Pagi berikutnya, Mael berdiri di atap gedung apartemennya, menatap cakrawala kota yang masih dibungkus kabut pagi. Di bawahnya, kehidupan kota terus berjalan seperti biasa, manusia yang tidak menyadari apa yang sebenarnya sedang terjadi di sekeliling mereka. Dunia gaib dan dunia manusia semakin bertautan, seperti dua kain yang dijahit menjadi satu. Dan Mael, berdiri di tengahnya, tahu bahwa tugas berat menantinya.
Suara langkah kaki yang lembut membuatnya berbalik. Seraphina muncul dari pintu atap, wajahnya serius, namun matanya menunjukkan bahwa dia juga merasakan tekanan yang sama. "Sudah siap?" tanyanya dengan nada penuh perhatian.
Mael mengangguk pelan. "Aku tak punya pilihan lain, bukan?"
Seraphina tersenyum tipis, tapi tidak ada kehangatan dalam senyumnya. "Kita semua memiliki pilihan, Mael. Tapi tidak semua pilihan membawa kita ke tempat yang lebih baik."
Seraphina membawa Mael kembali ke ruangan apartemennya. Mereka akan memulai pelatihan intensif, sebuah latihan yang akan membantu Mael mengendalikan indra keenamnya dan memahami sepenuhnya kekuatan yang tersembunyi di dalam dirinya. Di antara latihan-latihan itu, Seraphina juga mengajarkan Mael tentang simbol kuno, bahasa gaib, dan cara memblokir serangan dari makhluk gaib.
Saat mereka duduk mengelilingi lingkaran ritual yang Seraphina ciptakan, Mael mempelajari lebih dalam tentang asal-usul kutukan keluarganya. Lucian, leluhurnya, adalah seorang penyihir hebat di zamannya. Dia tidak hanya mencari jalan untuk menyelamatkan seseorang yang dia cintai, tapi dia juga ingin menemukan rahasia hidup abadi. Dalam pencariannya, Lucian terperangkap dalam tipuan para iblis, khususnya Astaroth. Saat itu, Lucian membuka portal yang membawa celah antara dunia manusia dan dunia gaib, sekaligus Astaroth serta iblis lainnya masuk melalui celah itu.
"Kau adalah keturunan terakhir dari Lucian," kata Seraphina dengan tenang. "Itu sebabnya Astaroth mengincarmu. Dia ingin menggunakan darahmu untuk menyelesaikan ritual yang gagal. Hanya keturunan langsung dari Lucian yang bisa membuka portal itu sepenuhnya."
Mael mendengarkan dengan hati-hati, setiap kata membawa makna baru. "Dan jika aku membuka portal itu...?"
"Dunia ini akan tenggelam dalam kegelapan," jawab Seraphina tegas. "Iblis-iblis yang selama ini terkurung akan bebas, dan keseimbangan antara dunia manusia dan dunia gaib akan hilang. Itu sebabnya, kau harus menghentikan Astaroth. Kau satu-satunya yang bisa menutup portal itu sepenuhnya."
Malam semakin larut saat Mael dan Seraphina melanjutkan pelatihan. Indra keenam Mael semakin tajam, dan dia mulai bisa merasakan makhluk-makhluk gaib dari jarak yang lebih jauh. Dia juga mulai bisa mengendalikan energi yang selama ini berkecamuk dalam dirinya, menggunakannya untuk melindungi dirinya dari serangan gaib.
Namun, seiring dengan peningkatan kekuatannya, bisikan dari kegelapan juga semakin sering datang. Setiap malam, dalam tidurnya, Mael bisa mendengar suara Astaroth, memanggilnya, merayunya untuk menyerah. Ada saat-saat di mana Mael merasa lelah, seperti seluruh hidupnya diambil oleh takdir yang tak bisa dia hindari. Tapi dia tahu bahwa menyerah berarti membiarkan dunia hancur.
---
Hari berikutnya, Mael memutuskan untuk kembali menghadiri kuliah, meski pikirannya dipenuhi oleh beban yang dia bawa. Saat dia duduk di ruang kuliah, profesor di depannya berbicara tentang teori moral dan kebebasan manusia, tetapi Mael merasa sulit untuk berkonsentrasi. Dia menatap sekeliling, memperhatikan wajah-wajah para mahasiswa lain, bertanya-tanya apakah mereka pernah merasa bahwa dunia mereka bisa berubah begitu cepat.
Kian duduk di sampingnya, memperhatikan Mael dengan saksama. "Ada sesuatu yang tidak beres, Mael?" tanyanya dengan nada cemas.
Mael mencoba tersenyum. "Hanya lelah. Beberapa hari ini berat."
Kian mengangguk, namun tidak puas dengan jawaban itu. "Jika kau butuh bicara, aku ada di sini."
Setelah kuliah berakhir, Mael meninggalkan kampus dengan perasaan semakin berat. Seraphina menunggu di apartemennya, dan mereka melanjutkan latihan mereka. Setiap hari, semakin jelas bahwa waktu mereka semakin sedikit. Makhluk-makhluk dari dunia gaib semakin agresif, mencoba mempengaruhi manusia yang rentan dan menyebabkan kekacauan.
Suatu malam, saat latihan hampir selesai, Mael mendadak merasakan sesuatu yang aneh. Udara di sekeliling mereka berubah, lebih dingin, lebih gelap. Seraphina tampaknya merasakannya juga. "Ada yang datang," bisiknya, matanya menyipit penuh waspada.
Tiba-tiba, sebuah suara berat bergema di ruangan itu. "Sudah cukup, Mael."
Mael dan Seraphina menoleh ke arah pintu, dan di sana berdiri Astaroth, dalam wujud manusia yang memancarkan kekuatan gelap. Wajah tampannya tersenyum sinis, namun ada ketegangan dalam matanya.
"Aku sudah memberimu waktu, Mael. Tapi kau terus melawan. Sekarang, waktunya sudah habis. Pilihlah: ikut denganku dan kita selesaikan ini... atau aku akan menghancurkan semuanya di sekitarmu."
Mael merasakan tubuhnya tegang, tapi di dalam dirinya, kekuatan yang dia latih selama ini mulai berkumpul. Indra keenamnya bergetar, merasakan kehadiran kegelapan yang luar biasa dari Astaroth. Dia tahu bahwa pertarungan ini tak lagi bisa dihindari.
Seraphina maju ke depan, mengangkat tangannya untuk mempersiapkan pertahanan. "Kau tidak akan mengambil Mael, Astaroth."
Astaroth tersenyum lebih lebar, tetapi senyumnya dingin. "Kau tahu, Seraphina, kau tidak bisa melindunginya selamanya. Mael adalah milikku. Dan saat ini, dia sudah sangat dekat."
Sebelum Mael bisa bereaksi, Astaroth melangkah maju, mengulurkan tangannya. Udara di sekeliling mereka bergetar dengan energi gelap. Seraphina mencoba memblokirnya dengan sihirnya, tapi kekuatan Astaroth terlalu besar.
Mael tahu bahwa saatnya telah tiba. Dia mengumpulkan semua kekuatan yang dia miliki, semua latihan dan pelajaran yang telah dia terima selama ini. Ini bukan hanya tentang dia lagi, ini tentang dunia, tentang nasib semua orang yang dia cintai.
Dengan satu tarikan napas dalam, Mael melangkah maju dan memanggil kekuatannya. Indra keenamnya memancar, dan untuk pertama kalinya, dia merasakan energi suci dan kegelapan di dalam dirinya bersatu. Dia bukan hanya manusia biasa lagi, dia adalah keturunan Lucian, pewaris kekuatan kuno yang mampu menghentikan kehancuran.
"Kau tidak akan menang, Astaroth," kata Mael dengan suara yang lebih tegas dari sebelumnya.
Astaroth berhenti, menatap Mael dengan tatapan dingin. "Kita akan lihat," jawabnya dengan suara bergetar oleh kemarahan.
Dan dengan itu, pertempuran pun dimulai.
--
Ruang di sekeliling mereka bergetar hebat saat Astaroth mengangkat tangannya, menciptakan gelombang energi gelap yang mengguncang seluruh apartemen. Seraphina segera melompat ke depan, menciptakan perisai pelindung di sekeliling dirinya dan Mael. Kilatan energi yang dilepaskan Astaroth menghantam perisai itu dengan kekuatan yang begitu besar, membuat ruangan gemetar. Dinding-dinding apartemen retak, dan jendela-jendela pecah berkeping-keping.
Mael merasakan jantungnya berdegup kencang, tapi dia tetap berdiri teguh. Di dalam dirinya, kekuatan yang dia latih selama berminggu-minggu kini siap dilepaskan. Indra keenamnya kini terbuka sepenuhnya, dia bisa merasakan kehadiran Astaroth dengan jelas, merasakan kegelapan yang merembes dari setiap inci makhluk itu. Tapi di balik semua kegelapan itu, ada sesuatu yang lain, sesuatu yang lebih dalam. Mael tahu bahwa Astaroth bukan hanya sekadar iblis. Dia adalah bagian dari takdir Mael yang kelam, terhubung dengan sejarah keluarganya yang penuh misteri.
Seraphina berbisik pelan, "Mael, ini saatnya. Kau harus menggunakan kekuatanmu. Aku akan menahannya selama yang bisa."
Mael mengangguk, dan tanpa ragu lagi, dia melangkah maju. Tangannya terangkat, dan dari ujung jarinya, muncul sinar terang yang kontras dengan energi gelap yang menyelimuti ruangan. Cahaya itu memancar, membuat Astaroth menatap Mael dengan tatapan penuh amarah.
"Kau pikir cahaya itu bisa menghentikanku?" tanya Astaroth, suaranya bergemuruh.
Mael tetap tenang. "Ini bukan hanya tentang cahaya. Ini tentang siapa aku, aku afdalah keturunan Lucian, dan orang yang akan menghentikanmu."
Astaroth melangkah maju dengan cepat, menciptakan ledakan energi gelap yang mengarah ke Mael. Namun, sebelum ledakan itu bisa menghantamnya, Mael memanggil semua kekuatannya. Dengan satu gerakan tangan, dia menciptakan perisai cahaya di sekeliling dirinya, menahan serangan Astaroth.
Mata Astaroth menyipit, dan dia melangkah lebih dekat. "Kau mulai menyadari kekuatanmu, Mael, tapi itu tidak cukup."
Seraphina, yang berada di samping Mael, berjuang dengan sisa-sisa kekuatannya. Dia menciptakan lingkaran pelindung di sekitar mereka berdua, tetapi jelas bahwa pertahanan itu takkan bertahan lama. "Mael, sekarang atau tidak sama sekali," katanya dengan suara tegang.
Mael merasakan ketegangan di seluruh tubuhnya, tapi dia tahu bahwa ini adalah saat yang menentukan. Dia menutup matanya dan mulai memusatkan semua energinya, menggali lebih dalam ke dalam dirinya sendiri. Kekuatan kuno yang diwariskan dari Lucian mulai mengalir melalui tubuhnya, menyatu dengan indra keenam yang kini sepenuhnya terbangun.
Dia membuka matanya kembali, dan kali ini, cahaya yang memancar dari tubuhnya begitu terang hingga memenuhi seluruh ruangan. Astaroth terhenti, tampak kaget untuk pertama kalinya. Mael bisa merasakan kekuatan itu, kekuatan yang bisa menutup portal yang menghubungkan dunia manusia dengan dunia gaib.
"Ini untuk keluargaku," kata Mael dengan tegas, sebelum melepaskan seluruh kekuatannya.
Cahaya itu menghantam Astaroth dengan kekuatan dahsyat, menembus lapisan energi gelap yang mengelilingi iblis itu. Suara raungan Astaroth menggema di ruangan, menggetarkan segala sesuatu di sekitarnya. Tubuh Astaroth mulai retak, pecahan-pecahan energi gelap berjatuhan dari dirinya, seolah dia sedang dihancurkan dari dalam.
"Kau belum menang!" raung Astaroth saat dia berjuang untuk tetap berdiri.
Namun, Mael tak gentar. Dia melangkah maju lagi, memperkuat serangan cahaya yang memancar dari tubuhnya. Setiap langkahnya membuat Astaroth semakin lemah. Energi gelap di sekeliling Astaroth mulai pudar, dan makhluk itu akhirnya jatuh berlutut.
"Aku... akan kembali..." desis Astaroth, sebelum tubuhnya sepenuhnya hancur, meledak menjadi serpihan-serpihan gelap yang menghilang ke dalam kegelapan.
Mael terjatuh, tubuhnya lelah dan kehabisan tenaga. Namun, dia tahu bahwa ini belum selesai. Astaroth mungkin telah dikalahkan untuk saat ini, tapi portal yang menghubungkan dunia manusia dan dunia gaib masih terbuka. Dia harus menemukan cara untuk menutupnya sebelum segalanya benar-benar terlambat.
Seraphina, yang juga terlihat kelelahan, menghampiri Mael dan membantunya berdiri. "Kau melakukannya, Mael," katanya dengan suara lembut. "Tapi kita masih punya pekerjaan yang harus diselesaikan."
Mael mengangguk, meskipun tubuhnya terasa lelah, tekadnya semakin kuat. Dia tahu bahwa pertempuran ini hanya permulaan. Dunia manusia masih terancam, dan dia adalah satu-satunya yang bisa menghentikan kehancuran itu.
Dengan bantuan Seraphina, Mael mulai bersiap untuk tahap berikutnya, menutup portal yang telah menghubungkan dua dunia ini. Ini adalah takdir yang harus dia hadapi, dan kali ini, dia siap untuk melawan hingga akhir.