Chereads / Miracle In Madness / Chapter 1 - Tersiksa

Miracle In Madness

🇮🇩Grimhollow
  • 14
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 477
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Tersiksa

Drip...

Tetesan air jatuh dan mengenai genangan air yang memancarkan langit orange sore hari di depan sebuah toko buku di sebuah jalan.

Seorang detektif terlihat sedang berjalan di pinggir jalan melewati berbagai toko dengan pernak pernik dekorasi.

Dia menginjak genangan air yang membuat beberapa air terciprat ke sekitar, dia adalah Luki Constantine.

Luki memiliki mata hitam dan postur tubuh yang cukup tinggi, dia berpenampilan rapi dengan memakai jas abu abu kehitaman dengan kemeja putih, celana hitam panjang dan dasi merah putih yang mencolok di dadanya.

Dia berjalan melewati sebuah gang bersama dua orang di sampingnya sambil memegang beberapa lembar kertas dokumen berwarna putih di tangannya dan tampak akrab.

"Senior, aku dengar bulan depan kau akan segera menikah, tak ku sangka masih ada wanita yang mau bersama dengan pria tua seprtimu, haha"

Kata seorang wanita dengan rambut ponytail berwarna coklat bercanda kepada pria dengan kumis dan janggut tipis di wajahnya, dia mengenakan setelan jas abu abu kehitaman seperti Luki dengan dasi merah gelap dan topi abu abu sambil memegang beberapa kertas putih juga di tanganya.

"Haha... jangan pernah meremehkan ketampananku yang awet muda ini" pria yang di panggil senior itu membanggakan dirinya dengan menyilangkan kedua tangannya

"Haha, senior kau sekarang menjadi sangat sombong, lihatlah Luki pasti akan sangat iri saat mendengarnya" wanita dengan ponytail menolehkan wajahnya ke Luki yang berada di kanannya.

"Aku tidak iri sama sekali, berurusan dengan wanita pasti akan sangat merepotkan aku mendoakan yang terbaik untukmu ketua" Luki memasang senyum pahitnya seolah mengejek pria di kiri

Sungguh aku tidak iri, sungguh, sungguh, ya, aku tidak iri sama sekali. Luki mengulang kata itu sambil memasang wajah d

"Kau berbicara seolah kau pernah berhubungan dengan seorang wanita, apa kau pikir aku tidak tahu apa yang ada di kepalamu, kau mengatakan semuanya saat mabuk kau tahu" gadis berponytail itu menyipitkan matanya seolah mengejek Luki yang terdiam karen terkejut ketika mendengarnya.

"Hah..., a..apa maksudmu, memangnya aku mengatakan apa saat mabuk" Luki mengerutkan alisnya dan membeku.

"Entahlah, coba kau tanya pada senior mungkin dia tahu sesuatu, hehe.." gadis berponytail menutup mulutnya dengan kedua tangan dan memalingkan wajahnya

"Ke..ketua, katakan sesuatu, jangan sembunyikan apapun dariku" wajah Luki memerah dan bertanya ke pria di kanannya dengan tergagap.

"Ah soal itu, kau menyuruhku untuk merahasiakannya jadi aku tak akan mengatakan apaoun" senior dengan setelan jas hitam itu membungkan mulutnya dan memalingkan wajahnya menembus yikan tawanya.

"Katakan sesuatu sialan...!!"

Mereka tampak akrab dengan canda dan tawa di sepanjang jalan yang di terangi cahaya orange senja.

Tap...

Setelah beberapa meter, mereka bertiga sampai di sebuah persimpangan.

Luki menyerahkan beberapa lembaran kertas putih di tangannya ke seniornya dan setelah mengucapkan kata perpisahan dia mengambil jalan lain meninggalkan senior dan gadis berponytail.

"Sampai ketemu besok Luki, dah..." Wanita dengan ponytail melambaikan tangannya dan berbalik pergi.

"Ya sampai besok"

Luki berjalan melewati jalan yang di penuhi toko yang sudah tutup dan jalanan yang sepi, langkah demi langkah dia lalui sambil memegang beberapa lembar kertas putih di tangannya.

Setelah beberapa langkah lagi Luki yang mengenakan jas coklat dan dasi hitam yang mencolok, berhenti sebentar dan menatap ke langit orange di atasnya, terlihat langit di atasnya menjadi semakin gelap dengan burung gagak terbang melewati pandangan matanya, memberikan suasana suram yang membuat tubuhnya merinding.

"Ah, aku tiba tiba merasa ada yang aneh disini, apa perasaanku saja?"

Dia lanjut berjalan menghiraukan jalanan di sekitarnya yang sunyi dan sepi.

Caw...caw..

Suara burung gagak terdengar menggema di kesunyian.

Hmm..., kenapa rasanya hari ini jalan ini lebih sepii dari biasanya. Pikir Luki sambil terus berjalan melewati jalanan yang di penuhi toko toko yang sudah tutup dan sepi, tanpa orang yang lalu lalang atau terlihat di sekitarnya.

Thump... jantungnya berdetak sedikit lebih cepat

"Ada yang tidak beres..." Luki mengerutkan keningnya dan berhenti sejenak

Tiba tiba suara bisikan bisikan aneh secara samar terdengar di telinga Luki.

"Sreshss..... Shahh... Sahsh"

Ah..., apa itu..?, apapun itu aku harus keluar dari jalanan ini lebih dulu, ada yang tidak benar dengan area ini.

Luki menoleh secara reflek dan yang langsung berlari sambil menutup kedua telinganya dengan kedua tangannya.

Gedung demi gedung dia lalui tapi seakan jalanan yang dia lalui menjadi tak berujung, cahaya orange senja mulai redup, Luki terus berlari dengan nafas terengah engah dan keringat mengalir deras dari pelipisnya.

Thump...Thump

Detak jantungnya menjadi semakin cepat dan keras seolah bergema di antara gedung gedung yang dia lalui.

Tap...

Luki terjatuh tersungkur karena kelelahan dan suara bisikan bisikan yang dia dengar menjadi semakin keras seolah bergemuruh seperti badai telinganya.

"Aaahhhhhhh!!... suara apa ini...? Hngg..., Arhhh..." Luki mengerutkan keningnya dan mengerang sambil menyumpal telinganya dengan jari tengahnya, dia berusaha sekuat mungkin menahan suara bising yang terdengar seperti ocehan gila yang menusuk langsung dari telinga ke otaknya.

Apa yang dia katakan sepertinya dia sepertinya mengulang ulang satu kata... Pikir Luki sambil terbaring di atas tanah.

"Sesrerdis..., Seveshshs..., Servedius...."

Suara suara seperti pecahan kaca yang menghantam langsung dari telinga menembus ke otak dan merambat ke seluruh tengkorak dengan ketajaman yang tak tertahankan.

Dug..!, Luki membenturkan kepalanya ke tanah dan menggeliat liat dengan sangat tersiksa.

"Aaahhh....!!, seseorang..!!, siapa saja..!, tolong aku!!!...., arghhh...!!" Luki dengan air mata yang berlinang di matanya berteriak dengan suaranya menggema di antara gedung gedung.

Wajahnya memerah dan pembuluh darah di wajahnya mulai membengkak seolah kepalanya bisa meledak kapan saja.

Kertas putih yang Luki pegang sebelumnya langsung dia remas untuk menusuk langsung ke telinganya, Luki berusaha dengan sekuat tenaga mencoba meredakan suara bisikan yang seperti badai hebat di telinganya.

Baju Luki kotor karena lumpur dan kubangan air, wajahnya memerah dan dia terbaring di atas tanah menjerit kesakitan berguling dan menggeliat kesana kemari dengan otot dan pembuluh darah di bagian kepala membengkak, air matanya berlinang dan mengalir jatuh ke tanah, nafasnya tersedak sedak dan dari semuanya mata Luki seakan di penuhi keputusasaan dan kegilaan.

Tidak, tidak..!!, aaahhh...!!!, jika seperti ini aku akan mati, seseorang siapapun, kumohon...kumohon...

Thump..., Detak jantungnya mulai semakin cepat seolah akan meledak.

Luki masih terus berjuang dengan mencoba membenturkan kepalanya ke tanah dan bebatuan yang ada di sekitarnya, berguling ke sana kemari di atas tanah kotor yang membuat pakaiannya tertutup lumpur dan kotoran.

Berbagai usaha yang Luki lakukan tak membuat suara suara itu mereda tapi malah membuat cairan merah mengalir keluar dari tubuhnya.

Ini gila dan aneh, apakah aku akan mati sekarang..?, Arshen membuang kertas yang dia sumpal di telinganya, membuat kertas itu tersebar kemana mana dengan noda merah darah, Luki seolah pasrah akan kematiannya yang menyakitkan.

Mata detektif itu mulai memerah, pandangannya mulai menjadi kabur, matanya sedikit demi sedikit tertutup dan dia terjatuh ke samping dengan wajah yang sangat menyedihkan dan cairan merah keluar dari telinganya.

Di akhir pandangannya Luki menatap langit tinggi yang menggelap disertai tatapan dari burung gagak yang bertengger di atas gedung gedung tinggi.

Apakah dia mengatakan shersdus, atau sverresss, entahlah sepertinya dia mengatakan kata itu. Arshen mencoba menirukan kata dari bisikan yang dia dengar di dalam pikirannya.

Cairan merah perlahan terlihat mengalir dari mata dan hidungnya, pembuluh darah di kepalanya pecah dan membasahi wajahnya dengan cairan merah yang mengalir ke pakaiannya.

Apa dia mencoba menyuruhku menjawabnya?, apa yang harus kujawab.

Luki menggertakan giginya dengan kuat, dan jantungnya berdetak semakin kencang dan kuat seakan kepala dan jantungnya akan segera meledak.

Luki menguatkan tekadnya dan dengan sekuat tenaga membuka mulutnya yang di basahi cairan merah, dia berusaha mengucapkan sebuah kata dalam bahasa yang aneh, mengikuti apa yang dia dengar dari bisikan bisikan yang membuat kepalanya seperti di tikam duri duri tajam

"Sev, aahhh.!!, erdius!" Luki berjuang mengucapakan kalimat itu dengan terbata bata.

"Servedius", Seharusnya itu yang dia katakan, apa ini jawabannya?. Suara itu masih terdengar menusuk ke kepalanya dan hanya tinggal menungu waktu hingga tubuh Luki meledak karenanya.

Dalam keputusasaan, kegilaan, dan ketakutan yang menguasanya, Luki hanya bisa pasrah.

Tetapi tiba tiba suara itu seketika berhenti, hal itu membuat Luki sedikit lega dan tubuhnya berhenti menggeliat liat di tanah yang kotor. Air di matanya perlahan berhenti, tapi darahnya terus mengalir dari kepalanya, membuat Luki dia terlihat sangat pucat karena kekurangan darah.

A..apa sudah selesai...?, earghh... Itu masih berdenging...,pikirnya sesaat sebelum suara suara itu datang lagi tapi kini Luki dapat memahami kata kata itu dengan jelas dan tak lagi menyakitkan seolah dia baru saja mempelajari bahasa baru.

"Servedius..., Arshen...., Archivis...", Suaranya seperti suara perempuan yang serak dengan nada lembut tetapi menekan dan mendominasi.

Sebelum kehilangan kesadaran Luki mendengar suara lain dengan samar, itu terdengar seperti, "World" yang diucapkan dengan nada memerintah.

Suara itu semakin lama menjadi memudar dan Luki terbaring lemas tak berdaya dengan kondisi yang mengenaskan, terbaring di atas aspal hitam yang penuh cairan merah dengan seluruh tubuhnya memerah.

Drip...drip...

Tetesan air jatuh dari atas langit gelap, gagak gagak yang bertengger di atas gedung mulai berterbangangan dengan kepakan sayapnya yang tanpa suara, mereka seolah mengelilingi tubuh Luki yang bersimbah darah.

Jalanan di sekitarnya yang di penuhi kertas kusut bernoda merah bercampur lumpur, yang berceceran di atas aspal hitam.

Tiba tiba seluruh hal yang ada di sana bergetar dengan kuat seolah gempa bumi sedang terjadi

Luki yang masih memiliki kesadaran mendapatkan kembali penglihatannya, dia menatap lurus kedepan dan dengan samar dia melihat segalanya bergetar dan runtuh hingga pandangannya tertutup reruntuhan dan Luki kehilangan kesadaran.

Sebuah kabut putih muncul dari tempat yang tidak di ketahui menembus celah celah gedung yang runtuh dan menutup seluruh tubuh Luki yang sedang sekarat dan di penuhi cairan merah serta lumpur. Keadaannya terlihat sangat mengenaskan sekaligus menakutkan, dia tak sadarkan diri, terkulai lemas tak berdaya dengan penampilan yang sangat berantakan, seolah satu kata lagi yang terdengar di kepalanya akan membuat kepalanya benar benar meledak seperti kembang api saat itu juga.

...

Malam hari di sebuah hutan berkabut.

Di sebuah hutan yang gelap dan berkabut sebuah api unggun menyala di dalam kedalaman hutan, di depan api unggun itu terdapat sesosok manusia yang duduk sambil memegang lentera yang memancarkan cahaya berwarna kuning redup ke sekitar, matanya tertutup dan tubuhnya pucat seperti mayat.

Dia adalah seorang pria yang mengenakan sepatu kulit bertali dan sarung tangan sarung tangan kulit berwarna hitam yang di hiasi dengan ornamen bintang yang berwarna cerah dengan simbol simbol aneh yang terukir di dalamnya, mantel panjang berwarna abu abu yang seolah memberikan tekanan sekaligus menyembunyikan misteri di baliknya, dan rambut hitam panjang yang di sisir ke belakang.

Setelah beberapa saat otot otot di kepalanya menjadi menegang, tubuhnya pucatnya kembali hidup, jantungnya berdetak dengan kencang dan bergema di hutan yang sunyi.

"Hnghh...." Mata pria itu terbuka memperlihatkan mata abu abu kehitaman yang seolah memiliki misteri yang dalam, ekspresinya berubah seolah telah melewati siksaan yang sangat kejam dan menyakitkan, lentera di tangan kanannya terjatuh dan membakar rerumputan di sekitarnya.

Pria itu tersentak kebelakang, menekan pelipisnya, matanya membesar dan melihat ke sekitar mendapati ekspresinya berubah menjadi kebingungan sekaligus ketakutan yang dalam.

Dimana ini...?, berapa lama aku tak sadarkan diri...tch... Aaahhhh.. kepalaku. Pikir pria itu yang mengenakan mantel coklat panjang dengan sarung tangan bermotif bintang.

Tap...

Pria itu menegakkan kakinya mencoba berdiri mengamati sekelilingnya dengan kebingungan dia melihat pepohonan yang di penuhi kabut yang membuatnya sulit untuk melihat ke kejauhan.

Dia menoleh dan menatap ke atas langit yang ditutupi kabut, dia mengangkat alisnya dan mengerutkan keningnya,

"Apa itu, kenapa bulan terlihat berwarna ungu?, Di, Dimana ini?, dan sebenarnya suara suara apa itu" matanya memantulkan bulan bulat berwarna ungu kemerahan, dia kembali terduduk di atas tanah dengan kebingungan.

Tapi tiba tiba sebuah ingatan ingatan familiar yang terasa bukan miliknya merasuki kepalannya seperti badai, dia menundukkan pandangannya dan meletakan tangan di kepalanya serta menekan jarinya ke pelipis menahan rasa sakitnya sambil menyandarkan punggugnya ke pohon yang ada di belakangnya.

Dengan kebingungan dia mencoba mengucapkan sebuah kata.

"Aku, Arshen Rosselvelt..., seorang pengembara.., sstt..., tidak ini bukan ingatanku..., aaahhh, bahasa Eldritch, serapian dan, dan.., kota Persepolis..., tidak...!"

Pria itu melangkah mundur dengan ekspresi kebingungan dan terkejut.

Tunggu, ada yang salah dengan suaraku, ini...ini suara ini..., ada yang tidak benar.., aku.., aku adalah Luke Constantine, seorang detektif, dan..., yah benar, aku ingat sebelumnya aku mendengar suara suara dengan bahasa aneh yang membuat kepalaku seolah meledak ledak, tidak!, mungkin, kepalaku benar benar telah meledak. Pikirnya sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangannya seolah sedang berpikir.

"Tidak..., aahhhh..., tidak tunggu apakah ingatan ini..., milikku...?" Pria yang memanggil dirinya Luke Constantine dan dan Arshen Rosselvelt itu terduduk di depan pohon yang tak jauh dari api unggun yang membakar kayu bakar sedikit demi sedikit dan mata abu abu kehitamannya menatap kosong dengan ekspresi dingin.

Dia menurunkan tangannya dan meletakkannya diantara kakinya dan menutup matanya seolah tak ingin memikirkan atau melakukan apapun lagi.

Setelah beberapa saat waktu berlalu.

Pria itu membuka matanya kembali,dan berjalan mendekat ke depan api unggun mengambil lentera yang terjatuh dan dia memasang posisi duduk di atas tanah dan rumput kering, dia menutup matanya seolah tidak peduli dengan apapun yang ada di sekitarnya.

Klak.. Bunyi kayu bakar yang terbakar api di depan Arshen yang terdiam dan memejamkan matanya.

...

Di luar hutan berkabut dua kereta kuda berhenti di bawa cahaya bulan ungu.

Salah satunya seperti kereta kuda bangsawan yang di dalamnya membawa seorang gadis remaja dengan mata biru laut yang indah, dia memakai kemeja merah yang tertutup jubah bertudung hitam dengan celana hitam panjang dan kipas lipat bermotif di tangannya layaknya bangsawan, dia duduk di temani seorang pria paruh baya yang mengenakan tailcoat hitam dan kemeja putih, dia duduk di depan gadis bergaun merah sambil mengotak atik sebuah arloji tua berwarna perak.

"Rick, apa kau sudah memastikan bahwa bunga itu benar benar ada di hutan ini" Kata gadis itu sambil menatap ke pria paruh baya di sebelahnya.

Mendengar gadis di depannya bertanya Rick yang duduk di depannya meletakan revolver di tanganya ke sarung pistol yang ada di pinggangnya.

"Miss Wednesday, aku sudah memastikan bahwa informasi yang sebelumnya aku terima adalah benar, dan hutan kabut Elden ini benar benar memiliki hutan magis yang tersembunyi di dalamnya, untuk bunganya sendiri aku kurang yakin apakah sudah tumbuh". jawab Rick menanggapi pertanyaan Miss Wednesday di depannya.

"Bagus, mari kita masuk, panggil mereka untuk bersiap" kata Wednesday sembari memainkan kipas di tangannya sambil menatap ke hutan berkabut dari balik jendela.

"Baiklah yang Miss Wednesday" jawab Rick.

Rick membuka pintu kereta kuda menginjak rumput hijau segar dan membantu Miss Wednesday turun dari kereta kuda layaknya tuan putri.

"Tunggu sebentar.."

Rick meninggalkan Miss Wednesday dan berjalan ke kereta lain yang ada di depannya

Rick berjalan mendekatinya dengan tatapan seriusnya.

"Turun kita ini sudah waktunya"

"Baiklah kami akan bersiap" kata suara dari dalam kereta kuda itu.

Setelah beberapa saat pintu kereta kuda terbuka, dari dalamnya keluar dua orang pria yang mengenakan topi panjang berwarna hitam dengan mantel abu abu panjang dan dasi hitam, yang satu memiliki pedang di pinggangnya sementara yang lain memiliki revolver di tangan kanannya.

"Ayo" kata salah satu dari mereka yang turun dari kereta kuda.

Rick kembali ke tempat Wednesday bersama kedua orang bermantel abu abu di belakangnya, dia mengambil tiga lentera yang sudah dia siapkan di kereta kudanya dan memberikannya ke kedua orang di belakangnya.

"Miss Wednesday, kita hanya bisa menjelajahi area ini sebelum matahari terbit" kata Rick sambil melihat ke arloji perak miliknya.

"Tentu"

Wednesday melebarkan kipas lipat bermotifnya dan berjalan memasuki hutan berkabut dengan ketiga pria di belakang mengikutinya.

Tap...

Mereka terus berjalan masuk seolah tertelan kabut abu abu yang menutupi hutan, di kejauhan sebuah cahaya kuning terlihat sesaat mereka memasuki hutan berkabut.

Dan menampilkan siluet seorang pria yang tengah terduduk dengan mantel panjang.