Mael segera berlari keluar dari perpustakaan, jantungnya berdetak kencang. Kembalinya Dr. Alaric telah membawa ketakutan baru yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Kegelapan yang mengitari pria itu terasa lebih kuat dari sebelumnya, dan dia tahu ancaman ini tidak bisa diabaikan. Dia harus menemukan Seraphina.
Sambil berjalan cepat menuju apartemennya, Mael tak bisa mengabaikan perasaan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Dr. Alaric bukan lagi sekadar manusia biasa yang terobsesi dengan dunia gaib. Dia sekarang adalah makhluk yang terlahir kembali dengan kekuatan gelap, dan lebih buruk lagi, dia mengincar Mael sebagai kunci untuk mencapai tujuan ambisiusnya.
Saat Mael sampai di apartemen, pintu sudah sedikit terbuka, tanda bahwa Seraphina sedang menunggu di dalam. Dia mendorong pintu dengan tergesa-gesa dan masuk.
"Seraphina!" panggil Mael.
Seraphina muncul dari dapur, ekspresinya waspada. "Ada apa, Mael? Kau terlihat gelisah."
"Dr. Alaric... dia kembali," jawab Mael tanpa membuang waktu.
Seraphina tampak terkejut, meskipun cepat menutupi keterkejutannya dengan ketenangan. "Bagaimana mungkin? Dia seharusnya sudah mati."
"Itu yang aku pikirkan," kata Mael. "Tapi dia muncul di perpustakaan tadi. Dia terlihat berbeda, lebih kuat. Dan yang lebih buruk lagi, dia mengincarku. Dia bilang aku adalah kunci untuk membuka jalan menuju kekuatan yang lebih besar."
Seraphina terdiam sesaat, memproses informasi itu. "Ini tidak masuk akal... jika dia berhasil mendapatkan kekuatan yang dia inginkan, dia bisa membuka portal antara dunia manusia dan dunia gaib secara permanen. Itu akan menjadi bencana."
Mael mengangguk. "Aku tahu. Kita harus menghentikannya, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya. Kekuatan yang dia miliki sekarang jauh lebih besar dari yang kita duga."
Seraphina melangkah mendekat, meletakkan tangannya di pundak Mael. "Kita akan menemukan cara, Mael. Kau tidak sendiri dalam menghadapi ini."
Mael merasa tenang sejenak, merasakan kehadiran Seraphina yang memberikan kekuatan. Namun, dia tahu bahwa pertarungan ini tidak akan mudah. Mereka harus bertindak cepat sebelum Dr. Alaric sempat mencapai tujuannya.
Tiba-tiba, sebuah suara berat terdengar dari sudut ruangan. "Aku kira waktunya telah tiba."
Mael dan Seraphina segera berbalik, dan di sana, berdiri sosok Astaroth. Penampilannya tetap seperti pria tampan dengan aura misterius yang memancar dari setiap gerakannya. Mata tajamnya memandang Mael dengan penuh arti.
"Astaroth," Mael menghela napas, setengah lega setengah khawatir. "Apa kau tahu tentang Alaric?"
Astaroth mengangguk pelan. "Tentu saja. Kehadirannya telah mengguncang keseimbangan antara dunia manusia dan dunia gaib. Dia tidak lagi manusia sepenuhnya. Dia sekarang adalah perwujudan dari kekuatan kegelapan yang dia kejar."
Seraphina mendekat ke arah Astaroth, wajahnya tegang. "Apa kau tahu bagaimana kita bisa menghentikannya?"
Astaroth memandang keduanya dengan tajam. "Hanya ada satu cara untuk menghentikan Dr. Alaric: kalian harus memutuskan ikatannya dengan kekuatan gaib yang dia kendalikan. Itu berarti, kalian harus menghancurkan sumber kekuatannya. Dan untuk itu, kalian harus masuk ke dalam jiwanya."
"Masuk ke dalam jiwanya?" Mael terkejut. "Bagaimana mungkin?"
Astaroth mendekat, matanya bersinar dengan api kekuatan yang tak terucap. "Kekuatan yang dimilikinya sekarang berasal dari perjanjian dengan makhluk gaib kuno. Dia telah mengikat jiwanya dengan mereka. Jika kalian bisa menemukan pusat kekuatan itu di dalam dirinya, kalian bisa memutuskannya."
Mael dan Seraphina saling berpandangan, keduanya tahu apa yang akan mereka hadapi jauh di luar batas kemampuan mereka sebelumnya. Namun, mereka juga tahu bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk menghentikan Dr. Alaric.
"Aku akan membantumu," lanjut Astaroth. "Tapi ini bukan perjalanan yang mudah. Jika kalian gagal, jiwa kalian bisa hancur bersama dengan jiwanya."
Keheningan menyelimuti ruangan saat Mael dan Seraphina memproses informasi itu. Mereka tahu risiko ini besar, namun tak ada pilihan lain.
"Aku siap," kata Mael akhirnya, menatap Seraphina dengan tegas.
Seraphina mengangguk. "Aku juga. Kita harus menghentikan ini, apapun risikonya."
Astaroth tersenyum tipis, seolah menghargai keberanian mereka. "Baiklah. Aku akan membawamu ke dalam jiwanya. Tapi ingat, waktu kalian terbatas. Jika kalian terlalu lama di sana, jiwamu akan terjebak selamanya."
Dengan itu, Astaroth mengangkat tangannya, menciptakan lingkaran energi di sekeliling mereka. Mael merasakan gelombang kekuatan yang kuat menyelimutinya. Dunia di sekitar mereka mulai berputar, dan perlahan-lahan, mereka merasa seolah-olah ditarik ke dalam dimensi lain, dimensi jiwa Dr. Alaric.
Gelap, dingin, dan penuh dengan bisikan gaib, dunia di dalam jiwa Alaric terasa seperti labirin tanpa akhir. Di sana, Mael dan Seraphina akan menghadapi ketakutan terdalam mereka, dan menghadapi kekuatan kegelapan yang siap menghancurkan mereka.
Namun mereka tahu, hanya dengan melangkah ke dalam kegelapan itulah mereka bisa menyelamatkan dunia.
-----
Mael dan Seraphina merasakan tubuh mereka ditarik masuk ke dalam pusaran energi yang diciptakan oleh Astaroth. Dalam sekejap, dunia di sekitar mereka berubah drastis. Cahaya yang sebelumnya menyinari apartemen Mael digantikan oleh kegelapan pekat. Suara gemuruh mengisi udara, dan bisikan-bisikan yang tak terhitung jumlahnya berbisik di telinga mereka dalam bahasa yang tidak bisa dipahami.
Mereka berdiri di dunia yang tidak nyata—sebuah tempat yang tampak seperti refleksi gelap dari realitas. Langit di atas mereka gelap, tanpa bintang atau bulan, hanya diselimuti awan hitam yang tebal. Di depan mereka, berdiri reruntuhan sebuah bangunan besar yang tampak seperti istana tua yang hancur, penuh dengan simbol-simbol kuno yang terukir di dinding-dindingnya.
"Ini… di dalam jiwanya?" tanya Mael, suaranya penuh rasa tidak percaya.
Astaroth, yang berdiri di sebelah mereka dengan tenang, mengangguk. "Ini adalah representasi dari jiwa Dr. Alaric. Tempat di mana kegelapan dan kekuatannya terikat. Semua yang kalian lihat di sini adalah manifestasi dari jiwanya, dari ketakutannya, ambisinya, dan hubungannya dengan kekuatan iblis."
Seraphina menatap reruntuhan itu dengan serius. "Kita harus menemukan pusat kekuatannya di sini, bukan?"
"Benar," kata Astaroth. "Di dalam istana itu, terdapat inti dari kekuatan gelapnya. Itu adalah tempat di mana dia mengikatkan jiwanya dengan makhluk gaib kuno. Tapi hati-hati, tempat ini penuh dengan perangkap dan ilusi. Kalian akan menghadapi lebih dari sekadar bayangan."
Mael menelan ludah, rasa takut mulai merayap di dadanya. Tapi dia tahu mereka harus melanjutkan. Dia melihat ke arah Seraphina, dan meskipun dia juga tampak khawatir, tekadnya tidak tergoyahkan.
"Kita tidak punya banyak waktu," kata Seraphina, memecah keheningan. "Semakin lama kita di sini, semakin kuat pengaruh Dr. Alaric pada kita."
Mael mengangguk. Mereka melangkah maju, memasuki gerbang besar reruntuhan istana. Setiap langkah terasa berat, seolah ada energi tak terlihat yang berusaha menarik mereka kembali, mencegah mereka masuk lebih dalam. Dinding-dinding reruntuhan dipenuhi dengan simbol-simbol kuno yang berkilau samar dalam cahaya gelap. Simbol-simbol itu terasa familiar bagi Mael—seperti yang pernah ia lihat dalam buku-buku kuno dan mimpi buruknya.
Di tengah perjalanan, sebuah suara berat bergema di udara, suara yang sangat dikenali Mael.
"Mael..."
Mael menghentikan langkahnya, wajahnya pucat. Itu adalah suara ayahnya.
"Jangan dengarkan itu," Seraphina memperingatkan dengan cepat. "Ini hanyalah ilusi. Tempat ini akan menggunakan kelemahanmu untuk menghancurkanmu."
Mael mengangguk, berusaha mengabaikan suara yang memanggilnya. Namun, rasa bersalah dalam dirinya sulit dihilangkan. Dia terus melangkah, meskipun suara-suara itu semakin kuat, semakin mendesak.
Mereka mencapai sebuah aula besar yang dipenuhi patung-patung raksasa dengan wajah-wajah iblis kuno. Di tengah aula, sebuah lingkaran besar terbentuk dari api biru. Di dalam lingkaran itu, berdiri sosok yang telah lama mereka takutkan. Dr. Alaric.
Dia berdiri di sana dengan tenang, tubuhnya berbalut jubah hitam yang mengalir seperti bayangan. Matanya yang dulu tajam kini tampak bersinar dengan api kegelapan. Di sekelilingnya, energi gelap berkumpul, membuat udara terasa berat.
"Akhirnya kalian sampai," katanya dengan senyum tipis yang penuh kemenangan. "Aku sudah menunggu kalian."
Mael menggenggam tangannya dengan erat, berusaha menahan kemarahan dan ketakutan yang membuncah di dadanya. "Ini harus berakhir, Alaric."
Dr. Alaric hanya tertawa kecil, suaranya dingin dan menggema di ruangan itu. "Berakhir? Tidak, Mael. Ini baru permulaan. Kau bahkan tidak tahu betapa besar kekuatan yang kau miliki. Kau adalah kunci, dan denganku, kita bisa menguasai kedua dunia ini."
Seraphina maju, matanya penuh kemarahan. "Kami tidak akan membiarkanmu melanjutkan rencana gilamu."
Alaric tersenyum licik. "Aku tidak membutuhkan izin kalian."
Dia mengangkat tangannya, dan dari lantai aula, muncul makhluk-makhluk bayangan—iblis-iblis yang terbentuk dari kegelapan dan api biru. Mereka mengelilingi Mael dan Seraphina, memancarkan aura ancaman.
Mael dan Seraphina segera bersiap, energi mereka bergetar di sekeliling mereka saat mereka bersiap menghadapi serangan. Namun, Mael tahu bahwa mereka tidak hanya berhadapan dengan makhluk-makhluk ini. Mereka harus menemukan cara untuk menghancurkan sumber kekuatan Dr. Alaric—dan cepat.
"Astaroth!" Mael memanggil, suaranya penuh urgensi.
Dari kegelapan, Astaroth muncul kembali, wajahnya tetap tenang namun penuh kewaspadaan. "Aku di sini. Kalian harus bertindak cepat. Inti kekuatannya ada di altar itu," katanya, menunjuk ke sebuah altar besar di ujung aula, dikelilingi oleh lingkaran simbol kuno.
Mael mengangguk, lalu menatap Seraphina. "Kita harus sampai ke sana. Itu satu-satunya cara."
Seraphina mengangguk setuju. "Aku akan mengalihkan perhatian mereka. Kau fokus pada altar."
Tanpa menunggu lebih lama, Seraphina melepaskan kekuatan sihirnya, mengarahkan serangan cahaya yang membelah bayangan-bayangan iblis yang mendekat. Mael, dengan cepat, melangkah maju menuju altar, berusaha menembus medan energi yang melingkari Dr. Alaric.
Namun, sebelum dia bisa mencapai altar, Alaric melangkah maju, melemparkan serangan energi gelap yang kuat. Mael hampir terjatuh, tapi dia terus melangkah maju, berusaha menahan serangan tersebut.
"Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan segalanya, Mael!" teriak Dr. Alaric, suaranya dipenuhi kemarahan.
Mael bisa merasakan kekuatan itu menariknya, hampir menghisap seluruh energinya. Tapi dia tahu bahwa dia tidak bisa berhenti. Ini adalah saat di mana segalanya akan dipertaruhkan, pertarungan untuk menghentikan Alaric dan mengakhiri ancaman kegelapan ini untuk selamanya.
Dengan kekuatan terakhirnya, Mael mengarahkan semua energinya ke arah altar. Dia bisa merasakan sesuatu di dalamnya, inti dari kekuatan Alaric, berdenyut dengan kekuatan jahat yang luar biasa.
"Sekarang, Mael!" teriak Astaroth, mendesaknya.
Mael mengerahkan segala kekuatannya dan melemparkan serangan terakhir ke arah altar, memecahkan simbol-simbol kuno yang melingkarinya. Saat itu juga, teriakan Dr. Alaric memenuhi ruangan, dan dunia di sekitar mereka mulai runtuh.
Energi gelap meledak, menghancurkan segalanya di sekeliling mereka, dan Mael merasakan tubuhnya jatuh ke dalam kehampaan, jatuh menuju kegelapan yang tak berujung.