Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

The Miracle In Madness

🇮🇩Grimhollow
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.9k
Views
Synopsis
Closing his eyes after experiencing misfortune. Luki Constantine suddenly woke up in a world, and a time different from his own, he woke up in a world where the early development of Steam and Machinery A world with mysterious rituals, taboo knowledge, and various creatures beyond common sense that seem to be hidden behind the world that looks ordinary. He inevitably has to struggle in the body of Arshen Rosselvet who is always faced with various kinds of madness, strange creatures, and various mysterious organizations that worship the evil gods.
VIEW MORE

Chapter 1 - Misfortune

Drip...

Tetesan air jatuh dan mengenai genangan air yang memancarkan langit orange sore hari di depan sebuah toko buku di sebuah jalan.

Seorang detektif terlihat sedang berjalan di pinggir jalan melewati berbagai toko dengan pernak pernik dekorasi.

Dia menginjakan kakinya di genangan air yang membuatnya terciprat ke sekitar, dia adalah Luki Constantine.

Luki memiliki mata hitam dan postur tubuh yang cukup tinggi, dia berpenampilan rapi dengan memakai jas abu abu kehitaman dengan kemeja putih, celana hitam panjang dan dasi merah putih yang mencolok di dadanya.

Dia berjalan melewati sebuah gang bersama dua orang di sampingnya sambil memegang beberapa lembar kertas dokumen berwarna putih di tangannya.

"Senior, aku dengar bulan depan kau akan segera menikah, tak ku sangka masih ada wanita yang mau hidup dengan pria tua sepertimu, haha"

Kata seorang wanita dengan rambut ponytail berwarna coklat dengan bercanda.

"Haha... jangan pernah meremehkan ketampananku yang awet muda ini" pria yang di panggil senior itu membanggakan dirinya dengan menyilangkan kedua tangannya

Dia adalah pria dewasa dengan janggut dan kumis tipis di wajahnya, dia mengenakan setelan jas abu abu kehitaman seperti Luki dengan dasi merah gelap dan topi abu abu.

"Haha, senior kau sekarang menjadi sangat sombong, lihatlah Luki pasti akan sangat iri saat mendengarnya" wanita dengan ponytail menolehkan wajahnya ke Luki yang berada di kanannya.

"Aku tidak iri sama sekali, berurusan dengan wanita itu sangat merepotkan, aku lebih baik melajang hingga tua daripada hidup bersama wanita yang merepotkan begitu, aku akan mendoakan yang terbaik untukmu ketua" kata Luki yang memasang datar.

Sungguh! aku tidak iri sama sekali, sungguh...! sungguh..!, ya, aku tidak iri sama sekali sialan..!. Pikir Luki sambil mempertahankan wajah datarnya.

Gadis berponytail membalas kata kata Luki dengan menatapnya yang memasang wajah datar seolah tak tertarik sama sekali.

"Kau berbicara seolah kau pernah berhubungan dengan seorang wanita saja, apa kau pikir aku tidak tahu apa yang ada di kepalamu, kau mengatakan semuanya seperti ember bocor saat kau mabuk kau tahu!".

"Hah..., a..apa maksudmu, memangnya aku mengatakan apa saat mabuk?" Luki mengerutkan alisnya dan membeku.

"Entahlah.. fufu, coba kau tanya pada senior mungkin dia tahu sesuatu, hehe.." gadis berponytail menutup mulutnya dengan kedua tangan dan memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan tawanya.

"Ke..ketua, katakan sesuatu, jangan sembunyikan apapun dariku oke!" wajah Luki memerah dan bertanya dengan tergagap.

"Ah soal itu, kau menyuruhku untuk merahasiakannya jadi aku tak akan mengatakan apapun" ketua yang mengenakan setelan jas hitam itu membungkan mulutnya dan memalingkan wajahnya untuk menembunyikan tawanya.

Luki menelan ludahnya dan menggertakan giginya karena malu.

"Katakan sesuatu sialan...!!" Teriak Luki kesal.

Mereka tampak akrab dengan canda tawa di sepanjang jalan yang mereka lalui, dengan di terangi cahaya orange senja mereka menapaki jalanan berbatu ke jalanan beraspal melintasi kedai dan toko toko yang ada di sepanjang jalan.

Tap...

Setelah beberapa saat, mereka bertiga sampai di sebuah persimpangan.

Luki terlihat menyerahkan beberapa lembaran kertas putih di tangannya ke ketua.

"Sampai ketemu besok Luki, dah..." Kata wanita dengan ponytail yang melambaikan tangannya bersama pria di sampingnya.

"Ya sampai besok"

Luki berbalik dan berjalan melewati jalan yang di penuhi toko yang sudah tutup dan jalanan yang sepi, langkah demi langkah dia lalui sambil memegang beberapa lembar kertas putih di tangannya.

Setelah beberapa langkah lagi Luki yang mengenakan jas coklat dan dasi hitam yang mencolok, berhenti sebentar dan menatap ke langit orange di atasnya, terlihat langit di atasnya menjadi semakin gelap dengan burung gagak terbang melewati pandangan matanya, memberikan suasana suram dan mencekam yang membuat tubuhnya seketika merinding.

"Ah, aku tiba tiba merasa ada yang janggal, apa perasaanku saja?"

Dia lanjut berjalan menghiraukan jalanan di sekitarnya yang terasa sunyi dan suram.

Caw...caw..

Suara nyanyian burung gagak terdengar menggema di kesunyian.

Hmm..., kenapa rasanya hari ini jalanan ini lebih sepi dari biasanya?, apa aku salah jalan?.

Pikir Luki sambil terus berjalan melewati jalanan yang di penuhi toko toko yang sudah tutup dan sepi, tanpa orang yang lalu lalang atau terlihat di sekitarnya.

Thump... jantungnya berdetak sedikit lebih cepat

"Ada yang tidak beres..." Luki mengerutkan keningnya dan berhenti sejenak

Tiba tiba suara bisikan bisikan aneh secara samar terdengar di telinga Luki.

Sreshss..... Shahh... Sahsh

Ah..., apa itu..?, apapun itu aku harus segera meninggalkan jalanan ini lebih dulu, ada yang tidak benar dengan tempat ini.

Luki menoleh secara reflek dan yang langsung berlari sambil menutup kedua telinganya dengan kedua jari tangannya.

Gedung demi gedung dia lalui tapi seakan jalanan yang dia lalui menjadi tak berujung, cahaya orange senja mulai redup, Luki terus berlari dengan nafas terengah engah dan keringat mengalir deras dari pelipisnya.

Astaga dimana ujungnya, apa..., apa aku tersesat!?

Thump...Thump

Detak jantungnya menjadi semakin cepat dan keras seolah bergema di antara gedung gedung yang dia lalui.

Tap...

Luki terjatuh tersungkur ke tanah karena kelelahan dan suara bisikan bisikan yang dia dengar menjadi semakin keras seolah bergemuruh seperti badai telinganya.

"Aaahhhhhhh!!... suara apa ini...? Hngg..., Arhhh..." Luki mengerutkan keningnya dan mengerang sambil menyumpal telinganya dengan jari tengah dan telunjuknya, dia berusaha sekuat mungkin menahan suara bising yang terdengar seperti ocehan gila yang menusuk langsung dari telinga ke otaknya.

Apa yang dia katakan sepertinya dia sepertinya mengulang ulang satu kata... Pikir Luki sambil terbaring di atas tanah.

Sesrerdis..., Seveshshs..., Servedius...."

Suara suara seperti pecahan kaca yang menghantam langsung dari telinga menembus ke otak dan merambat ke seluruh tengkorak dengan ketajaman yang tak tertahankan.

Dug..!, Luki membenturkan kepalanya ke tanah dan menggeliat liat dengan sangat tersiksa.

"Aaahhh....!!, seseorang..!!, siapa saja..!, tolong aku!!!...., arghhh...!!" Luki dengan air mata yang berlinang di matanya berteriak dengan suaranya menggema di antara gedung gedung.

Wajahnya memerah dan pembuluh darah di wajahnya mulai membengkak seolah kepalanya bisa meledak kapan saja.

Kertas putih yang Luki pegang sebelumnya langsung dia remas untuk menyumpal telinganya, Luki berusaha dengan sekuat tenaga mencoba meredakan suara bisikan yang seperti badai hebat di telinganya.

Pakaiannya mulai kotor karena terkena lumpur dan kubangan air, wajahnya memerah dan dia terbaring di atas tanah menjerit kesakitan berguling dan menggeliat kesana kemari dengan otot dan pembuluh darah di bagian kepala membengkak, air matanya berlinang dan mengalir jatuh ke tanah, nafasnya tersedak sedak dan dari semuanya mata Luki seakan di penuhi keputusasaan dan kegilaan yang sangat kuat.

Tidak, tidak..!!, aaahhh...!!!, jika seperti ini aku akan mati, seseorang siapapun, kumohon...kumohon...

Thump..., Detak jantungnya mulai semakin cepat seolah akan meledak.

Luki masih terus berjuang dengan mencoba membenturkan kepalanya ke tanah dan bebatuan yang ada di sekitarnya, berguling ke sana kemari di atas tanah kotor yang membuat pakaiannya tertutup lumpur dan kotoran.

Berbagai usaha yang Luki lakukan tak membuat suara suara itu mereda tapi malah membuat cairan merah mengalir keluar dari tubuhnya.

Ini gila dan aneh, apakah aku akan mati sekarang..?, Arshen membuang kertas yang dia sumpal di telinganya, membuat kertas itu tersebar kemana mana dengan noda merah darah, Luki seolah pasrah akan kematiannya yang menyakitkan.

Mata detektif itu mulai memerah, pandangannya mulai menjadi kabur, matanya sedikit demi sedikit tertutup dan dia terjatuh ke samping dengan wajah yang sangat menyedihkan dan cairan merah keluar dari telinganya.

Di akhir pandangannya Luki menatap langit tinggi yang gelap disertai tatapan dari burung gagak yang bertengger di atas gedung gedung tinggi seolah melihatnya sebagai tontonan semata.

Apakah aku berhalusinasi?, tapi ini terasa menyakitkan, aaahh..!!, dia terus mengatakan shersdus, atau sverresss secara berulang ulang.

Pikir Arshen yang mencoba menirukan kata dari bisikan aneh yang dia dengar di dalam pikirannya.

Cairan merah secara perlahan mulai terlihat mengalir dari mata dan hidungnya, pembuluh darah di kepalanya pecah dan membasahi wajahnya dengan cairan merah yang mengalir ke pakaiannya.

Aaahhh! Apa dia mencoba menyuruhku menjawabnya?, apa yang harus kujawab.

Luki menggertakan giginya dengan kuat, dan jantungnya berdetak semakin kencang dan kuat seakan kepala dan jantungnya akan segera meledak.

Luki menguatkan tekadnya dan dengan sekuat tenaga membuka mulutnya yang di basahi cairan merah, dia berusaha mengucapkan sebuah kata dalam bahasa yang aneh mengikuti apa yang dia dengar dari bisikan bisikan yang membuat kepalanya seperti di tikam duri duri tajam

"Sev, aahhh.!!, erdius!" Ujar Luki yang berjuang mengucapakan kalimat itu dengan terbata bata.

"Servedius", Seharusnya itu yang dia katakan, apa ini jawabannya?. Suara itu masih terdengar menusuk ke kepalanya dan hanya tinggal menungu waktu hingga tubuh Luki meledak karenanya.

Dalam keputusasaan, kegilaan, dan ketakutan yang menguasanya, Luki hanya bisa pasrah.

Tetapi tiba tiba suara itu seketika berhenti, hal itu membuat Luki sedikit lega dan tubuhnya berhenti menggeliat liat di tanah yang kotor. Air di matanya perlahan berhenti, tapi darahnya terus mengalir dari wajah da telinga miiknya, wajah Luki juga terlihat sangat pucat karena kekurangan darah.

A..apa sudah selesai...?, earghh... Itu masih berdenging...,pikirnya sesaat sebelum suara suara itu datang lagi tapi kini Luki dapat memahami kata kata itu dengan jelas dan tak lagi menyakitkan seolah dia baru saja mempelajari bahasa baru.

"Servedius..., Arshen...., Archivis...", Suaranya seperti suara perempuan yang serak dengan nada lembut tetapi menekan dan mendominasi.

Sebelum kehilangan kesadaran Luki mendengar suara lain terdengar dengan samar, itu terdengar seperti, "World".

Suara itu semakin lama menjadi memudar dan Luki terbaring lemas tak berdaya dengan kondisinya yang mengenaskan, dia terbaring di atas aspal hitam setelah menggeliat kesana kemari dengan tubuh penuh cairan merah dan lumpur.

Drip...drip...

Tetesan air jatuh dari atas langit gelap, gagak gagak yang bertengger di atas gedung mulai berterbangangan dengan kepakan sayapnya yang seolah tak lagi memiliki suara, mereka mengelilingi tubuh Luki yang bersimbah darah.

Jalanan di sekitar di penuhi kertas kusut bernoda merah bercampur lumpur, yang berceceran di atas aspal hitam.

Tiba tiba seluruh hal yang ada di sana bergetar dengan kuat.

Segala hal di sekitar Luki bergetar dan runtuh hingga menutupi seluruh tubuh Luki yang terkapar dengan kondisi yang mengerikan.

Sebuah kabut putih muncul dari tempat yang tidak di ketahui, kabut itu menembus celah celah gedung yang runtuh dan menutup seluruh tubuh Luki seperti kepompong yang sedang sekarat dan tak berdaya. Keadaannya terlihat sangat mengenaskan seolah satu kata lagi yang terdengar di kepalanya akan membuat kepalanya benar benar meledak seperti kembang api saat itu juga.

...

Malam hari di sebuah hutan berkabut.

Di sebuah hutan yang gelap dan berkabut sebuah api unggun menyala di dalam kedalaman hutan, di depan api unggun itu terdapat sesosok manusia yang duduk sambil memegang lentera yang memancarkan cahaya berwarna kuning redup ke sekitar, matanya tertutup dan tubuhnya pucat seperti mayat.

Dia adalah seorang pria yang mengenakan sepatu kulit bertali dan sarung tangan berwarna hitam yang di hiasi motif bintang yang berwarna cerah. Dia mengenakan mantel panjang berwarna abu abu yang seolah memberikan tekanan sekaligus menyembunyikan misteri di baliknya, dan rambut hitam panjang yang di sisir ke belakang.

Setelah beberapa saat waktu berlalu, otot otot di kepalanya mulai bergerak dan menjadi menegang, tubuhnya yang pucat seolah kembali hidup, jantungnya berdetak dengan kencang dan bergema di hutan yang sunyi.

"Hnghh...." Mata pria itu terbuka memperlihatkan pupil mata abu abu kehitaman yang seolah memiliki misteri yang dalam, ekspresinya berubah seolah telah melewati siksaan yang sangat kejam dan menyakitkan, lentera di tangan kanannya terjatuh dan membakar rerumputan di sekitarnya.

Pria itu tersentak kebelakang, menekan pelipisnya, matanya membesar dan melihat ke sekitar mendapati ekspresinya berubah menjadi kebingungan sekaligus ketakutan yang dalam.

Dimana ini...?, berapa lama aku tak sadarkan diri...tch... Aaahhhh.. kepalaku. Pikir pria itu yang mengenakan mantel coklat panjang dengan sarung tangan bermotif bintang.

Tap...

Pria itu menegakkan kakinya mencoba berdiri mengamati sekelilingnya dengan kebingungan, dia melihat pepohonan yang di penuhi kabut yang membuatnya sulit untuk melihat ke kejauhan.

Dia menoleh dan menatap ke atas langit yang ditutupi kabut yang di tembus cahaya ungu transparan, dia mengangkat alisnya dan mengerutkan keningnya,

"Apa itu, kenapa bulan terlihat berwarna ungu?, Di, Dimana ini?, dan sebenarnya suara suara apa itu" matanya memantulkan bulan bulat berwarna ungu yang redup, dia kembali terduduk di atas tanah dengan kebingungan.

Tapi tiba tiba sebuah ingatan ingatan familiar yang terasa bukan miliknya merasuki kepalannya seperti badai, dia menundukkan pandangannya ke bawah dan meletakan tangan di kepalanya serta menekan jarinya ke pelipis menahan rasa sakitnya sambil menyandarkan punggungnya ke pohon yang berada di belakangnya.

Dengan kebingungan dia mencoba mengucapkan sebuah kalimat dari mulutnya.

"Aku, aku adalah Arshen Rosselvelt..., aku seorang pengembara.., sstt..., tidak ini bukan ingatanku..., aaahhh, bahasa Eldritch, serapian dan, dan.., kota Persepolis..., tunggu tidak...!"

Pria itu melebarkan matanya dengan ekspresi kebingungan dan terkejut.

Tunggu, ada yang salah dengan suaraku, ini...ini bukanlah suaraku, ada yang tidak benar.., aku.., aku adalah Luke Constantine, seorang detektif, dan..., yah benar, aku ingat sebelumnya aku mendengar suara suara dengan bahasa aneh yang membuat kepalaku seolah meledak ledak, tidak!, mungkin, kepalaku benar benar telah meledak. Pikirnya sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangannya seolah sedang berpikir.

"Tidak..., aahhhh..., tidak tunggu apakah ingatan ini..., milikku...?" Pria yang memanggil dirinya Luke Constantine dan dan Arshen Rosselvelt itu terduduk di depan pohon yang tak jauh dari api unggun yang membakar kayu bakar sedikit demi sedikit dan mata abu abu kehitamannya menatap kosong dengan ekspresi dingin.

Dia menurunkan tangannya dan meletakkannya diantara kakinya dan menutup matanya seolah tak ingin memikirkan atau melakukan apapun lagi.

Setelah beberapa saat berlalu.

Pria itu membuka matanya kembali,dan berjalan mendekat ke depan api unggun mengambil lentera yang terjatuh dan dia memasang posisi duduk di atas tanah dan rumput kering, dia menutup matanya seolah tidak peduli dengan apapun yang ada di sekitarnya.

Klak.. Bunyi kayu bakar yang terbakar api di depan Arshen yang terdiam dan memejamkan matanya.

...

Di luar hutan berkabut dua kereta kuda berhenti di bawa cahaya bulan ungu.

Salah satunya seperti kereta kuda bangsawan yang elegan dan mewah, di dalamnya terdapat seorang gadis remaja dengan mata biru laut yang indah, dia memakai kemeja merah yang tertutup jubah bertudung hitam dengan celana hitam panjang, dia memegang kipas lipat bermotif layaknya bangsawan.

Gadis itu duduk di temani seorang pria paruh baya yang mengenakan tailcoat hitam dan kemeja putih, dia duduk di depan gadis bergaun merah sambil mengotak atik sebuah arloji perak.

"Rick, apa kau sudah memastikan bahwa bunga itu benar benar ada di hutan ini" Kata gadis itu sambil menatap ke pria paruh baya di sebelahnya.

Mendengar pertanyaan gadis di depannya, Rick memasukan arloji peraknya.

"Miss Wednesday, aku sudah memastikan dengan benar, informasi yang sebelumnya aku terima adalah benar, dan hutan kabut Elden ini benar benar memiliki hutan magis yang tersembunyi di dalamnya, tapi untuk bunganya sendiri aku kurang yakin apakah sudah tumbuh". jawab Rick menanggapi pertanyaan Miss Wednesday di depannya.

"Bagus, mari kita masuk, panggil mereka untuk bersiap" kata Wednesday sembari memainkan kipas di tangannya sambil menatap ke hutan berkabut dari balik jendela.

"Baiklah Miss Wednesday" jawab Rick.

Rick membukakan pintu kereta kuda, dia turun dengan menginjak rumput hijau segar dan membantu Miss Wednesday turun dari kereta kuda layaknya tuan putri.

"Tunggu sebentar.."

Rick meninggalkan Miss Wednesday dan berjalan ke kereta lain yang ada di depannya

Rick berjalan mendekatinya dengan tatapan seriusnya.

"Turun! Ini sudah waktunya"

"Baiklah kami akan bersiap" kata suara dari dalam kereta kuda itu.

Setelah beberapa saat pintu kereta kuda terbuka, dari dalamnya keluar dua orang pria yang mengenakan topi panjang berwarna hitam dengan mantel abu abu panjang dan dasi hitam, yang satu memiliki pedang di pinggangnya sementara yang lain memiliki revolver di tangan kanannya.

"Ayo" kata salah satu dari mereka yang turun dari kereta kuda.

Rick kembali ke tempat Wednesday bersama kedua orang bermantel abu abu di belakangnya, dia mengambil tiga lentera yang sudah dia siapkan di kereta kudanya dan memberikannya dua lentera kepada kedua orang di belakangnya.

"Miss Wednesday, kita hanya bisa menjelajahi area ini sebelum matahari terbit atau..."

"Tentu" kata Wednesday memotong ucapan Rick.

Wednesday melebarkan kipas lipat bermotifnya dan berjalan memasuki hutan berkabut dengan ketiga pria yang mengikutinya dari belakang.

Tap...

Mereka terus berjalan masuk seolah tertelan kabut abu abu yang menutupi hutan, di kejauhan sebuah cahaya kuning terlihat sesaat setelah mereka memasuki hutan berkabut.

Dari sekitar cahaya kuning itu tiba tiba muncul siluet seorang pria yang tengah terduduk di depan cahaya kuning itu.