Hari itu sama sekali tidak spesial, belum ada hal spesial yang terjadi baginya atau bagi siapapun. Namun, dialah yang akan membuat hari itu spesial, setidaknya baginya dan bagi seorang gadis yang tidak pernah ia duga atau prediksi. Seseorang yang akan mengubah hidupnya, entah menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk. Semua itu hanyalah masa depan yang masih tidak penting, yang penting adalah momen saat itu. Momen spesial yang akan membukakan jalan bagi dua takdir untuk saling bertemu.Anak laki-laki itu berdiri di depan kelas dengan mengenakan jaket hitam menatap ke penjuru kelas. Matanya menyala terang dengan senyum yang membuat pipinya lesung. Dia berkata, "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, perkenalkan semuanya namaku adalah Sastra Prayata, hobiku kebanyakan membaca atau mendengarkan lagu. Sebelum aku kembali duduk aku akan menampilkan sesuatu, silakan menikmati."Lalu dia mengeluarkan bulu burung putih dari saku jaketnya. "Seperti yang kalian bisa lihat ini adalah bulu burung." Dia mengangkat bulu itu tinggi dan mencuri perhatian 36 anak di kelas itu. Namun ada yang aneh dengan bulu itu, bentuknya tidak natural dan kurang mengkilap jika terpapar cahaya. Jika dilihat lebih dekat itu hanyalah kertas putih yang dilipat sedemikian rupa sehingga membentuk bulu. Kertas ini biasa disebut flash paper. Tangan kiri Sastra masuk ke saku kirinya dan mengeluarkan korek api.Sama sekali bukan ide bagus kalau aku mengeluarkan korek api langsung di depan kelas dan wali kelasku. Mereka pasti akan nganggap aku perokok, tapi yah siapa peduli ini cuma kugunakan buat trik sulap, bodo amat lah."Buka mata kalian dan saksikanlah!"Sastra menyalakan korek itu lalu membakar kertas bulu yang ada di tangan kanannya. Kertas itu terbakar dengan cepat dan juga indah. Apinya berwarna merah dan oranye yang terdapat percikan seperti petasan di akhirnya. Cahayanya melukis kuning wajah Sastra yang tertimpa bayangan matahari pagi dari jendela.Dalam sekejap kertas itu berubah menjadi burung merpati putih yang hidup. Burung itu mengepak-ngepakkan sayapnya mencoba untuk kabur. Anak anak di sana ada yang heran bagaimana burung itu bisa muncul di tangannya, tetapi ada juga yang menganggapnya remeh mungkin karena mereka sudah pernah melihat trik yang lebih menarik atau tau rahasia dibalik trik sulap ini. Yang pasti kebanyakan dari penonton merasa kagum walau hanya sedikit.Sastra memasukkan lagi korek apinya dan berusaha memegang merpati itu dengan lebih benar. Usahanya itu tidak berbuah manis karena merpati putih itu berhasil lepas dan sekarang terbang bebas di seluruh kelas. Beberapa anak sampai berteriak karena merpatinya terbang dengan amat liar dari sisi ke sisi. Dengan nada bersalah Sastra berkata, "Maaf semuanya, jangan khawatir akan segera kuatasi."Tanpa ada tanda panik Sastra berjalan 2 langkah maju lalu menepuk tangannya dan bersiul dua kali. Gerakan itu disadari oleh si merpati yang akhirnya berhenti bersikap liar lalu terbang ke tangan Sastra. Lalu Sastra meremas merpati itu dengan kedua tangannya hingga membentuk bola. Saat dia membuka tangannya yang ada hanya kain lebar berwarna putih. Baru setelah Sastra melakukan itu sebagian besar anak anak tepuk tangan. Sastra juga melepas jaketnya di depan lalu melipatnya membuktikan bahwa tidak ada apa apa dibalik jaketnya.Terakhir Sastra membungkuk sambil mengayunkan tangan kanannya ke bahu kiri berterimakasih lalu kembali ke bangkunya. Tanpa ia ketahui Sastra telah menangkap perhatian dari salah satu gadis yang duduk di bangku depan. Matanya bersinar bukan karena kagum, melainkan lebih kepada cinta pandangan pertama. Namun, saat itu dia hanya bisa duduk sambil menunggu waktu yang tepat untuk mendekatinya.Setelah semua anak maju wali kelas itu yang bernama Bu Rima berdiri lalu menceritakan lebih banyak tentang dirinya. Menjelaskan bagaimana beliau menjadi guru, pengalaman beliau selama menjadi guru dan menceritakan sedikit tentang sekolah ini. SMA yang mereka tempati adalah SMA Negeri 13, Malang dan mereka adalah anak kelas X.B.Di jam pelajaran selanjutnya tetap sama, masih perkenalan masing-masing anak. Perkenalan gurunya dan juga mata pelajaran yang akan dipelajari. Namun, Sastra tidak mempraktekkan trik sulapnya lagi cukup 1 kali saja. Pelajaran yang ada di hari senin terdiri dari PKN, Fisika, Bindo dan P5. Pelajaran Bindo terpisah di antara sholat dhuhur. Masjid di sekolah itu juga bagus, Sastra merasa tentram saat sholat dhuhur jamaah di sana.Tibalah jam pelajaran P5 yang baru hanya untuk kurikulum merdeka. Di pelajaran itu mereka diperintahkan untuk membuat kelompok per 3 atau 4 anak. Lalu mereka juga diperintahkan untuk mendiskusikan tentang cyberbullying bersama dengan kelompoknya. Sastra berdiri dari tempat duduknya sambil memegang HPnya dan melihat ke sekeliling mencari siapa saja kelompoknya. Lalu ia berjalan ke depan dan duduk di kursi yang posisinya dekat dengan pintu masuk kelas. Meja dan kursi kelas itu masih dalam bentuk kayu jadi tidak bisa dipindahkan dengan mudah. Sehingga Sastra perlu membalikkan badannya ketika akan berbicara dengan anggota kelompoknya yang ada di bangku belakang.Meja dan kursi itu berwarna cokelat tua dengan tekstur kayu serta terlihat samar-samar terdapat coretan pulpen atau gambaran dari tipex cair. Ada juga gambaran juga gambaran huruf S 3 dimensi. Kelas ini memang antik, meja kursinya saja kayak gini ada coretan love-love annya lagi... Sastra meletakkan buku dan pulpennya di atas meja sambil membatin tentang kondisi bangkunya.Sastra duduk di kursi kanan tiba-tiba datanglah cewek yang mengisi kursi kirinya sambil duduk dengan anggun. Tangan kanannya menyapu rambut panjangnya ke belakang menunjukkan telinganya. Tatapannya tertuju pada buku gambar yang terbuka di depannya. Terdapat sketsa sebuah pulau yang dikelilingi samudera luas. Sebelum Sastra bisa melihat semua konten yang ada di gambaran itu, bukunya ditutup. Cewek itu mengubah posisi duduknya dan menatap ke Sastra yang sedang bersandar di tembok. Mata cewek itu seperti almond dengan pupil cokelat. Rambutnya terurai hingga kira kira punggungnya. Ada 2 klip rambut berwarna biru di rambut bagian kirinya. Wajahnya cantik ditambah lagi dengan kulitnya yang sangat bening. Jika Sastra meneliti setiap perempuan di kelas pasti dialah yang paling bening. Tingginya juga tidak terlalu tinggi maksimal setinggi telinga Sastra.Cewek itu tersenyum lalu membuka mulutnya dan berkata, "Kamu Sastra kan, aku Isabel Magdalena panggil aja Isabel, harusnya kamu udah tau kalau kamu memperhatikan tadi." Sastra terdiam berpikir mengapa cewek ini langsung menghakiminya padahal baru saja kenal. Melihat Sastra yang terdiam Isabel melanjutkan, "Iya kan, kamu gak tau namaku soalnya dari tadi kamu ngeliatin HP terus.""Ah iya juga, aku tadi lagi baca buku di HP, yah emang keliatannya seperti main HP, tapi aku tau namamu kok."Isabel langsung mengerutkan dahinya sambil berkata, "Tuh kan kamu sendiri juga ga sadar ngapain aja, makannya perhatikan pelajarannya. Jangan-jangan kamu ga tau tugasnya apa sekarang." Sastra kembali heran kenapa cewek ini marah marah sekarang, tetapi ia segera memikirkan kata-kata terakhir yang Isabel katakan. Dia menjawab sambil agak tertawa, "Ga tau sih, pokoknya aku kumpul aja."Pipi Isabel terlihat memerah, tetapi sebelum dia bisa mengatakan apa-apa ada anak di belakang yang menyahut, "Kita nulis pengalaman ga sih, tentang cyberbullying atau tentang pandemi ya, ah males deh." Suara itu adalah suara anak perempuan yang namanya Rebecca Yosefina yang biasa dipanggil Becca. Keduanya menoleh ke belakang mendengar jawaban dari Becca. Lalu Isabel melanjutkan "Iya, cyberbullying.""Kalau begitu mari kita mulai diskusinya." Sastra lalu memfokuskan perhatiannya pada mereka berdua. Isabel berkata sambil menunjuk Sastra, "Kamu duluan.""Jujur aku gak pernah ngalamin dibully di sosmed.""Moso se, gak mungkinlah pasti pernah ngalamin kan. Dari akun anonymous gitu mungkin, ga mungkin ga pernah." Becca merasa tidak percaya dengan pernyataan Sastra. Dia meletakkan kepalanya di salah satu tangannya yang lurus menempel dengan meja."Lah iya, aku emang ga pernah lagian juga jarang aku main gituan. Kalau misalnya dibully di sosmed tinggal uninstall aplikasinya atau matikan HP. Kenapa dimasukkan ke hati.""Iya juga sih, tapi ya ga gitu juga itu kan masih aja membuat orang lain tersakiti hatinya jadi cuma dengan matikan HP atau melupakan itu biasanya ga bisa." Isabel sedikit setuju, namun disisi lain juga tidak setuju."Nah kalau gitu itu salah mereka kan, memperbesar masalah dan mikirin masalah itu terus tanpa mencari solusi. Jika kita hanya diam saja dan meresapi setiap ucapan buruk orang lain kita sama buruknya dengan mereka. Kenapa karena orang yang tidak bisa berdiri membela dirinya sendiri tidak memiliki harga diri. Sama dengan orang yang membully secara anonymous mereka tidak berani menghadapi secara langsung dan menggunakan media sosial untuk menjelek jelekkan orang lain mereka juga rendahan. Apalagi orang yang ikut mengkonsumsi informasi dari pembully dan ikut membully dalam skala yang besar mereka semua penakut karena tidak berani tanpa adanya kelompok bersama mereka." Sastra tanpa sadar menjelaskan panjang lebar kepada 2 teman barunya itu.Isabel yang dari tadi mendengarkan secara seksama menyangkal Sastra, "Pendapatmu itu terlalu subjektif dan kurang realistis dalam prakteknya. Kita gak bisa menentukan tinggi rendahnya seseorang semau kita, terus bagaimana jika korban cyberbully itu gak ada yang membela, apa akan dibiarkan terus kayak gitu? Setidaknya harus ada orang yang menyelesaikan masalah itu dan membantu korbannya.""Sayangnya Isabel, tidak ada orang yang seperti itu, kalau ada ya jarang. Tidak ada orang yang akan rela menyelamatkan orang lain jika itu merugikan dirinya atau tidak menguntungkan. Korban pun juga tidak mungkin bisa melawan sendiri." Sastra menjawabnya dengan nada yang melankolis.Lalu Becca menceletuk, "Setauku dulu ada anak yang sama kasusnya juga, tapi dibawa ke bk trus akhirnya..." Dia berhenti di ditu sambil berpikir. Lalu Isabel bertanya, "Akhirnya apa?" Becca menjawab, "Gatau ya, pokoknya anaknya jadi kayak menyendiri le, kasian. Tapi itu di SMP ku dulu yo ga tau kalau di SMA ini.""Yaelah kirain kamu tau lebih banyak. Mending ganti topik pusing mikirin ini, hmmm ah Sastra, mantanmu ada berapa nih, apa kamu udah punya pacar?" Sastra kaget mendengar pertanyaan Isabel. Isabel selalu berhasil membuat Sastra kaget dan bingung harus menjawab apa.Kenapa cewek ini selalu tanya yang aneh-aneh, aku sama sekali gak paham. Kenyataannya aku gak pernah punya pacar. Sialan, kenapa harus ada pertanyaan kayak gini, kalau aku jawab belum pernah bagaimana harga diriku ini. Mending aku bohong, hmmm enaknya berapa ya 2 atau 3 mantan. Gak mungkin aku bilang punya pacar pasti mereka akan segera tau, cewek itu mulutnya kemana-mana telinganya juga dimana-mana. Yasudah, aku bohong bilang 3 mantan aja. Selama berpikir Sastra tetap menjaga ekspresinya datar karena ia sudah terbiasa berbohong.Dia menatap mata Isabel lalu menjawab "Tiga." Isabel menyaut, "Tiga apaan? Tiga mobil apa tiga pensil apa tiga kucing." Sialan, cewek ini kenapa dia terus memojokkan aku? "Tiga mantan." Sastra hanya bisa tersenyum dan menyembunyikan kekesalannya."Ahaha cuma 3, aku punya lima loh jauh lebih banyak dari kamu." Isabel menyandarkan diri ke kursi lalu tertawa sambil menutup separuh mulutnya dengan punggung telapak tangannya.Lalu Becca menyeletuk, "Heleh, mana ada kapan coba kamu pernah punya pacar, adanya paling cuma Kpop kesayanganmu doang." Isabel yang mendengar itu berteriak pada Becca, "Hei diam." Sudah jelas dia malu dengan pipinya yang memerah.Mereka kelihatannya dekat, aku juga gak lihat mereka saling berkenalan. Mereka juga gak memakai jilbab. Oh ya, aku lihat list anak kelas ini separuhnya ada yang non mus kebanyakan kristen dan beberapa katolik. I see, mereka agamanya kristen dan kemungkinan besar berasal dari smp yang sama atau mungkin kenalan saat MPLS, tidak mereka lebih dekat daripada itu. Cewek ini bikin kesal aja, tapi dia buat aku penasaran dia juga lumayan cantik dan bodynya, ehem. I am a gentleman i shouldn't be looking at her like that. Akankah dia membuatku harus terus berbohong dan akting, aku benci berbohong meskipun aku ahli dalam berbohong.Sastra berhenti berpikir saat Isabel bertanya, "Oh ya Sastra, kenapa tadi kamu nampilin trik sulap dan kok bisa burungnya muncul pas ada api itu sama kok bisa ngilang jadi kain pas kamu genggam?"Sastra yang sudah mempersiapkan jawaban dari pertanyaan ini menjawab, "Kenapa aku nampilin sulap itu biar keren aja dan karena aku bisa. Triknya ada pada saat aku membakar bulu burung itu, aku berdoa lalu tiba-tiba burung merpati di tanganku, gampang cuma butuh iman yang kuat aja.""Ah yang bener, ga mungkin pasti ada triknya.""Oke oke, triknya itu burungnya ada di dalam lengan jaketku pas aku maju ke depan aku kan pakai jaket. Jadi setelah kertasnya terbakar kutarik keluar burungnya."Isabel masih merasa ada yang salah lalu bertanya lagi, "Tapi kan yang terakhir kamu genggam burungnya trus ilang, tapi kamu juga lepas jaketmu habis itu burungnya ilang kemana dong? Ini gak masuk akal masih ada yang kamu sembunyikan."Sambil tersenyum Sastra berkata, "Itu rahasia pesulap."