliu Meili yang terbaring lemah di di dekat trotoar.
Tak menunggu waktu lama, orang-orang pun ramai mengelilingi tubuh Shuiliu Meili yang terbaring di dekat trotoar. Matanya yang menutup perlahan tidak lagi melihat birunya langit saat siang hari.
Dia tersenyum. Mengingat wajah orang-orang berharga di hidupnya. Dia tidak pernah menyesal mengorbankan nyawanya demi kehidupan gadis kecil itu. Setidaknya dia tidak perlu melihat pasangan teratai putih dan an*ing penjilat itu.
Benang merah itu senantiasa melingkar di jarinya yang ramping. Gadis itu tidak tahu bahwa takdirnya yang baru akan segera dimulai. Rasa memang tidak selamanya sama, tapi rasa tidak ada yang tahu jumlahnya. Dan rasa tidak selalu bertambah atau berkurang.
๐ฅ๐ฆ๐ฅ๐ฆ๐ฅ๐ฆ