Chereads / Chronophobia (Indonesia) / Chapter 10 - Glossophobia

Chapter 10 - Glossophobia

1 minggu kemudian pada senin tanggal 14 Agustus 2023 adalah hari HUT SMA 13. Di pagi hari Sastra sudah datang dan sedang berada di dalam barisan kelasnya. Tepatnya dua barisan dari pojok kanan. Pada saat itu dia mengenakan baju merah dan celana putih seragam dengan teman sekelasnya. Di barisan depan sendiri ada 2 anak berpasangan yang bukan pacar tapi mereka berperan sebagai maskot. Mereka memakai pakaian adat layaknya pengantin. Sastra sempat memalingkan kepalanya melihat ke kelas X.A di sana mereka malah menggunakan kostum dinosaurus. Lalu di kelas lainnya juga banyak yang lebih absurd mulai dari kostum hantu sampai pencuri. 

Setelah itu per kelas semuanya berjalan keluar sekolah sampai ke bundaran di dalam Permata Jingga lalu kembali lagi di sekolah. Semuanya tampak normal dan berjalan sesuai barisan mereka. Hanya saja sejak bangun Sastra tidak bisa tenang dan selalu khawatir dengan pertunjukannya nanti. Dia melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 08.22 pagi. Pertunjukannya akan dilaksanakan setelah sholat dhuhur jadi masih lama. Dia masih bisa berlatih dan mempersiapkan dirinya terlebih dahulu.

Pada pukul 09:55 Sastra masuk ke dalam ruang kelasnya yang lumayan sepi, karena kebanyakan mereka tidak boleh keluar dari lapangan. Hanya ada Lily, Lulu dan Isabel yang sedang membicarakan sesuatu. Sastra yang dari tadi murung memaksakan senyuman lalu berkata, "Halo guys, kalian lagi ngomongin apa? Enggak siap-siap, tah?" Semuanya menoleh ke arah Sastra yang sedang berjalan. Isabel menjawab, "Kita lagi ngomongin tentang peran kita masing-masing nanti. Kita juga masih lama kan tampilnya, habis dhuhur jadi bisa santai dulu dong." Lulu juga berkata, "Ah iya, kita juga belum ngambil kostum untuk asisten pesulap jadinya gak bisa dipakai sekarang. Habis ini aku sama Lily ke tempatnya buat ngambil bajunya." 

"Kok bisa kalian belum ambil bajunya?! Kan sudah beberapa jam lagi tampil, gimana kalau ada sesuatu yang terjadi terus kalian gak bisa bawa kostumnya tepat waktu?" kata Sastra dengan agak marah. Ketiga temannya sontak terdiam, namun Lulu segera menjawab, "Ya maaf, kemarin aku sama Lily ada tugas gereja jadinya gak sempet buat ngambilnya." Sastra segera menenangkan dirinya dengan menarik napas panjang. "Yaudah, kalau gitu sekarang aja ngambilnya timbang nanti telat," ucap Sastra. "Ok deh, daripada kamu marah-marah terus kita pergi aja sekarang, ayo Lily." Dengan begitu Lily dan Lulu berjalan meninggalkan kelas menyisakan Isabel dan Sastra. 

Sambil menggelengkan kepalanya Sastra duduk di samping Isabel. Keduanya diam tak mengucapkan sepatah kata apapun sampai Isabel menawarkan sesuatu. Katanya, "Sas, kamu mau main game ini gak?" Isabel menunjukkan game di HPnya yang sudah terbuka. "Namanya 2 Player Games, game buat 2 orang aja. Sambil kita nunggu Lily dan LuLu kita bisa main ini," kata Isabel. Karena tidak ada pilihan lain Sastra memutuskan untuk setuju saja dan mengatakan, "Oke ayo aja."

Sastra dan Isabel akhirnya bermain game itu sambil menunggu di kelas. Sastra bertanya, "Kita mau main game apa ini?" "Ini aja," ucap Isabel sambil menunjuk jari telunjuknya pada game yang bernama Sea Battle. "Ini game tebak-tebakan emang kamu bisa?" tanya Sastra. Lalu Isabel menjawab dengan jengkel, "Ih, aku kan udah milih ini berarti aku bisa mainnya dong." "Yaudah coba." Setelah mengatakan itu Sastra mengambil HP Isabel lalu menata posisi kapalnya. Dilanjutkan oleh Isabel yang juga menata posisi kapalnya. Lalu yang pertama adalah giliran Sastra. Di giliran pertama itu Sastra berhasil menemukan letak salah satu kapal Isabel. Dengan panik Isabel berkata, "Lah gak mungkin, kamu cuma beruntung aja." Setelah itu Sastra menekan lagi ke arah atas dan mengenai kapalnya lagi. Sastra hanya perlu terus memilih ke arah atas, sayangnya yang paling atas kosong sehingga dia mendapatkan huruf x dan gilirannya berakhir. 

Sekarang adalah giliran Isabel, dia menekan salah satu petak di layar HPnya yang ternyata tidak ada kapal. Sastra yang dari tadi terus khawatir akhirnya bisa tertawa. Di gilirannya Sastra menekan petak di bawah kapal Isabel dan akhirnya kapalnya tenggelam. Lalu dia menggerakkan tangannya di atas layar secara acak, tetapi belum menekan apapun. "Hey, cepetan jangan main-main terus," teriak Isabel. Sastra menjawab, "Kan kita emang lagi main gimana sih." "Yaudah ini kuteken," Sastra tampak menekan secara random dan dia menemukan kapal lagi.

Isabel melihat itu darahnya langsung naik, "Stop, kamu pasti curang masa dapet 2 kali berturut-turut." Sastra berkata sambil membela dirinya, "Mana ada, kita kan baru main gak mungkin aku curang." Kemudian dia lanjut menekan petak sebelah kiri yang ternyata kosong. Di giliran Isabel dia menekan salah satu petak dan menemukan kapal. Isabel tidak bisa menyembunyikan senyumannya lalu dia menekan petak kanan. Ternyata kosong dan senyumannya seketika sirna. Kemudian giliran Sastra dia menekan petak di bawah yang berisikan kapal. 

Singkatnya sekarang Sastra sudah menenggelamkan 4 kapal sisa 1 lagi, sedangkan Isabel baru 3 kapal saja. Setelah giliran Isabel berakhir sekarang gilirannya Sastra untuk memilih petak yang akan ditekan. Dia berpikir dalam hati, Sial, kapal terakhirku kapal yang paling kecil cuma sebesar 2 petak aja, gimana aku nyarinya? Melihat Sastra yang kesusahan memilih Isabel mencemooh, "Kasian bingung mau milih yang mana ya, liat aja habis ini aku pasti nemu kapal lagi dan menang."

Tidak menghiraukan ocehan Isabel Sastra menekan salah satu petak dengan random tapi di bagian pinggir. Akhirnya kapal terakhir ditemukan tanpa pikir panjang Sastra langsung menekan petak di sampingnya. Semua kapal Isabel pun sudah tenggelam dan pemenangnya adalah Sastra. Dengan wajah yang serius dia berkata, "Males ah, main game lain aja. Coba game ping-pong ini kali ini pasti aku menang." Kemudian mereka berdua bermain game yang berbeda-beda setiap kali mereka kalah. Totalnya Sastra memenangkan 4 game, sedangkan Isabel hanya memenangkan 2 game. Setelah kalah berkali-kali Isabel sudah muak bermain game lalu menutup aplikasinya. 

Sastra kemudian melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 10.46 pagi. Kesenangan sesaatnya sirna saat mengingat bahwa pertunjukannya akan dilakukan habis dhuhur sekitar pukul 1 siang. 

Di saat itu juga anak OSIS datang mengetuk pintu kelas mereka menginfokan untuk segera turun mempersiapkan diri mereka. "Kamu udah siap belum Sas? Habis ini kita tampil. Mending kamu ganti dulu soalnya kostumku masih diambilkan Lilu," Dengan senyum yang dipaksakan Sastra balik tanya, "Apa itu Lilu? Gak pernah denger." "Itu tuh, Lily sama Lulu kan kembar jadi namanya sekalian Lilu aja biar gampang manggilnya soalnya mereka selalu bareng," jawab Isabel.

Sastra hanya menganggukkan kepalanya merasa lega akan mengganti topik pembicaraan. Sastra berjalan ke tempat duduknya lalu mengambil pakaian yang akan dikenakannya. Dia berkata, "Kamu turun aja dulu aku mau ganti." "Enggak aku tungguin," jawab Isabel. Mendengar itu Sastra mencoba membuat lelucon, "Kamu mau nonton aku ganti di kelas?" Wajah Isabel langsung memerah. Dia berkata, "Enggak, aku gak pernah mikir gitu. Aku tunggu di kelas, kamu cepet ganti di kamar mandi sana! Kan deket tempatnya jangan males." "Iya-iya, gak perlu emosi banget gitu," kata Sastra.

Sastra pun pergi ganti di kamar mandi yang terletak di sebelah kelas. Uniknya pintu kamar mandinya sudah lepas dari frame. Jadi dia harus mengangkat pintu itu lalu menyandarkannya di frame dan mengganjalnya pakai ember. Setelah beberapa menit Sastra kembali ke kelas. Isabel langsung terpesona melihat penampilan baru Sastra. Dia mengenakan kemeja putih dengan dasi pita berwarna merah, vest cokelat kemerahan yang bermotif diamond, celana cokelat kehitaman dan jas yang warnanya sama dengan celananya. Tidak lupa dia memakai top hat atau topi sulap yang berwarna hitam dengan pita merah dan 2 bulu burung putih yang terikat. Isabel berkata dengan salting, "B-bagus banget Sas, keliatan cocok buat kamu." 

"Makasih, kalau begitu ayo kita turun ke tempat disimpannya alat sulap kita." Keduanya pun turun menuju samping aula dekat uks karena di sana tempat peti kayu mereka disimpan sementara. Pagi tadi Sastra sudah menyewa pickup untuk memindahkan kotak-kotak kayu itu. Kemudian mereka berhenti di trotoar depan ruang uks karena terdapat pagar yang bisa dibuka memudahkan mereka memindahkan kotak-kotaknya daripada menggunakan gerbang utama. 

Pada pukul 12:03 Lily dan Lulu masih belum datang dan Sastra semakin cemas. Kakinya tidak bisa tenang, kepalanya terasa berat dan dia berkeringat dingin. Lalu Sastra pergi ke kamar mandi, namun izin untuk melaksanakan sholat Dhuhur. Dia berkata, "Isabel, aku mau solat dulu ya, titip topi sulapku." Sastra meletakkan topi sulapnya di kursi samping Isabel. Isabel mengangguk dan membiarkannya pergi begitu saja. Sastra berjalan dengan cepat menuju kamar mandi laki-laki yang terletak di dekat ruang OSIS. Pintu gerbang lapangan terbuka dan OSIS mengizinkan semua anak untuk keluar masuk lapangan, jadi Sastra tidak punya masalah keluar lapangan. Selama berjalan ia merasa kepalanya semakin pusing dan mulai merasa mual-mual seperti akan muntah. 

Sesampainya di kamar mandi Sastra langsung muntah di wastafel. Semua makanan dan minuman yang dia konsumsi pagi itu langsung keluar dan masuk ke dalam wastafel itu. Hawa lembab kamar mandi itu membuat Sastra semakin mual. Saking banyaknya muntah wajahnya sampai pucat, lalu ia menyalakan keran air wastafel itu untuk membasuh bekas muntahnya. Dia juga menggunakan air untuk membasahi wajahnya, namun hal itu tidak membuatnya semakin baik. Dengan terengah-engah dan napas yang semakin berat Sastra bersandar ke tembok lalu merosot sampai dalam keadaan duduk. Sastra lalu memeluk lututnya dan menyembunyikan ekspresi paniknya. 

Aku gak bisa melakukan ini, aku gak bisa tampil sebagai pesulap dan menjadi pusat perhatian. Aku sudah pernah mencoba dulu pas audisi, tapi hasilnya aku gagal dan semuanya menertawakanku. Aku sudah tidak bisa tampil lagi dengan keadaan seperti ini. Semua hal yang sudah kupersiapkan dan semua uang yang sudah kugunakan akan menjadi sia-sia hanya karena aku serangan panik sebelum tampil. Kenapa aku harus merasakan ketakutan sekarang ini? 

Pada pukul 12.24 Lily dan Lulu akhirnya tiba ke sekolah membawakan kostum untuk para asisten pesulap. "Akhirnya kalian datang kenapa lama banget?" tanya Isabel dengan khawatir. "Maaf, kami tadi laper terus sempet mampir ke Mixue buat beli es krim. Ah ya, nanti tagihan es krimnya kukasih Sastra aja biar dibayarin lagian kan ini hari terakhir masa traktir es krim, bener gak Lily?" kata Lulu. Lalu Lily menjawab, "Betul, Lily setuju." Isabel menggerutu dalam hati, Ya tuhanku, kenapa mereka berdua ini kelihatan santai banget sih padahal 30 menit lagi udah mulai. Ugh, kenapa Sastra harus menjadikan mereka asisten juga harusnya dia konsultasi dulu sama aku, soalnya gak semua anak cocok, coba liat mereka ini.

"Yaudah sini mana punyaku, kita ganti sekarang," ucap Isabel sambil mengambil kostumnya. Mereka akhirnya pergi ke kamar mandi perempuan yang berada dekat dengan parkiran belakang. Sebelum keluar dari kamar mandi Isabel melihat dirinya dulu di cermin. Kostum itu tampak cocok dan pas untuk Isabel sehingga dia merasa senang. Isabel menggunakan lengan manset putih di atas gaun ketat hitam yang dipasang pada rok sepanjang lutut hitam dengan warna crimson gelap di ujungnya. Isabel juga mengenakan stoking hitam dan sepatu Olahraga putih. Mereka memutuskan untuk menggunakan kostum itu saja karena yang paling cocok untuk digunakan oleh mereka serta harga sewanya yang terjangkau.

Ketiga asisten itu menggunakan kostum yang sama dengan warna yang sama juga. Isabel mengepang rambut kanan-kirinya yang kemudian dihubungkan di belakang dan diikat dengan jepit rambut mawar putih yang dulu dibelikan Sastra. Sisanya dia membiarkan rambut bergelombangnya untuk terurai. Sedangkan si kembar dua-duanya mengikat rambutnya dengan gaya double ponytail. 

Saat kembali ke samping aula Isabel tidak menemukan Sastra dan hanya menemukan topi pesulapnya yang diletakkan di atas kursi. Otomatis dia bertanya pada si kembar, "Kalian liat Sastra gak?" Keduanya menggelengkan kepalanya lalu Lulu berkata, "Enggak tuh, kita kan selalu bertiga dari tadi. Harusnya dia kan di sini kan?" "Iya, tapi dia tadi izin mau solat Dhuhur dulu apa belum selesai ya. Yaudah aku mau cari Sastra dulu kalian bantu cari juga soalnya kita tampil 20 menit lagi." kata Isabel. Mereka pun berpencar mencari keberadaan Sastra yang belum kembali. 

Isabel berlari melintasi lapangan menuju masjid. Di masjid Isabel bertanya kepada beberapa laki-laki yang ada di sana, "Permisi kalian ngelihat anak cowok yang pakai jas gak? Yang tadi solat di sini." Semua laki-laki itu tampak terpesona dan terdiam bukannya menjawab Isabel. Lalu akhirnya salah satu dari mereka menjawab, "Kayaknya saya liat tadi mbak, anaknya pakai jas kan? Kalau gak salah dia ada di kamar mandi laki-laki deket ruang OSIS." Isabel pun berterima kasih kepada mereka lalu berlari menuju kamar mandi itu. Di tengah jalan Isabel coba menelepon Sastra. 

Tuut… Tuut…

Sastra menjawab teleponnya, tetapi dia diam saja dan tidak mengatakan apapun. Isabel langsung berteriak, "Sastra kamu dimana sekarang? di kamar mandi kan? Aku ke sana sekarang lagian ngapain kamu sembunyi di kamar mandi habis ini udah mau tampil." Dengan suara yang lemas Sastra menjawab, "Jangan kesini." "Hah kenapa?" tanya Isabel. Lalu Sastra menjawab lagi, "Ini kamar mandi laki-laki." Isabel tidak tau harus tertawa atau menangis, tapi dia berkata, "Eh gimana yah, pokoknya aku ke sana makannya kamu keluar." "Udahlah, biarkan aku sendiri aku sudah gak bisa lagi," ucap Sastra dengan nada yang semakin sedih.

Isabel tidak menghiraukan keluhan Sastra dan tetap berlari. Setelah sampai di depan kamar mandi itu, Isabel dapat melihat Sastra yang sedang duduk di lantai memeluk lututnya. Isabel dapat melihatnya karena ruang kamar mandi itu tidak ada pintunya baru setelah masuk ke kamar mandi ada wastafel, urinal dan kamar mandi dengan kloset yang ada pintu tentunya. 

"Sastra, kamu ngapain di situ. Ayo kita harus segera tampil, Lily sama Lulu sudah datang dan kami juga sudah ganti baju, semua tinggal nunggu kamu aja. Kita gak bisa tampil kalau gak ada kamu Sastra, jadi tolong ikut sama aku." 

Sastra menengadahkan kepalanya lalu menoleh ke arah Isabel. Dia berkata, "Aku gak bisa, aku takut." "Takut gimana?" tanya Isabel yang dijawab, "Aku barusan kena serangan panik dan kayaknya aku gak bisa tampil. Sekarang aja aku masih takut, aku gak yakin bisa tampil." Isabel dapat melihat ekspresi Sastra yang takut dan tidak berdaya. Namun, dia tidak bisa diam saja melihat Sastra seperti itu.

Dengan kata-kata yang pas-pasan Isabel berusaha memotivasinya, "Takut itu biasa Sas, tapi kamu gak boleh nurut pada rasa takutmu kamu harus melakukan sesuatu buat ngelawannya. Kayak sekarang ini tugasmu sebagai pesulap, jadi kamu harus jadi pesulap dan tampil. Tunjukkan kemampuanmu dan kerja keras kita selama ini. Kita juga gak bisa membatalkan acaranya karena sebentar lagi dimulai. Jadi, ayo kita kembali ke lapangan, Sas."

Sastra merenung sebentar dengan tatapan kosong baru menghela napasnya dengan berat. Sambil mengusap wajahnya dia berkata, "Yaudah akan kucoba, maaf kamu harus lihat aku kayak gini. Biasanya aku bisa menyembunyikan rasa takutku lebih baik, tapi yah. Lupakan ja, tolong bantu aku berdiri, Bel." Jelas Isabel tidak bisa melakukan itu karena Sastra ada di dalam kamar mandi. Dia pun berkata, "Mana bisa, aku gak mau masuk ke sana nanti kita dikira yang aneh-aneh, gimana sih." 

"Oh ya, kamu bener juga." Dengan begitu Sastra berdiri sendiri dengan agak sempoyongan. Dia berjalan ke luar kamar mandi lalu tersandung kakinya sendiri dan menabrak Isabel. Untungnya kepala Sastra menabrak bahu Isabel bukan area yang lain. Dia bisa mencium aroma parfum yang Isabel gunakan bercampur dengan keringat setelah dia berlari. Dia juga dapat mencium aroma shampoo yang Isabel pakai pagi itu. 

Isabel bukannya marah, tetapi malah menjadi khawatir dan berkata, "Kamu gak papa Sas? Kamu keliatan pucat banget, kalau kamu masih ngerasa kurang sehat kita ke UKS dulu." "Aku gak papa, tadi cuma muntah aja, tapi sekarang udah lebih baik. Gak perlu ke UKS," ucap Sastra. Tiba-tiba dia menyadari sesuatu, Tunggu, kenapa aku terlalu jujur ke Isabel? entahlah ini jarang terjadi, biasanya aku gak pernah ngasih tau kekuranganku pada siapapun. apapun yang terjadi aku biasanya menutupinya dengan half truth. Tapi kali ini aku jujur sama Isabel, heheh ini menarik. 

"Cuma muntah aja?! kalau habis muntah kamu bisa aja dehidrasi Sas, kamu tetep harus ke UKS dan kamu juga harus minum banyak air. Setidaknya kita masih punya 15 menit sebelum mulai acaranya. Sebagai center of attention kamu harus tampil fit dan yang terbaik. Harusnya kamu bilang aja bukannya sembunyi biar bisa dibantu."

Secara tidak sadar Isabel menggandeng tangan Sastra lalu menariknya berjalan pergi dari sana. Sastra tidak melawan dan membiarkan Isabel menggandengnya. Dia bisa merasakan kehangatan tangan Isabel yang juga menghangatkan hatinya. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama ibunya meninggal, Sastra kembali merasakan kasih sayang. Namun, yang ia rasakan berasal dari Isabel yang tidak ia sangka, hingga dia berpikir, Apakah aku telah jatuh cinta padanya?