Chereads / Pangeran Kegelapan / Chapter 14 - Pelatihan Dan Takdir Yang Tersembunyi

Chapter 14 - Pelatihan Dan Takdir Yang Tersembunyi

Keesokan harinya, Mael bangun dengan perasaan campur aduk. Pertemuannya dengan Astaroth meninggalkan banyak pertanyaan yang belum terjawab. Kekuatan baru yang ia rasakan membuatnya penasaran, tapi juga takut akan apa yang akan datang. Dia tahu bahwa dia tidak bisa menghadapi semuanya sendirian.

Saat Mael sedang duduk di meja makan, Seraphina datang menghampirinya. Mata gadis itu terlihat lelah, tapi tekadnya tetap kuat. "Kita perlu berbicara," katanya tegas. "Tentang kekuatanmu, dan apa yang akan datang."

Mael mengangguk pelan, menyiapkan dirinya untuk apa yang akan dia dengar. Dia tahu bahwa takdirnya tidak biasa, dan semakin cepat dia memahami kekuatan itu, semakin siap dia menghadapi apa pun yang akan datang.

Seraphina mulai menjelaskan. "Sejak kau lahir, ada sesuatu yang berbeda denganmu. Garis keturunan keluargamu tidak biasa, mereka memiliki ikatan dengan dunia gaib, ikatan yang sangat kuat. Kau adalah penerus dari kekuatan kuno yang memungkinkan seseorang untuk menjembatani dunia manusia dan dunia gaib."

Mael menatapnya bingung. "Kenapa aku? Dan kenapa sekarang?"

"Kau adalah yang terakhir dalam garis keturunan itu, Mael. Keluargamu telah berusaha melarikan diri dari takdir ini selama berabad-abad, tapi kegelapan selalu menemukan cara untuk kembali. Astaroth dan iblis lainnya tahu siapa kau, karena kau adalah kunci untuk membuka portal antara kedua dunia."

Kata-kata Seraphina membuat Mael merinding. Dia tahu ada sesuatu yang lebih besar di balik semua ini, tapi mendengar bahwa dirinya adalah pusat dari sebuah perang antar dimensi membuatnya semakin gelisah. "Jadi... apa yang harus aku lakukan?" tanyanya ragu.

"Kau harus belajar mengendalikan kekuatanmu," jawab Seraphina. "Kekuatan indra keenammu adalah bagian dari kemampuan yang lebih besar. Dengan latihan, kau tidak hanya bisa melihat makhluk gaib, tapi juga mempengaruhi mereka. Ini bukan hanya tentang melawan, tapi juga tentang memanfaatkan kekuatan dari kedua dunia."

"Latihan?" Mael mengulang dengan nada skeptis.

Seraphina mengangguk. "Ya. Dan aku akan membantumu. Aku tidak hanya di sini untuk melindungimu, Mael. Aku juga di sini untuk memastikan bahwa kau siap ketika waktunya tiba."

Mael merasa beban di pundaknya semakin berat. Tapi dia tahu dia tidak punya pilihan lain. Dunia gaib dan manusia semakin terhubung, dan waktunya semakin singkat. "Baiklah," katanya akhirnya. "Mulai dari mana?"

Seraphina tersenyum samar, lega dengan kesediaan Mael. "Kita mulai dari dasar. Kau perlu memahami bagaimana kekuatan ini bekerja di dalam dirimu. Setiap kali kau menggunakan indra keenammu, kau membuka pintu ke dunia lain. Tapi kau juga memberi mereka akses ke duniamu. Itu sebabnya kau harus hati-hati."

Mereka kemudian mulai latihan di apartemen Mael. Seraphina memintanya untuk memusatkan pikirannya, merasakan aliran energi di sekitarnya. Awalnya, Mael merasa kesulitan, kekuatan itu begitu besar dan tidak stabil. Namun, seiring waktu, dia mulai merasakan kehadiran makhluk-makhluk gaib di sekitarnya dengan lebih jelas.

Seraphina mengajarinya bagaimana melindungi dirinya dari pengaruh negatif, bagaimana membedakan antara makhluk yang bisa dipercaya dan yang tidak. Dia juga menjelaskan bahwa tidak semua makhluk gaib itu jahat, beberapa di antaranya hanya terperangkap, sementara yang lain bisa menjadi sekutu penting dalam perang yang akan datang.

"Kau harus mempelajari bahasa mereka," kata Seraphina suatu malam saat mereka sedang berlatih. "Makhluk gaib tidak hanya berbicara melalui kata-kata, tapi juga melalui simbol-simbol kuno. Simbol-simbol ini memiliki kekuatan besar, dan jika kau bisa memahami mereka, kau bisa menggunakannya untuk keuntunganmu."

Mael teringat simbol aneh yang dia temukan di buku lama di perpustakaan. "Simbol seperti yang kulihat di mimpi itu?" tanyanya.

Seraphina mengangguk. "Ya. Simbol itu bukan hanya sekadar tanda, Mael. Itu adalah bagian dari sebuah mantra kuno. Jika kau memahaminya, kau bisa menggunakannya untuk membuka atau menutup portal, mengendalikan energi, bahkan melindungi dirimu dari iblis-iblis seperti Astaroth."

Mael merasa matanya terbuka lebar. Simbol-simbol kuno itu bukan sekadar hiasan dalam mimpi buruknya, mereka adalah kunci untuk mengendalikan kekuatan dunia gaib. Dan jika dia bisa mempelajarinya, dia mungkin bisa mendapatkan kendali atas nasibnya sendiri.

Pelatihan Mael semakin intensif seiring waktu. Setiap hari, dia semakin kuat, semakin mampu merasakan dunia gaib di sekitarnya. Tapi, bersama dengan kekuatan itu, datang juga bahaya yang lebih besar. Makhluk-makhluk yang sebelumnya hanya dia lihat dari jauh kini mulai mendekat, tertarik oleh kekuatan yang dia pancarkan.

Suatu malam, saat Mael sedang dalam meditasi mendalam, dia merasakan getaran aneh di sekelilingnya. Getaran itu berbeda dari yang biasanya dia rasakan. Itu lebih kuat, lebih berbahaya. Ketika dia membuka matanya, dia melihat sosok besar berdiri di sudut ruangan. Astaroth, lagi-lagi hadir di hadapannya.

"Kau sudah mulai belajar, Mael," kata Astaroth dengan nada mengejek. "Tapi kau masih jauh dari siap untuk menghadapi apa yang akan datang."

Mael berdiri dengan tenang, meskipun jantungnya berdegup kencang. "Aku tidak takut padamu," katanya.

Astaroth menyeringai. "Belum. Tapi kau akan merasakannya, Mael. Dunia ini sedang runtuh, dan tidak ada yang bisa menghentikan itu. Kau bisa memilih untuk melawan atau menyerah. Tapi pada akhirnya, kau akan menjadi bagian dari kegelapan."

Sebelum Mael bisa menjawab, Astaroth menghilang, meninggalkan ruangan dengan keheningan yang menakutkan. Mael tahu bahwa ini hanyalah awal dari apa yang akan datang. Tapi kali ini, dia merasa sedikit lebih siap. Dia memiliki kekuatan, dan dengan bantuan Seraphina, dia akan terus belajar hingga saatnya tiba.

Tapi ada sesuatu yang masih mengganggunya, sejarah keluarganya. Mengapa mereka begitu terhubung dengan dunia gaib? Apa yang membuat keluarganya begitu penting dalam perang ini? Dan lebih dari itu, mengapa Astaroth begitu tertarik padanya?

Dia tahu bahwa jawabannya ada di masa lalunya, dan semakin dia menggali, semakin gelap rahasia yang akan dia temukan.

--------

Hari-hari berlalu, dan Mael semakin dalam dalam latihan serta penelitiannya. Setiap latihan bersama Seraphina membawanya semakin dekat pada kekuatan penuh yang ada di dalam dirinya, tapi juga pada rahasia kelam yang terpendam dalam keluarganya. Namun, di balik setiap kemajuan, rasa penasaran Mael terus bertumbuh tentang sejarah keluarganya yang tampaknya menjadi kunci dalam semua ini.

Suatu pagi, Mael memutuskan untuk mencari lebih jauh tentang keluarganya. Dia kembali ke perpustakaan tua di pusat kota, tempat dia pertama kali menemukan buku dengan simbol kuno. Mimpi-mimpinya terus dihantui oleh potongan-potongan kenangan aneh, bukan hanya miliknya, tapi seakan-akan dari orang lain, dari generasi sebelumnya. Dia merasa ada sesuatu yang berusaha diungkapkan kepadanya.

Di perpustakaan, Mael menuju bagian buku-buku tua dan catatan sejarah yang hampir terlupakan. Dia menemukan satu bagian khusus yang berfokus pada keluarga-keluarga bangsawan kuno dan keterlibatan mereka dengan hal-hal mistis. Di sanalah dia menemukan petunjuk awal: nama keluarganya, disebutkan dalam teks kuno yang berbicara tentang Penjaga Pintu Dunia.

"Ada beberapa keluarga," kata buku itu, "yang dipercayakan untuk menjaga keseimbangan antara dunia manusia dan dunia gaib. Mereka diberkati dan dikutuk dengan kemampuan untuk melihat dan mengakses dimensi lain, tapi tanggung jawab itu membawa bahaya besar."

Mael berhenti membaca, matanya tertuju pada frasa "diberkati dan dikutuk." Sepertinya keluarganya telah lama berurusan dengan dunia gaib, tetapi tanggung jawab itu jelas bukan sesuatu yang diinginkan mereka.

Saat dia terus membaca, Mael menemukan nama leluhur tertentu yang menonjol: Lucian Weynard. Nama ini langsung menciptakan resonansi aneh dalam dirinya. Lucian Weynard adalah leluhurnya yang paling terkenal, seorang penyihir yang hidup pada abad ke-17, dan dikatakan memiliki kemampuan yang luar biasa untuk berkomunikasi dengan makhluk dari dunia lain. Tapi sejarah mencatat bahwa Lucian menghilang secara misterius setelah terlibat dalam ritual yang gagal.

Kata-kata itu menyiratkan sesuatu yang kelam. Seolah-olah Lucian Weynard adalah orang pertama dalam keluarganya yang benar-benar memutuskan untuk melangkah jauh ke dalam dunia gaib, namun gagal mengendalikan kekuatan yang dilepaskannya. Sejak itu, keluarganya hidup dalam bayang-bayang kutukan, diwariskan dari generasi ke generasi.

Mael menutup buku itu dengan jantung berdegup kencang. Apa yang terjadi pada Lucian? Dan bagaimana hal ini berhubungan dengan dirinya?

Saat Mael berjalan pulang, pikirannya dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang semakin mendesak. Di apartemennya, Seraphina sedang menunggunya seperti biasa, duduk di sofa dengan ekspresi serius.

"Ada sesuatu yang kau temukan," katanya tanpa basa-basi, seakan bisa membaca pikirannya.

"Lucian Weynard," jawab Mael pelan. "Dia adalah leluhurku. Apa yang kau tahu tentang dia?"

Seraphina menghela napas panjang. "Aku sudah menduga kau akan sampai pada titik ini. Lucian adalah orang pertama dalam keluargamu yang mencoba mengendalikan kekuatan kegelapan. Dia adalah seorang penyihir yang sangat kuat, tapi terlalu percaya diri. Dia mencoba membuka portal antara dunia manusia dan dunia gaib, hal yang sama yang diinginkan oleh Astaroth dan iblis lainnya sekarang. Tapi ritual itu gagal, dan sejak itu, keluargamu terikat dengan dunia gaib, tak mampu sepenuhnya melepaskan diri."

Mael memejamkan mata sejenak, mencoba mencerna semua yang didengarnya. "Jadi kutukan ini, semua yang terjadi padaku, ini semua dimulai dari dia?"

"Ya," Seraphina menjawab pelan. "Tapi bukan hanya itu. Kegagalan Lucian menciptakan lubang dalam dimensi, dan itulah yang menyebabkan iblis-iblis seperti Astaroth bisa mengintai di antara kita. Kau adalah kunci terakhir untuk menutup atau memperlebar lubang itu. Itu sebabnya Astaroth sangat tertarik padamu."

Mael mengerutkan kening, pikirannya dipenuhi oleh gambaran-gambaran mengerikan. "Aku tidak mengerti. Kenapa aku? Kenapa sekarang?"

"Karena sekarang keseimbangan semakin rapuh. Kegelapan yang dipicu oleh kegagalan Lucian semakin kuat, dan Astaroth ingin memastikan bahwa lubang itu terbuka lebih lebar, membiarkan dunia gaib merembes ke dunia manusia. Kau memiliki pilihan, Mael. Kau bisa menghentikannya, tapi itu akan membutuhkan pengorbanan besar."

Malam itu, Mael tidak bisa tidur. Pikirannya terus berputar, mencoba memahami nasib keluarganya dan tanggung jawab yang kini berada di pundaknya. Tapi ada satu hal yang jelas, apapun takdir yang menunggunya, dia harus siap. Karena jika dia gagal, dunia manusia tidak akan pernah sama lagi.

---

Keesokan harinya, Mael kembali ke kampus, mencoba menjalani hari-harinya seperti biasa. Tapi semuanya kini terasa berbeda. Setiap langkah yang diambilnya terasa lebih berat dengan pengetahuan baru yang dia miliki. Dia duduk di ruang kelas, mendengarkan dosen berbicara tentang filsafat, tapi pikirannya jauh melayang.

Setiap kali dia melihat ke sekeliling, dia bisa merasakan kehadiran makhluk-makhluk gaib yang sebelumnya tak terlihat. Indra keenamnya kini sepenuhnya terbuka, dan dia mulai melihat dunia dengan cara yang sama sekali berbeda. Arwah-arwah melayang di aula kampus, beberapa tampak bingung, yang lain tampak mengawasinya dengan rasa ingin tahu.

Di tengah kuliah, Mael tiba-tiba merasakan getaran aneh di tubuhnya. Sesuatu mendekat. Dia melihat sekeliling, mencoba menemukan sumber energi yang dia rasakan. Dan di sana, di sudut kelas, ada bayangan gelap yang perlahan terbentuk menjadi sosok pria tinggi dengan mata berkilauan merah yaitu Astaroth.

Tanpa memperhatikan, Mael berdiri, tubuhnya tegang. Astaroth tersenyum lebar, seolah menikmati situasi ini. Tak ada satu pun di kelas yang bisa melihatnya, kecuali Mael.

"Kau tidak bisa lari dari takdirmu, Mael," kata Astaroth dengan suara yang hanya bisa didengar olehnya. "Kau mungkin telah mengetahui rahasia keluargamu, tapi itu hanya awal dari permainan ini."

Mael mengepalkan tangan, menahan kemarahan yang mulai membara di dalam dirinya. "Aku tidak akan membiarkanmu mengendalikan hidupku."

Astaroth tertawa kecil. "Kita lihat saja nanti."

Dan sebelum Mael bisa bereaksi, Astaroth menghilang, meninggalkan rasa dingin di udara. Mael menatap kosong ke depan, pikirannya berkecamuk. Ini bukan hanya tentang dirinya, tapi ini tentang masa depan dunia. Dan dia harus bersiap menghadapi pertarungan yang lebih besar dari yang pernah dia bayangkan.