Malam itu, Mael tidak bisa tidur. Pikirannya penuh dengan bayangan masa lalu, kata-kata Dr. Alaric, dan simbol kuno yang kini seolah membakar di pikirannya. Simbol yang mengikat keluarganya pada dunia gaib, pada kekuatan-kekuatan yang tidak sepenuhnya dia pahami. Perjanjian dengan Anemoi entitas gaib kuno telah menempatkan keluarganya dalam sebuah permainan yang lebih besar dari apa yang dia bayangkan.
Pagi harinya, Mael duduk sendirian di meja dapur apartemennya, buku kuno itu terbuka di depannya. Simbol itu mengundang perhatian, seolah memancarkan aura misterius dari halaman yang sudah lusuh. Meskipun Mael tidak mengerti bahasa kuno di sekeliling simbol itu, dia tahu bahwa di dalam buku ini tersimpan sejarah yang menghubungkan keluarganya dengan kekuatan gelap.
Tiba-tiba, ingatan tentang sebuah cerita yang pernah diceritakan oleh neneknya saat dia masih kecil muncul di benaknya. Cerita itu selalu terdengar seperti dongeng tentang leluhur jauh yang memiliki hubungan dengan kekuatan magis, tentang pria yang bisa berbicara dengan angin dan mengendalikan badai. Tapi saat ini, cerita itu tidak lagi terdengar seperti mitos.
Mael merasa ada sesuatu di rumah keluarganya yang mungkin bisa memberinya petunjuk lebih lanjut. Dia harus kembali, tidak hanya ke loteng tempat dia menemukan buku itu, tapi juga menggali lebih dalam mencari di antara arsip lama dan surat-surat keluarga yang belum pernah dia perhatikan.
---
Setibanya di rumah keluarganya, Mael langsung menuju ke ruang bawah tanah, tempat keluarganya menyimpan barang-barang tua selama bertahun-tahun. Ruangan itu dingin dan berdebu, penuh dengan kotak-kotak kayu yang berisi benda-benda lama yang mungkin sudah dilupakan oleh orang lain. Namun, di balik salah satu lemari kayu, dia menemukan sebuah peti tua yang terkunci.
Dengan sedikit usaha, Mael berhasil membuka peti itu. Di dalamnya, dia menemukan surat-surat tua yang sudah menguning, beberapa di antaranya terikat dengan pita merah. Ada juga buku catatan lain, mirip dengan buku bersampul kulit yang dia temukan sebelumnya, tapi ini tampaknya lebih pribadi sebuah jurnal keluarga.
Mael mulai membuka halaman-halaman jurnal itu, dan setiap kata yang tertulis semakin membuat perutnya bergolak. Di dalamnya terdapat catatan dari leluhur jauhnya, yang bernama Julius Valerian, seorang pria yang hidup di abad ke-18. Julius menulis tentang pertemuan dengan entitas gaib yang dia sebut sebagai "angin dari timur" yang sekarang Mael tahu sebagai salah satu Anemoi.
"Aku telah membuat perjanjian dengan kekuatan yang lebih besar dari apa yang bisa dipahami oleh manusia biasa. Mereka telah memberiku kekuatan, kemampuan untuk mengendalikan elemen dan melihat dunia yang tersembunyi. Namun, kekuatan ini datang dengan harga. Setiap generasi keluargaku akan terikat pada kegelapan yang mereka wakili. Darah kami akan menjadi kunci, dan keturunan kami akan diburu oleh makhluk dari dunia lain…"
Mael berhenti membaca, merasa jantungnya berdebar lebih keras. Perjanjian yang dibuat Julius tidak hanya memberikan kekuatan kepada keluarganya, tetapi juga mengutuk setiap generasi untuk menghadapi kegelapan yang datang bersama kekuatan itu. Dan sekarang, kutukan itu jatuh padanya.
Julius menulis lebih lanjut tentang ritual yang dia lakukan ritual yang melibatkan simbol yang kini ada di buku Mael. Simbol itu, ternyata, adalah tanda dari perjanjian mereka. Sebuah tanda yang mengikat keluarga Mael dengan Anemoi dan para iblis yang hidup dalam bayang-bayang.
Ada juga catatan tentang leluhur lainnya, yang tampaknya semakin tersesat dalam kekuatan yang mereka warisi. Beberapa dari mereka menjadi gila, tidak mampu mengendalikan kemampuan mereka dan kehilangan diri mereka dalam kegelapan. Yang lain, seperti Julius, tampaknya berhasil mengendalikan kekuatan itu, tetapi hidup dalam ketakutan akan apa yang akan datang setelah mereka.
Namun, di akhir jurnal itu, ada satu catatan yang benar-benar mengejutkan Mael. Julius menulis tentang sebuah ritual pemutus cara untuk menghentikan kutukan itu dari terus berlanjut.
"Ada cara untuk membebaskan diri dari perjanjian ini, meski itu berbahaya dan mungkin akan memancing amarah kekuatan-kekuatan yang lebih besar. Ritual pemutus dapat menghancurkan ikatan darah dengan Anemoi, tetapi itu akan melibatkan pengorbanan besar…"
Mael menelan ludah. Ini bisa jadi jawaban yang dia cari, tetapi kata-kata terakhir Julius membuatnya merinding. Pengorbanan besar apa yang dimaksud oleh Julius? Apakah itu berarti harus mengorbankan seseorang atau sesuatu yang dia cintai?
Dia terus membaca, tetapi sayangnya, catatan Julius terhenti di situ. Tidak ada rincian lebih lanjut tentang bagaimana melakukan ritual itu, atau apa tepatnya yang harus dikorbankan. Namun, satu hal jelas: Julius telah berusaha untuk membebaskan keluarganya dari perjanjian tersebut, dan mungkin gagal.
Mael berdiri di tengah ruangan yang dingin, napasnya berat. Dia kini berada di persimpangan. Di satu sisi, dia bisa mencoba mempelajari kekuatan yang diwariskan kepadanya, menerima kutukan keluarganya dan menggunakan kekuatan itu untuk melawan para iblis yang terus menghantui dunianya. Di sisi lain, dia bisa mencari cara untuk membebaskan dirinya dan keluarganya, tetapi itu akan melibatkan risiko yang mungkin lebih besar daripada yang bisa dia bayangkan.
Namun, satu hal pasti, dia tidak bisa melarikan diri dari takdir ini. Kegelapan sudah menjadi bagian dari dirinya, dan tidak peduli apa yang dia pilih, perjanjian keluarganya dengan kekuatan kuno akan selalu mengikutinya.
Mael mengunci peti itu kembali dan memasukkan buku catatan Julius ke dalam tasnya. Saat dia keluar dari ruang bawah tanah, dia merasa udara di sekitarnya semakin tebal, seolah ada sesuatu yang mengawasinya.
Ketika dia melangkah keluar dari rumah, suara berbisik terdengar di telinganya—sebuah suara yang sudah tidak asing lagi baginya. Suara Astaroth.
"Kau tidak bisa menghindarinya, Mael. Kegelapan itu adalah milikmu. Dan semakin kau menggali, semakin dalam kau akan jatuh…"
Mael berhenti sejenak, menatap kosong ke depan. Tapi kali ini, dia tidak merasa takut. Dia sudah tahu apa yang harus dia lakukan.
"Aku akan mencari jawabannya," bisik Mael pelan, dengan tekad baru yang membara di dalam dirinya. "Dan aku akan menghancurkan perjanjian ini, apapun harganya."
---
Langit malam terasa lebih pekat dari biasanya saat Mael kembali ke apartemennya. Pikiran tentang sejarah keluarganya yang kelam dan perjanjian kuno dengan Anemoi terus menghantuinya. Suara Astaroth yang masih terngiang-ngiang di telinganya, menciptakan bayangan gelap yang seolah selalu ada di balik punggungnya. Dia tahu, dengan setiap langkah yang dia ambil, dunia gaib semakin dalam menyeretnya.
Di apartemen, Mael duduk di kursi dekat jendela, memandangi kota yang berkilauan di bawah sinar lampu jalan. Di luar, orang-orang terus hidup normal, tidak menyadari kegelapan yang bersembunyi di antara mereka. Tapi baginya, setiap detik terasa seperti medan perang. Buku catatan Julius Valerian tergeletak terbuka di mejanya, dan Mael mulai membaca ulang kata-kata yang tertulis di sana, mencoba mencari petunjuk yang terlewat.
Di bagian akhir jurnal Julius, terdapat sebuah paragraf pendek yang dia lewatkan sebelumnya. Tertulis dengan tinta yang hampir pudar, seolah-olah Julius menulisnya di saat terakhir hidupnya:
"Pengorbanan besar bukan hanya darah dan daging. Untuk memutus perjanjian, jiwa harus ditawarkan, tapi bukan sembarang jiwa. Hanya jiwa pewaris yang bisa menutup lingkaran ini. Pewaris harus memilih antara dua nasib, menyerahkan diri atau menghadapi kegelapan yang tak terhingga."
Mael menelan ludah, jantungnya berdetak lebih cepat. Dia mengerti sekarang pengorbanan besar yang dimaksud Julius adalah dirinya sendiri. Dia adalah pewaris kutukan ini, dan jika dia ingin memutuskan perjanjian keluarganya, dia harus mengorbankan dirinya.
Namun, Mael tidak mau menyerah begitu saja. Dia tidak bisa membiarkan kegelapan menelan hidupnya. Ada cara lain, dia yakin akan hal itu dia hanya belum menemukannya. Jika Julius Valerian bisa menulis tentang ritual pemutus ini, maka pasti ada cara untuk melakukan ritual tanpa harus mengorbankan diri.
Mael menyadari bahwa waktunya tidak banyak. Para iblis, terutama Astaroth, pasti tahu bahwa dia sudah semakin dekat untuk memahami perjanjian keluarganya. Mereka tidak akan membiarkannya lolos begitu saja.
---
Keesokan harinya, Mael memutuskan untuk menemui Dr. Alaric lagi. Dia tahu bahwa profesor itu memiliki pengetahuan mendalam tentang mitos dan dunia gaib, dan mungkin bisa memberikan lebih banyak petunjuk tentang bagaimana melakukan ritual pemutus ini.
Ketika Mael tiba di kantor Dr. Alaric, suasana terasa aneh. Kantor itu biasanya dipenuhi dengan buku-buku berserakan dan cahaya lampu kuning hangat, namun kali ini, jendela tertutup rapat, dan ruangan tampak lebih gelap dari biasanya. Mael merasa ada sesuatu yang tidak beres.
Dia mengetuk pintu, tapi tidak ada jawaban. Setelah beberapa detik, Mael membuka pintu perlahan dan melihat Dr. Alaric duduk di mejanya, punggungnya menghadap ke arah Mael.
"Profesor?" Mael memanggil pelan.
Dr. Alaric tidak merespons. Mael melangkah lebih dekat, dan saat itu, perutnya terasa dingin. Ada sesuatu yang tidak beres. Ketika Mael akhirnya berdiri di samping meja, dia melihatnya mata Dr. Alaric terbuka, tapi kosong. Tubuhnya membeku, seolah waktu telah berhenti untuknya. Di atas meja, tertulis dengan tinta hitam yang aneh, sebuah simbol yang sama dengan yang ada di buku Julius. Simbol itu berkilauan samar di bawah cahaya redup ruangan.
Mael mundur selangkah, menahan napas. "Astaroth..." bisiknya.
Tiba-tiba, suara gelap yang sangat familiar memenuhi ruangan. Suara Astaroth, datang dari bayang-bayang di belakang kursi Dr. Alaric.
"Dia tahu terlalu banyak, Mael. Kau terlalu dekat dengan kebenaran, dan aku tidak bisa membiarkan itu terjadi tanpa memperingatkanmu."
Dari kegelapan di sudut ruangan, wujud Astaroth muncul, wajahnya seperti bayangan yang terus bergerak. Matanya menyala merah, penuh dengan kesadaran yang jauh melampaui usia manusia. Dia melangkah mendekati Mael dengan senyuman yang menakutkan.
"Perjanjian ini bukan hanya tentang keluargamu, Mael. Ini tentang keseimbangan antara dunia kita dan dunia kalian. Jika kau memutuskan untuk melawan, kau akan membuka pintu bagi kekuatan yang lebih besar daripada yang bisa kau bayangkan."
Mael menggenggam buku catatan Julius erat-erat di tangannya. "Aku tidak akan membiarkan diriku atau keluargaku menjadi budak kekuatan kalian. Akan ada jalan lain."
Astaroth tertawa pelan, suara tawa yang menggema di ruangan. "Jalan lain? Kau tidak memahami apa yang sedang kau hadapi. Kegelapan ini lebih tua dari apa yang pernah kau pelajari. Bahkan Julius Valerian, leluhurmu yang terkuat, tidak bisa membebaskan dirinya. Kau hanya pewaris berikutnya, Mael. Dan kutukan ini adalah takdir yang tak bisa dihindari."
"Tapi Julius menemukan cara. Dia tahu tentang ritual pemutus," balas Mael dengan tekad.
Astaroth mendekat, wajahnya hampir menempel di wajah Mael, bisikannya dingin. "Ritual itu akan menuntut pengorbanan. Kau tahu itu. Dan jika kau mencoba melawan, kegelapan yang lebih dalam akan menghampirimu. Aku hanya menjaga keseimbangan, Mael. Tapi jika kau memilih untuk menantang, maka kau akan menghadapi kekuatan yang bahkan aku pun tidak bisa kendalikan."
Mael menatap langsung ke mata Astaroth, merasa ketakutan tapi tidak goyah. "Aku akan mencari jalanku sendiri."
Astaroth tersenyum sinis. "Kita lihat saja, pewaris. Waktu terus berjalan, dan kegelapan akan menelanmu." Dengan satu gerakan tangan, bayangan Astaroth menghilang, dan ruangan itu kembali sunyi.
Mael berdiri sendirian, tubuhnya masih bergetar karena ketegangan. Dia menatap tubuh Dr. Alaric yang tak bernyawa. Apa yang terjadi barusan mengingatkannya bahwa iblis-iblis ini akan menghentikan siapa pun yang mencoba mengungkap kebenaran. Tapi Mael tidak akan menyerah.
Dia tahu, untuk memutus perjanjian dan menemukan jalan keluar dari kutukan keluarganya, dia harus berhadapan langsung dengan kegelapan. Tetapi dia juga yakin bahwa dengan tekad dan pengetahuan yang dia miliki, dia bisa menemukan cara untuk melawan dan menang.
Malam itu, Mael bersumpah bahwa dia akan melanjutkan perjalanan ini, tak peduli apapun rintangannya. Dunia gaib mungkin penuh dengan rahasia dan kegelapan, tapi di dalam dirinya, cahaya tekad mulai bersinar lebih terang.