Di hari sabtu 5 Agustus 2023 Sastra sedang berdiri di antara kerumunan orang yang mengenakan kaos hitam. Dia merasa kesepian di dalam keramaian itu sehingga dia bermain dengan HPnya. Karena suasana tidak kondusif untuk konsentrasi membaca, maka dia membuka Instagram dan hanya scroll. Setelah entah berapa lama akhirnya mereka mulai berbaris untuk masuk ke dalam GOR Bima Sakti. Ada 2 barisan yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dan jelas Sastra berada di barisan laki-laki. Setelah menyerahkan tiket masuknya tangan Sastra distempel, kemudian tasnya dicek. Mereka tidak boleh membawa minuman apapun selain yang dibeli di sana.
Kemudian Sastra berjalan memutar ke arah sisi lain yang berlawanan dari pintu masuk. Dia naik ke atas tribun yang sudah ditentukan untuk SMA 13. Di sana Sastra hanya bisa duduk sebentar karena saat permainannya dimulai dia harus menjadi supporter. Sebagai supporter Sastra harus menyanyikan chants dan melakukan gerakan sesuai yang pernah dipraktekan saat latihan. Dia melompat, berteriak dan bernyanyi bersama sampai lelah sekali. Sastra sudah tidak tau berapa lama dia berada di tribun itu. Dia bahkan tidak bisa melihat pertandingannya dengan jelas. Meskipun dia berada di bagian atas, tetapi dia sudah terlalu lelah untuk dapat mengikuti pertandingan itu. Sekalinya dia duduk 5 detik kemudian pasti dia akan berdiri lagi. Sampai pada akhirnya SMAnya kalah dalam pertandingan itu.
Dia merasa kecewa dengan pertandingan pertama sekolahnya, tetapi setidaknya dia dapat menyaksikan perjuangan pemain basket sekolahnya dan supporter sekolahnya yang paling ramai. Karena dari pihak lawan tidak memiliki banyak suporter. Alasannya karena mereka berasal dari luar kota.
Ketika pertandingannya selesai Sastra berjalan turun melalui tangga di tengah tribun. Dia harus mengantri sebelum akhirnya mencapai ruangan di belakang tribun yang memiliki koridor menuju exit. Selama dia berada di GOR Bima Sakti Sastra menemukan banyak sekali orang yang berpacaran. Ada juga orang yang mencibir mereka yang berpacaran karena tidak serius menjadi supporter. Tepat di depannya sendiri pun ada 2 orang yang bergandengan tangan dengan mesranya tidak memedulikan keadaan sekitar. Itu tidak semestinya merupakan hal yang buruk. Jika dilihat dari sisi budaya atau agama, tindakan mereka akan dipandang buruk. Tentu moral berasal dari budaya masyarakat serta agama yang dianut oleh masyarakat setempat. Dan orang yang menentang moral akan dipandang sebelah mata.
Akhirnya Sastra dapat melihat langit senja dan menghirup udara segar di luar. Dia mengikuti arus dan berjalan sesuai rute yang ditentukan. Di samping kanannya sudah ramai penonton dari sekolah yang akan bertanding selanjutnya. Sastra tidak langsung pulang, dia berhenti di depan tempat parkir motor untuk menunggu teman-teman sekelasnya yang sudah janjian.
Dia buka HPnya lalu melihat ke notifikasi WA. Ternyata ada pesan dari Isabel, "Gimana tadi dblnya?" Sastra menjawab, "Kalah, lagian sudah jelas lawannya itu. Harusnya kamu ikut aja nonton sendiri daripada nanya ke aku. Bisa merasakan dan punya pengalaman sendiri."
Kala itu Isabel sedang melukis di kanvas sendirian di kamarnya. Dia memperhatikan garis-garis yang ia gambar di kanvas sebelum melukisnya. Dia ambil kuas yang memiliki bulu agak besar lalu mengoleskannya di cat berwarna biru. Cat yang ia gunakan adalah cat minyak sehingga tidak mudah mengering. Lalu ia menggoreskan kuasnya pada kanvas itu. Ia mewarnai bagian yang seharusnya menjadi laut dengan warna biru tua. Dia mengutamakan warna yang akan menjadi area shadow dan menyisakan highlight nya untuk nanti.
Tiba-tiba ia mendengar dering notifikasi dari HPnya, lalu dia melihat isi HPnya. Setelah tau itu adalah pesan dari Sastra Isabel menjawab, "Oo gitu, aku gak bisa ikut karena aku gak bisa kalau terlalu capek." Membaca itu Sastra membatin, Kalau capek aja aku juga capek semua orang juga sama. Kamu cuma males aja paling tiketnya juga gak terlalu mahal.
"Kamu cuma males aja paling," tulis Sastra. "Dih, aku sudah bilang kalau gak bisa capek malah sekarang dibilang males. Udahlah lupakan aja," jawab Isabel sambil menuliskan pesan lagi, "Berarti habis ini kamu pulang dong?" "Ya, habis ini langsung pulang, tapi ini nunggu foto dulu dan di jalan juga padat susah keluar. Macet pol, tapi cuma di jalan depan ini aja." Ketika mengetikkan itu teman sekelasnya Sastra sudah datang dan mengajaknya untuk foto. Sebelum pergi foto bersama mereka, tidak lupa Sastra mengirimkan pesan, "Udah ya bel, aku foto dulu nanti kuhubungi lagi. "Okk, hati-hati nanti di jalan," jawab Isabel.
Martin yang sudah tidak sabar lagi untuk foto, terus memaksa semua anak di sana untuk segera foto bersama. Martin memaksa foto bukan karena dia maniak foto, melainkan dia ingin segera terbebas dan bisa pulang. Martin berkata, "Ayo semuanya kumpul di depan sini, habis ini kita foto!" Perhatian orang orang teralihkan padanya sampai orang-orang di sekitar yang bukan dari kelasnya ikut menoleh. Sastra yang selesai mengirimkan pesan pada Isabel ikut bergabung dengan mereka untuk segera foto.
Cekrek… Cekrek…
Beberapa foto diambil dengan gaya selfie dan ada sekitar 15 anak yang ikut termasuk Sastra, Martin dan Levin. Setelah selesai berfoto Martin mengajak Sastra dan Levin ke cafe di dekat situ. Dia berkata, "Kalian mau nongkrong dulu di kafe sebelah sini gak? Sekalian nunggu jemputan, kalau aku pesen Gojek aja." Sastra menoleh pada Levin lalu menjawab, "Beolah aja, gimana kamu Levin?" "Ayo aja mah gua," jawab Levin. Keduanya setuju kemudian mengikuti Martin ke sana. Suasana cafe itu sangat penuh, tetapi untungnya mereka menemukan tempat duduk kosong di lantai dua.
Di sana Martin membuka topik pembicaraan, "Kelas kita sudah nentukan siapa aja yang ikut lomba HUT belum?" Levin sedang membaca menu, jadi Sastra mengambil inisiatif untuk menjawab, "Sudah beberapa, yang bagian menyanyi sudah tinggal lomba yang fisik aja yang belum ditentukan. Banyak yang nolak kemaren, anak- anak kelas kita kurang kompak emang."
Levin yang sudah selesai melihat buku menu bergabung dengan percakapan mereka. Dia menambahkan, "Pokoknya harus sudah diupload siapa aja yang ikut lombanya di link, tenggatnya minggu depan." Martin meminjam buku menu dari Levin lalu memilih makanan yang ada di situ. Setelah waiter datang mereka mengatakan setiap pesanan masing-masing. Yang mengejutkan adalah tidak ada dari mereka yang memesan makanan, hanya minuman. Tidak lama kemudian minuman mereka datang, Sastra memesan kopi susu, Levin memesan milkshake dan Martin memesan green tea.
Sambil menyeruput kopinya Sastra bertanya pada Levin, "Kamu bener-bener mau gabung sama OSIS?" Levin menoleh pada Sastra karena merasa pertanyaannya ditujukan padanya. Dengan yakin Levin menjawabnya, "Yup, gue nanti mau ikut seleksi OSIS makannya selalu pakai nametag itu kalau di sekolah. Lagian kakak gue juga ketua OSIS kan, dia juga nyaranin ikut aja biar ada pengalaman."
"Emang enak tah kalau gabung organisasi?" tanya Sastra. Kali ini Martin yang menjawab, "Tergantung orangnya, ada yang merasa seru atau sulit yang pasti kita dapet tanggung jawab atas organisasi itu. Aku juga mau masuk Dewan Ambalan, jadi nanti aku kemah." Sastra menyandarkan diri ke kursi selama mendengarkan penjelasannya. Lalu pertanyaan lain dilontarkan oleh Martin, "Kamu gak mau ikut organisasi apa gitu, Sas?" Sastra menatap Martin dan menjawab, "Gak ada, paling cuma KIR aja, tapi itu ekskul dan gak termasuk organisasi kan?"
"Enggak termasuk, tapi lo ngapain aja di KIR, itu nulis-nulis kan? Aku masih bingung apa bedanya sama ekskul jurnalistik." tanya Levin. "Ya, kita nulis dan meneliti. Sekarang tugasnya cuma nulis essay aja. Juga harus ikut lomba tentang penelitian dan menulis juga. Kalau jurnalistik itu kayaknya lebih fokus sama berita," jawab Sastra. Lalu Levin berkata, "Sama aja dong, pas nanti OSIS harus banyak nulis juga, ini gue aja sampai disuruh beli buku khususnya." Levin tidak mengeluarkan buku itu, tapi hanya menunjukkan foto contoh bukunya. Martin tertawa mendengar obrolan mereka. Karena tidak mau ketinggalan dalam percakapan dia berkata, "Kalian masih mending cuma nulis, kalau di DA kita malah harus ngafalin kode, simpul dll. Tapi worth it lah, soalnya lebih seru kita banyak aksinya." Mereka terus mengobrol sampai 10 menit berlalu, obrolan mereka mulai kebvanyakan tentang curhat permasalahan di sekolah.
Setelah Martin menghabiskan seluruh minuman greenteanya dia berbisik, "Rek, aku ke kamar mandi dulu titip tasku di sini, ya." Segera setelah mengatakan itu Martin berlari ke toilet di lantai satu. Tersisa Sastra dan Levin saja di meja itu. Dalam beberapa Saat keduanya terdiam tanpa ada yang memulai topik pembicaraan.
Lalu Sastra bertanya dengan wajah serius, "Levin, sudah kamu bicarakan dengan kakakmu belum tentang proposal penampilan sulapku?" "Sudah," jawab Levin, "Katanya dia akan mengusahakan buat bantu lo buat diterima. Tapi lo juga harus serius loh, jangan mempermalukan OSIS yang udah ikut bantu."
"Ahahah, pastilah aku juga rela jadi sponsor untuk dapet kesempatan ini. Akan kuberikan secara cash uangnya kira-kira senin," ucap Sastra. Levin menjawab, "Ok, makasih jangan lupa bener-bener lo siapin, penampilannya harus perfect." "Ngomong-ngomong kenapa lu se effort ini?" tanya Levin. Sastra meneguk tetesan kopi terakhirnya dan menjawab, "Aku mau tunjukkan kalau inilah yang bisa kulakukan."
Setelah 5 menit Martin kembali dari kamar mandi, seketika Sastra dan Levin kembali seperti biasanya lagi. Keduanya tampak tersenyum dan beberapa kali tertawa membicarakan tentang match dbl tadi. "Halo rek, aku langsung pulang ya, Gojekku udah dateng ternyata, sampai jumpa lagi senin," kata Martin. Sastra dan Levin pun mengangguk setelah itu melakukan tos dengan Martin sebagai gestur pamit yang dilakukan oleh sesama teman. Tidak lama kemudian kedua anak itu juga pulang ke rumahnya masing-masing.
Sastra sampai di rumah ketika sudah maghrib jadi dia langsung solat dan dilanjutkan dengan makan malam sendirian. Sambil makan di meja makan Sastra memikirkan tentang agendanya untuk minggu depan.
Hari ini aku sudah mengkonfirmasi tentang persetujuan OSIS untuk menampilkan pertunjukan sulapku di HUT nanti. Setelah aku kasih uangnya nanti di hari senin aku akan benar-benar tampil. Tapi sebelum itu aku harus mempersiapkan semua hal yang dibutuhkan saat penampilanku di panggung. Saat HUT nanti pasti akan ditonton oleh banyak anak, bahkan semua anak karena mereka akan dikumpulkan di lapangan. Jadi pertunjukanku nanti gak bisa hanya menggunakan kartu atau alat trik sulap kecil. Aku harus membuat pertunjukan yang besar dan meriah. Jika aku ingin membuat hal itu terwujud aku butuh seorang asisten. Siapa ya enaknya, oh mungkin aku bisa meminta bantuan Isabel. Semua asisten pesulap kan perempuan dia pasti cocok sebagai asisten pesulap.
Ayu yang baru saja pulang membawa piringnya lalu duduk di depan Sastra. Sastra berhenti berpikir lalu menyapanya, "Halo sis." "Gak usah manggil sis, kamu gak pernah manggil aku gitu," jawab Ayu dengan datar. Lalu Sastra berkata, "Ok sis." Sastra tidak tau kenapa dia mengatakan itu, tetapi entahlah dia melanjutkan makannya.
Setelah memberikan piringnya pada Bella untuk dicuci, Sastra kembali ke kamarnya di lantai dua. Dia melihat ke ke arah jam dindingnya dan ternyata saat itu masih pukul 8.36 malam. Sastra kemudian duduk di depan meja belajarnya lalu mengecek baterai HPnya yang sedang dicas. Sambil melakukan itu Sastra juga mengirimkan pesan pada Isabel, "Isabel aku dah pulang dan mau tanya sesuatu ke kamu." Setelah itu Sastra meninggalkan HPnya karena Isabel masih offline.
Sastra waktu luang yang ia punya untuk menyelesaikan target novel yang ia baca. Kemudian tidak lama setelah mengirimkan pesan itu Sastra mendapatkan jawaban, "Mau tanya apa?" "Kamu mau gak bantu aku nanti pas HUT SMA 13 nanti?" tanya Sastra. Isabel semakin bingung dengan permintaan dan pertanyaan Sastra. Dia pikir ini berhubungan dengan lomba-lomba yang kemarin dibicarakan di kelas.
Isabel bertanya lagi, "Ini tampil di lomba pas HUT atau pas jalan sekelas atau yang mana aku masih bingung?" "Mending kita telpon aja langsung biar bisa menjelaskannya langsung," usul Sastra. Isabel tampak menyetujui Sastra dengan mengetikkan, "Yaudah, ayo cepetan biar aku bisa cepet tidur."
Setelah Isabel setuju untuk telepon baru Sastra menelpon Isabel. Di dalam kamarnya Isabel sedang mengerjakan tugas matematikanya. Lalu ia hentikan dan menjawab telepon dari Sastra. "Halo Sas, kamu mau minta tolong apa emangnya?" tanya Isabel. Lalu Sastra menjelaskan, "Jadi tuh aku akan ditunjuk untuk tampil di HUT nantinya, bukan lomba tapi tampil sebagai pesulap." Mendengar itu Isabel langsung menyelanya, "Hah, kamu nanti tampil jadi pesulap pas HUT nanti?!" Suara Isabel sangat keras sampai Sastra melepaskan salah satu earphonenya. Sastra melanjutkan, "Ya, mungkin salah satu OSIS menyadari kemampuanku dalam sulap terus nunjuk aku. Jadi aku mau minta tolong kamu jadi asisten pesulap. Aku mau menampilkan pertunjukan yang spektakuler. Karena ada banyak penonton aku tidak bisa hanya menampilkan trik sulap menggunakan kartu. Jadi aku butuh bantuanmu untuk jadi asistenku. Kamu mau gak?"
Mendengar itu mata Isabel menyala dan dia menjadi lebih semangat. Tapi di dalam hatinya dia masih ragu dengan perkataan Sastra dan ragu kalau dia bisa melakukannya atau tidak. Isabel bertanya, "Ini beneran kamu ditunjuk tah, apa jangan-jangan kamu bohong?" Sastra tidak kaget dengan reaksi Isabel, itu reaksi wajar bagi semua orang yang mendapatkan informasi too good to be true. Setelah memikirkan jawabannya Sastra menjawab, "Kalau kamu masih belum percaya ikut kita senin tanya langsungh ke kakaknya Levin." "Kenapa kakaknya Levin?" tanya Isabel dan Sastra menjawab, "Karena dia ketua OSIS yang nunjuk aku."
Tanpa ragu lagi Isabel berkata, "Oke deh, aku mau bantuin kamu jadi asisten. Terus kita latihannya kapan? Gak mungkin kita langsung tampil kan?" Sastra tersenyum karena Isabel setuju untuk membantunya. Lalu dia menjawab, "Kita bisa mulai dari besok, besok kan minggu jadi libur." "Tapi minggu aku harus ke gereja," keluh Isabel. "Kamu di gereja dari pagi kan? Kalau siang bisa gak?" Sastra tetap berusaha untuk bernegosiasi dengannya. Tidak apa-apa jika pagi tidak bisa, mereka masih bisa latihan di siang hari. Akhirnya Isabel setuju dengannya, "Oke, siang bisa jam 1 aku udah pulang dari gereja."