Setelah kekalahan Astaroth, malam terasa hening namun penuh ketegangan. Mael duduk di lantai apartemennya, tubuhnya lelah dan pikirannya dipenuhi banyak hal. Seraphina duduk di sampingnya, kedua tangannya gemetar, tanda bahwa kekuatan yang telah mereka keluarkan hampir membuat mereka terkuras habis.
"Apa kau siap untuk tahap berikutnya?" tanya Seraphina, suaranya hampir berbisik.
Mael mengangguk, meskipun ia merasa bahwa tubuhnya seakan ingin menyerah. "Aku tak punya pilihan, kan?" jawabnya. Dalam benaknya, ia memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dunia manusia dan dunia gaib masih belum sepenuhnya terpisah, dan bahaya masih mengintai.
Seraphina berdiri dan menatap keluar jendela. "Portal itu ada di tempat leluhurmu, di tanah di mana Lucian membuka jalur antara dua dunia. Kita harus pergi ke sana dan menutupnya."
Mael berdiri dengan susah payah, badannya terasa berat. "Di mana tempat itu?"
Seraphina menoleh dan menatap Mael dalam-dalam. "Tempat yang ditakuti oleh setiap makhluk yang mengenal sejarah keluargamu. Tanah di mana segalanya dimulai dan kita harus pergi ke kastil tua keluargamu di puncak bukit timur."
Mael mengangguk. Dia ingat cerita lama yang pernah didengarnya dari ibunya. Kastil itu telah lama terbengkalai dan tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalamnya. Tapi sekarang, kastil itu bukan sekadar reruntuhan tua. Itu adalah titik pertemuan antara dua dunia, tempat di mana portal harus ditutup.
Seraphina membuka buku sihir kuno yang dibawanya, mencari halaman yang berisi informasi penting tentang ritual penutupan portal. "Kita harus melakukan ritual di malam bulan purnama. Portal itu akan paling lemah saat bulan berada di puncaknya."
Mael memperhatikan lambang-lambang kuno yang tertulis di halaman buku itu. Simbol yang sama seperti yang dilihatnya di cermin sebelumnya. Seolah-olah takdir telah merencanakan semua ini sejak awal.
"Aku akan membantumu, Mael," kata Seraphina sambil menatapnya dengan penuh tekad. "Tapi ingat, begitu portal itu mulai ditutup, semua iblis yang tersisa akan mencoba menghentikanmu. Astaroth hanyalah permulaan."
---
Perjalanan menuju kastil tua itu panjang dan penuh bahaya. Mereka berangkat pada sore hari, menyusuri hutan yang sunyi dan jalan berbatu menuju bukit timur. Angin yang dingin menusuk tulang, dan pepohonan di sekitar mereka tampak seolah mengawasi setiap langkah yang mereka ambil. Langit mulai menggelap, memberi tanda bahwa malam akan segera tiba.
Saat mereka mendekati kastil, Mael bisa merasakan energi gaib yang kuat di udara. Kastil itu menjulang di atas bukit, dengan tembok-tembok batu yang tinggi dan puncak-puncak menara yang hampir runtuh. Bayang-bayang kastil itu tampak seperti cakar yang siap menyambar apa saja yang berani mendekatinya.
"Ini dia," kata Seraphina saat mereka tiba di gerbang kastil yang telah lama terkunci oleh waktu. "Di sinilah semua dimulai."
Mael menatap gerbang itu, merasakan aura kelam yang terpancar darinya. Ini bukan hanya tempat tinggal keluarganya di masa lalu. Ini adalah pusat dari semua kutukan yang telah menghantui mereka selama berabad-abad.
Seraphina membuka gerbang dengan mantra sederhana, dan mereka masuk ke dalam kastil yang dingin dan gelap. Di dalam, Mael merasakan kehadiran iblis-iblis yang mengintai di setiap sudut. Mereka tidak terlihat, tapi Mael tahu mereka ada di sana, menunggu saat yang tepat untuk menyerang.
Mereka melangkah ke aula utama, di mana sebuah altar besar berdiri di tengah ruangan. Di atas altar itu, terdapat lambang kuno yang sama dengan yang dilihat Mael sebelumnya, simbol dari portal yang menghubungkan dua dunia.
"Inilah tempatnya," kata Seraphina dengan suara pelan. "Portal itu ada di sini."
Mael mendekati altar, merasakan getaran energi gaib yang kuat dari simbol itu. "Bagaimana cara kita menutupnya?"
Seraphina membuka buku sihirnya dan mulai membaca mantra dengan suara tenang namun tegas. "Kita harus memulai ritualnya sekarang, sebelum bulan purnama mencapai puncaknya."
Mael berdiri di samping altar, siap untuk mengikuti petunjuk Seraphina. Tapi sebelum mereka bisa memulai, angin dingin tiba-tiba berhembus di ruangan, membawa suara-suara berbisik yang semakin keras.
"Sudah terlambat, Mael," suara familiar bergema di ruangan itu.
Mael menoleh, dan di sudut ruangan, bayangan gelap mulai terbentuk. Dari kegelapan itu muncul sosok yang tak asing lagi yaitu Astaroth, tapi kali ini dalam wujud yang lebih besar dan mengerikan. Cahaya merah menyala di matanya, dan tawa dinginnya menggema di seluruh kastil.
"Mael, kau mungkin berhasil melawanku sebelumnya," kata Astaroth, "tapi kali ini, aku tidak datang sendiri."
Di belakang Astaroth, bayangan-bayangan lain mulai muncul, iblis-iblis yang selama ini menunggu momen untuk menyerang. Mereka berkerumun di sekeliling Mael dan Seraphina, bersiap untuk menghentikan mereka menutup portal.
"Mael, fokus!" teriak Seraphina sambil mulai mengucapkan mantra untuk memulai ritual.
Mael menarik napas dalam-dalam, merasa tekanan yang begitu besar. Pertempuran terakhir telah dimulai. Dia harus menggunakan segala kekuatan yang dia pelajari untuk melawan mereka, juga untuk menutup portal dan menyelamatkan dunia manusia.
Dengan tekad yang bulat, Mael memanggil semua kekuatan yang dia miliki. Indra keenamnya terbuka sepenuhnya, dan dia bisa merasakan setiap makhluk gaib di ruangan itu. Saat cahaya dari altar mulai menyala, Mael tahu ini adalah momen yang menentukan.
Pertarungan dengan Astaroth dan pasukan iblisnya akan menjadi pertempuran terakhirnya, tetapi Mael yakin bahwa dia bisa menang, demi keluarganya, demi dunia, dan demi nasib semua orang yang dia cintai.
----
Cahaya dari altar mulai berkilauan, memantulkan simbol kuno yang kini terpancar ke seluruh ruangan. Energi dari portal yang terbuka terasa seperti pusaran angin dingin, menghembuskan aura gelap yang memenuhi udara. Mael berdiri tegak di hadapan altar, tubuhnya merasakan beban berat dari kekuatan portal dan ancaman yang mengelilinginya.
Astaroth melangkah maju, dengan mata merah yang menyala penuh kebencian. "Mael, kau tidak bisa menghentikan ini. Kegelapan akan menyelimuti dunia, dan kau akan menjadi bagiannya."
Di sekeliling mereka, iblis-iblis lain muncul dari bayang-bayang. Belphegor dengan wujudnya yang besar dan berbulu, Lilith yang memancarkan pesona berbahaya, dan Azazel yang membawa aura kehancuran. Mereka semua bersiap untuk menyerang, merespons panggilan Astaroth.
Seraphina mulai membaca mantra dengan lebih cepat, suaranya tenggelam dalam bisikan-bisikan iblis yang semakin kuat. Mael tahu bahwa dia harus bertindak sekarang atau mereka tidak akan bertahan. Dia merasakan seluruh tubuhnya diisi dengan energi kuno yang diwarisi dari Lucian, ini adalah kekuatannya, takdirnya.
Dengan cepat, Mael mengangkat tangannya, dan dari telapak tangannya keluar cahaya yang terang, menyinari ruangan gelap itu. Iblis-iblis di sekeliling mereka tampak terganggu oleh cahaya itu, menyipitkan mata dan mundur selangkah. Tapi Astaroth tetap berdiri kokoh, tawa dinginnya kembali terdengar.
"Cahaya itu mungkin mengganggu makhluk rendahan, Mael, tapi aku lebih dari sekadar bayangan. Aku adalah inti dari kegelapan yang kau hadapi," Astaroth mengangkat tangannya, memanggil api hitam yang langsung meluncur ke arah Mael.
Namun, Mael tidak mundur. Cahaya di tangannya semakin terang, berubah menjadi pelindung yang menahan serangan api dari Astaroth. Dalam sekejap, pertarungan antara cahaya dan kegelapan memenuhi ruangan, membuat getaran hebat yang meretakkan dinding kastil.
Sementara itu, Seraphina terus fokus pada mantranya, menciptakan lingkaran pelindung di sekitar altar. Lambang-lambang kuno mulai bersinar, menandakan bahwa ritual penutupan portal sudah dimulai. Tapi Mael tahu bahwa iblis-iblis itu tidak akan membiarkan mereka menyelesaikannya dengan mudah.
"Seraphina, kita harus mempercepat ini!" teriak Mael, suaranya penuh kegelisahan.
Seraphina mengangguk, tapi sebelum dia bisa menambahkan mantranya, Lilith meluncur ke arahnya, mencoba menerobos pelindung yang telah dibuat. Mael berbalik cepat, mengirimkan gelombang cahaya ke arah Lilith, membuatnya terpental ke belakang. Namun, itu hanya sementara. Lilith segera bangkit lagi, matanya bersinar dengan kemarahan.
Mael mengertakkan giginya. Dia tahu kekuatan mereka tidak cukup untuk melawan semua iblis ini satu per satu. Dia harus menggunakan kekuatan penuh yang diwariskan dari Lucian, kekuatan untuk menutup portal dan mengakhiri siklus kegelapan ini selamanya.
Dengan tekad yang membara, Mael memusatkan seluruh energinya ke arah simbol di altar. Dia menutup matanya, merasakan arus kekuatan mengalir melalui tubuhnya, semakin kuat. Dalam pikirannya, dia bisa melihat sosok Lucian, leluhurnya, yang berdiri di sampingnya, seolah memberi restu untuk apa yang akan dia lakukan.
"Aku siap," bisik Mael pada dirinya sendiri, lalu dia membuka matanya kembali.
Saat dia membuka matanya, cahaya yang berasal dari tubuhnya berubah menjadi ledakan energi yang besar, menembus seluruh kastil dan menghantam setiap iblis yang ada di ruangan itu. Astaroth menjerit, berusaha melawan gelombang cahaya itu, tapi kekuatan Mael terlalu besar. Serangan cahaya itu meluluhlantakkan wujud Astaroth, menghancurkan tubuhnya menjadi pecahan-pecahan kegelapan yang menghilang satu per satu.
Belphegor, Lilith, dan Azazel mencoba melawan, tapi kekuatan Mael terlalu kuat. Satu per satu, mereka terseret ke dalam pusaran energi yang terbentuk di atas altar, terserap kembali ke dalam portal yang terbuka.
Seraphina melanjutkan mantranya, kini dengan lebih cepat, mengunci portal secara permanen. Simbol-simbol kuno di altar mulai memudar, menunjukkan bahwa portal antara dunia manusia dan dunia gaib akhirnya mulai tertutup.
"Aku tidak bisa percaya... kita berhasil," Seraphina berkata, suaranya masih bergetar setelah intensitas pertempuran yang baru saja terjadi.
Mael jatuh berlutut, kehabisan energi. Matanya terpaku pada altar yang kini tampak tenang, seperti tak pernah terjadi apa-apa di sana. Portal itu sudah tertutup, dan dengan itu, ancaman dari kegelapan telah berakhir, setidaknya untuk saat ini.
"Kita sudah menutupnya," kata Mael, suaranya nyaris tak terdengar. "Tapi apa ini benar-benar akhir?"
Seraphina menatapnya, matanya penuh kebingungan dan kekhawatiran. "Aku tidak tahu, Mael. Tapi yang pasti, kau sudah menyelamatkan dunia ini dari kehancuran."
Mereka berdua duduk di lantai kastil yang hancur, menatap langit malam yang penuh bintang. Malam yang tenang itu terasa seperti kemenangan. Tapi dalam hati, Mael tahu bahwa ancaman tidak pernah benar-benar berakhir. Dunia ini penuh dengan rahasia gelap yang tersembunyi, dan dia adalah salah satu dari sedikit orang yang tahu betapa tipis batas antara dunia manusia dan dunia gaib.
Perjalanan ini belum selesai. Tapi untuk saat ini, mereka bisa beristirahat sejenak, sebelum kegelapan kembali menyerang.