Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Pangeran Kegelapan

🇮🇩AgungEkoBastien
7
chs / week
The average realized release rate over the past 30 days is 7 chs / week.
--
NOT RATINGS
133
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - Bayangan Dari Mimpi

Mael duduk di sudut kelas, buku catatan terbuka di depannya, namun pikirannya melayang jauh dari pembahasan yang diberikan dosen. Hari-harinya sebagai mahasiswa di universitas besar ini biasanya berjalan biasa saja. Kuliah, perpustakaan, dan sesekali nongkrong di kafe. Tidak banyak teman yang benar-benar dekat dengannya. Bukan karena dia tidak disukai, tapi karena dia lebih memilih menyendiri. Mael adalah sosok yang cerdas, pendiam, dan sering terlihat tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Namun, semua itu mulai berubah beberapa minggu lalu, ketika malamnya mulai dipenuhi oleh mimpi-mimpi aneh. Mimpi yang mengerikan, dengan bayangan hitam yang bergerak di tengah api yang membakar tanpa henti, dan makhluk-makhluk besar, berwujud menyeramkan, berbisik dalam bahasa kuno yang tidak bisa dia pahami.

Malam itu tidak berbeda. Dalam tidurnya, Mael kembali mendapati dirinya di dunia yang sama: padang tandus, dipenuhi reruntuhan, tanah yang hangus, dan langit yang merah gelap, seolah-olah terbakar. Di depannya berdiri sebuah sosok besar, dengan mata merah menyala, bayangan yang mengelilinginya seperti tirai hitam yang bergerak hidup.

"Mael..." Suara makhluk itu terdengar jelas, dalam, dan berat. Meskipun lidahnya asing, Mael entah bagaimana bisa mengerti kata-katanya. "Saatnya telah tiba. Dunia yang kau kenal hanyalah ilusi. Bukalah matamu, lihat kebenaran."

Seketika Mael terbangun, tubuhnya berkeringat dingin. Nafasnya tersengal-sengal. Dia duduk di atas tempat tidurnya, berusaha mengatur napas, mencoba menenangkan diri. Jantungnya berdebar kencang.

"Apa-apaan ini?" bisiknya pada dirinya sendiri, memandang sekitar kamar yang gelap. Mimpi itu terasa begitu nyata, seolah-olah dia benar-benar berada di tempat itu.

Namun, ketakutannya baru benar-benar dimulai saat dia berjalan ke kampus keesokan harinya. Di tengah keramaian mahasiswa yang berlalu-lalang, Mael melihat sesuatu yang tidak seharusnya ada. Di dekat salah satu bangunan tua kampus, ada sosok aneh. Tinggi dan kurus, dengan kulit yang terlihat seperti arang, dan mata merah yang menatap langsung ke arahnya.

Mael terhenti. Apa yang dilihatnya tak mungkin nyata. Makhluk itu berdiri di sana, tak bergerak, namun tidak ada yang tampaknya memperhatikan. Orang-orang berlalu lalang di sekitarnya, seolah tidak ada apa-apa.

Jantung Mael berdegup kencang. Dia menoleh ke kiri dan kanan, berharap menemukan seseorang yang juga melihat apa yang dilihatnya. Tapi tidak ada. Semua orang tampak normal, seperti biasa. Ketika dia menoleh kembali, makhluk itu sudah hilang.

---

Pagi itu, meski matahari bersinar cerah, dunia tampak gelap bagi Mael. Setelah mimpi yang aneh dan mengganggu semalam, dia merasa ada yang berubah. Udara di sekitarnya terasa lebih berat, dingin merayap di kulitnya meski cuaca hangat. Saat dia berjalan menuju kampus, perasaannya gelisah, seperti ada sesuatu yang mengawasi dari setiap sudut.

Kampus yang biasanya menjadi tempat berlindung dari rutinitas mulai terasa asing. Mael mencoba melanjutkan harinya seperti biasa, mengikuti kelas, berbincang ringan dengan teman-temannya, tetapi fokusnya terus teralihkan. Setiap kali dia melihat ke cermin, bayangan dari mimpinya terlintas di benaknya—api, tanah tandus, dan sosok menyeramkan yang memanggil namanya.

Di sela-sela kelas, Mael duduk di bangku taman yang terletak di dekat gedung fakultas, mengamati para mahasiswa yang lalu lalang. Saat dia menatap kosong ke arah kerumunan, sesuatu di kejauhan menarik perhatiannya. Di sudut taman, di antara pohon-pohon rindang, berdiri sosok yang tak biasa—tinggi dan kurus, kulitnya hitam kelam dengan mata merah menyala. Itu sosok yang sama seperti yang dilihatnya dalam mimpi.

Jantung Mael berdetak kencang. Dia berkedip beberapa kali, berharap penglihatannya salah, namun sosok itu tetap ada, menatapnya lurus-lurus. Tak ada orang lain yang memperhatikan makhluk itu. Para mahasiswa berlalu lalang tanpa terganggu, seolah-olah makhluk itu tidak ada.

Dia bangkit dari bangku dengan gugup, berjalan menjauh, berusaha menjernihkan pikirannya. "Ini tidak mungkin nyata," gumamnya pelan pada dirinya sendiri. "Aku hanya kelelahan... mungkin mimpi semalam masih mengganggu pikiranku."

Namun, semakin dia mencoba mengabaikan, semakin kuat perasaan bahwa ada sesuatu yang salah. Ketika dia berjalan ke arah gedung kuliah, bayangan hitam lain muncul di pinggir jalan. Sosok lain, kali ini lebih kecil, namun bentuknya sama janggalnya—seperti makhluk dari neraka. Mael berhenti, memandang sekitar dengan panik, tetapi lagi-lagi, tak ada satu pun orang yang memperhatikan.

Mimpi itu bukan hanya mimpi.

---

Saat malam tiba, Mael duduk di depan laptopnya, mencoba mencari penjelasan. Pikirannya melayang pada berbagai kemungkinan: halusinasi, stres akibat kuliah, atau bahkan sesuatu yang lebih parah. Setelah berjam-jam mencari di internet tentang fenomena aneh yang berkaitan dengan penglihatan atau makhluk gaib, dia menemukan sebuah artikel yang menarik perhatiannya: "Mereka yang Melihat Kegelapan: Legenda Para Pelihat."

Artikel itu berbicara tentang legenda kuno yang menyebutkan orang-orang tertentu yang bisa melihat makhluk dari dunia lain—iblis, bayangan, dan entitas gelap lainnya. Menurut legenda, orang-orang ini memiliki darah kuno yang berasal dari perjanjian dengan makhluk gaib. Mereka yang mampu melihat kegelapan biasanya menjadi target para iblis, karena dianggap sebagai ancaman atau alat untuk membuka gerbang antara dunia manusia dan dunia gaib.

Mael merasa dingin menjalar di tubuhnya. Apakah ini yang sedang terjadi padanya?

Ketika dia hendak mematikan laptop, tiba-tiba, bayangan di kamarnya bergerak. Mael terdiam. Jantungnya berdegup kencang saat dia menoleh pelan ke arah sudut ruangan. Di sana, di dalam kegelapan, sosok tinggi berwajah mengerikan berdiri, menatapnya dengan mata yang menyala merah.

"Mael..." Suara makhluk itu terdengar berat dan dalam, bergema di seluruh ruangan, meski bibirnya tak bergerak. "Kau sudah bisa melihat kami... Ini baru permulaan."

Mael tak bisa bergerak. Tubuhnya terasa beku, pikirannya kacau. Apa yang harus dia lakukan? Lari? Berteriak? Tapi sebelum dia bisa melakukan apa-apa, makhluk itu menghilang dalam bayangan, seolah menyatu dengan kegelapan yang menyelubungi sudut ruangan.

Mael tersungkur di kursinya, napasnya terengah-engah. Dia menatap kosong ke arah tempat makhluk itu berdiri. Ini bukan halusinasi, ini nyata. Dia tidak sedang bermimpi, dan yang lebih mengerikan, dia tahu bahwa ini belum selesai.

Keesokan harinya, Mael mencoba menjalani hari seperti biasa, tapi kini semuanya terasa berbeda. Setiap sudut kampus terasa penuh dengan kehadiran makhluk-makhluk gaib yang hanya bisa dilihatnya. Di antara keramaian, Mael merasa sendirian, terjebak dalam dunia yang tak bisa dia jelaskan kepada siapa pun.

Dalam hatinya, Mael tahu sesuatu yang besar sedang menunggu. Sesuatu yang akan mengubah hidupnya selamanya. Dan dia harus siap, meskipun dia tidak tahu bagaimana cara melawan atau bertahan.

Bayangan dari mimpinya, makhluk-makhluk gaib yang dilihatnya, dan bisikan gelap yang mulai memenuhi kepalanya adalah tanda-tanda bahwa dunia yang dia kenal telah berubah. Dunia ini tidak lagi hanya tentang manusia.

---

Hari demi hari berlalu, dan semakin sulit bagi Mael untuk mengabaikan apa yang dilihatnya. Penglihatan makhluk-makhluk gaib semakin sering terjadi, muncul di tempat-tempat yang tak terduga. Di sudut-sudut lorong kampus, di antara pepohonan, bahkan di kamar apartemennya sendiri. Bayangan hitam dan sosok mengerikan mulai menjadi bagian dari kesehariannya.

Salah satu kejadian paling menakutkan terjadi ketika Mael sedang berada di perpustakaan kampus. Dia sedang duduk di meja besar, dikelilingi oleh tumpukan buku-buku tua yang dia baca untuk mencari petunjuk tentang apa yang dialaminya. Di tengah keheningan perpustakaan, dia mulai merasakan kehadiran yang menakutkan.

Dari sudut matanya, Mael melihat bayangan panjang dan kurus melintasi lorong di belakang rak buku. Perlahan-lahan, bayangan itu muncul dari balik rak, wujudnya tinggi dengan tanduk melengkung dan tubuh yang seperti diselimuti kabut hitam. Mata merahnya bersinar terang di dalam kegelapan, menatap Mael dengan intens.

"Apa kau pikir bisa melarikan diri?" suara makhluk itu berbisik, seperti suara angin yang dingin menusuk tulang.

Mael menelan ludah, tubuhnya kaku, namun tatapan makhluk itu tak henti-hentinya menatapnya. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Napasnya tercekat, tubuhnya gemetar. Tidak ada yang memperhatikan. Orang-orang di perpustakaan tetap membaca buku mereka, tenggelam dalam kesibukan masing-masing, seolah-olah makhluk itu tidak ada.

Dia bangkit dari kursinya dan mundur perlahan, berharap makhluk itu tidak akan mengejarnya. Namun, semakin dia mundur, semakin dekat makhluk itu bergerak.

"Kami tahu siapa dirimu, Mael. Kau bukan manusia biasa..." bisikan makhluk itu terdengar semakin dekat. "Darimu, kegelapan bisa terlahir kembali."

Mael tidak bisa menunggu lebih lama. Dia berbalik dan berlari keluar dari perpustakaan, meninggalkan buku-buku dan catatannya. Jantungnya berdegup kencang saat dia berlari melewati lorong-lorong kampus, menuju pintu keluar.

---

Di luar, udara malam yang dingin menyentuh kulitnya, tapi Mael tidak memperlambat langkah. Kakinya terus melangkah menjauh, semakin jauh dari perpustakaan dan kampus. Hatinya masih berdebar kencang, pikiran berkecamuk.

Apa maksud makhluk itu? Apa yang dimaksud dengan "kegelapan terlahir kembali"?

Mael tahu satu hal pasti: dia tidak bisa terus mengabaikan apa yang terjadi. Dia butuh jawaban. Dia butuh tahu mengapa dia bisa melihat makhluk-makhluk ini dan apa yang mereka inginkan darinya.

Setelah berjalan cukup jauh, Mael berhenti di sebuah taman kecil yang sepi. Dia duduk di bangku kayu, mencoba menenangkan dirinya. Pikirannya penuh dengan kekhawatiran dan pertanyaan. Dunia yang dia kenal selama ini mulai terasa seperti ilusi. Di balik keseharian yang biasa, ada kegelapan yang menunggu, dan dia, entah bagaimana, terlibat di dalamnya.

Saat dia duduk di sana, sebuah suara lembut memecah keheningan malam. "Mael..."

Dia mendongak, jantungnya kembali berdetak kencang. Di depannya, berdiri seorang gadis muda berambut panjang hitam, mengenakan mantel tebal. Gadis itu memandang Mael dengan tatapan serius. Dia mengenali wajah itu—Sophie, teman kuliahnya yang jarang berbicara, namun selalu tampak memperhatikan lebih dari yang lain.

"Mael, aku tahu apa yang kau lihat," katanya pelan, suaranya penuh ketenangan namun ada sesuatu yang mendalam di baliknya. "Aku bisa membantumu."

Mael mengerutkan kening, kebingungan. "Apa maksudmu? Bagaimana kau tahu?"

Sophie duduk di sampingnya, wajahnya tampak serius. "Kau bukan satu-satunya yang bisa melihat mereka. Aku juga bisa."

Mael membeku mendengar kata-kata itu. Selama ini dia merasa sendirian, tapi ternyata Sophie juga mengalami hal yang sama. "Apa yang kau lihat?" tanyanya, suara Mael penuh harapan sekaligus ketakutan.

Sophie menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Makhluk-makhluk dari dunia lain, iblis. Mereka berkeliaran di antara kita, mencari sesuatu. Dan mereka tertarik padamu karena kau istimewa."

"Apa maksudmu aku 'istimewa'?" Mael mendesak, rasa takut dan penasaran mulai bercampur dalam dirinya.

Sophie menatapnya dengan serius. "Ada sesuatu dalam dirimu yang menarik perhatian mereka. Sesuatu yang kuat. Kau mungkin adalah kunci dari sesuatu yang lebih besar."

Mael merasa dunia di sekitarnya semakin tidak masuk akal. Apa yang sedang terjadi? Mengapa semua ini terjadi padanya? Tapi sebelum dia bisa berkata lebih jauh, Sophie berdiri dan menatap ke arah langit.

"Jika kau ingin jawaban, kita harus menemui seseorang," katanya. "Ada seseorang yang tahu lebih banyak tentang ini. Namanya Dr. Alaric. Dia seorang ahli tentang dunia gaib dan legenda kuno. Mungkin dia bisa memberimu penjelasan tentang apa yang sedang terjadi."

Mael ragu sejenak, tapi dia tahu dia tidak punya pilihan lain. Jika Sophie benar, jika dia bukan satu-satunya yang bisa melihat makhluk-makhluk itu, maka dia harus menemukan jawaban. Dan mungkin, Dr. Alaric adalah satu-satunya harapannya.

---

Mael tahu perjalanan ini baru saja dimulai, dan jawabannya mungkin lebih menakutkan daripada yang dia bayangkan. Tapi bersama Sophie, dia mulai merasakan ada sedikit harapan. Ssebuah jalan untuk memahami kebenaran di balik penglihatannya.

Namun, dia juga sadar bahwa setiap langkah yang dia ambil membawanya lebih dekat ke dalam kegelapan.