Pada pukul 13.11 siang, lapangan indoor sudah dipenuhi oleh banyak anak yang terpaksa menonton. Tidak ada satupun anak yang tau pertunjukan apa yang akan ditampilkan. Biasanya ketika HUT sekolah akan memanggil bintang tamu atau menampilkan dance, musik dll. Namun, mereka tidak menyangka akan menyaksikan pertunjukan sulap ketika HUT.
Sambil menenangkan dirinya Sastra membatin, Aku gak perlu khawatir lagi. Aku tidak akan bisa benar-benar menghilangkan rasa takutku, tapi aku harus yakin kalau panggung ini adalah milikku dan semua yang terjadi di sini sesuai dengan kehendakku. Di hadapanku adalah penonton yang harus kuhibur dengan sulapku. Akan kutunjukkan pertunjukan spektakuler yang tidak akan mereka lupakan.
Sastra yang sudah merasa lebih baik, memaksakan dirinya untuk tampil. Dia berdiri di depan aula sambil mengatur wireless microphone yang terpasang di kepalanya agar sesuai dengan posisi mulutnya. Dia juga menata topi sulapnya agar dapat melihat ke penjuru lapangan lebih baik. Dia berkata, "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua, shalom, om swastiastu, namo buddhaya, salam kebajikan. Selamat siang semuanya perkenalkan namaku Sastra Prayata dan di siang hari ini kalian akan menyaksikan pertunjukan sulap yang tak terlupakan." Sambil mengatakan itu Sastra maju ke depan dan membuka lebar tangannya. Dia memasang senyuman yang sangat lebar menunjukkan giginya yang putih. Tatapan matanya juga sangat menyala seperti semua perasaan takutnya telah hilang.
Dia melanjutkan, "Pertama aku membutuhkan bantuan 1 orang dari kalian untuk menebak berapa bola di tanganku." Sastra mengeluarkan bola merah dari sakunya lalu meletakkan bolanya di tangan kanan. Dia menutup kedua tangannya lalu menepukkan tangannya seketika bola itu berpindah di tangan kirinya. "Sesimpel itu guys, 1 orang saja dari kalian hanya perlu menebak berapa bola yang ada di tanganku dan ada di tangan yang mana. Jika kalian benar akan kukasih uang 100 ribu," kata Sastra sambil mengeluarkan 1 lembar uang berwarna merah. Dia mendekat ke depan barisan anak-anak yang terdiri dari kelas X dan XI sambil mengibas-ngibaskan uangnya. Dia berpikir, Tentu mereka gak akan bisa menolak uang 100 ribu kan?
Salah satu anak laki-laki akhirnya mengangkat tangannya. Sastra menunjuk anak itu untuk maju sambil berkata, "Yup, akhirnya kita mendapatkan kontestan pertama kita. Silakan maju kamu yang angkat tangan. Jadi, karena permainannya akan segera dimulai aku akan menyimpan uangnya di dalam dompetku dulu baru setelah kamu menang akan kukasih. Jangan khawatir kamu gak dapet uangnya, aku gak bohong kok." Sastra menunjukkan dompet kulit cokelat yang terlihat normal lalu memasukkan uangnya ke dalam dompet. Dia simpan dompetnya ke dalam saku celananya lalu menuntun kontestan itu ke meja di sebelah kanannya. Sastra berdiri di belakang meja, sedangkan kontestan itu berdiri di depan meja membelakangi penonton.
Sastra melepas topi sulapnya lalu meletakkannya di atas meja sebelah kanan dalam keadaan terbuka ke atas. Lalu tangan kanannya masuk ke dalam topi itu dan mengeluarkan magic wand secara ajaib. "Oke, aku akan kasih kamu 3 kesempatan buat menebak berapa bola dan di mana bola itu secara tepat. Sudah siap?" ucap Sastra sambil menatap ke mata kontestannya yang terlihat gugup.
Pada ronde pertama Sastra meletakkan magic wandnya lalu menggosokkan 1 bola merah di meja yang dengan ajaib bertambah menjadi 2 bola. Dia mengambil 1 bola lalu menaruhnya di salah satu tangan kontestannya dan satu bola lagi di tangan kirinya. Lalu dia bertanya, "Siap menebak ada di mana dan berapa bolanya?" "Uh, ada 1 di tanganku 1 lagi di tanganmu," jawab kontestan itu. Sastra tersenyum lalu berkata dengan lembut, "Coba buka tanganmu." Saat kontestan itu membuka tangannya ternyata ada 2 bola di dalam tangannya selama ini.
Para penonton yang tidak bisa melihat protes dan meneriaki mereka. Akhirnya mereka terpaksa berpindah posisi ke sisi kanan dan kiri meja. "Oke seperti ini harusnya sudah kelihatan, maaf ya tadi kalian gak bisa liat. Sekarang lanjut ke ronde kedua." Sastra mengambil dua bola itu lalu menggerakkan kedua tangannya ke pungung. Dari sisi penonton Mereka hanya melihat Sastra menggenggam tangannya tanpa melihat adanya bola. Lalu Sastra membawa kedua tangannya ke depan lagi.
"Tebak sekarang bolanya ada di mana dan berapa?" ucap Sastra pada kontestannya. Kontestan itu menunjuk ke tangan kanan Sastra dan karena tebakan rasionalnya tidak berhasil, kali ini dia menebak dengan cara berbeda. Pasti ada tambahan 1 bola dan di kedua tangannya pasti ada bola dengan jumlah yang sama seperti sebelumnya. Jika ditotalkan akan menjadi 3 bola, karena memilih 2 bola di salah satu tangan dan 1 bola di tangan lainnya mudah ditebak, dia memutuskan untuk memilih 3 bola dalam 1 tangan. Dia berkata, "Di tangan kananmu, 3 bola." Sastra membuka kedua tangannya dan bola-bola langsung berjatuhan. Ternyata ada 4 bola, 2 bola di masing-masing tangan. Lalu dia berkata, "Salah lagi, sekarang kesempatan terakhir."
Sastra mengambil 2 bola lalu ia letakkan di kedua tangan kontestannya dan dua bola sisanya di kedua tangannya sendiri. Ketika semua tangan telah ditutup Sastra berkata, "Sekarang ada berapa dan di mana bolanya?" Setelah 2 kali gagal akhirnya kontestan ini mencoba jawaban gila. "Tidak ada bola di tangan siapapun," katanya. Keduanya pun membuka genggaman tangan mereka masing-masing. Ternyata tebakannya benar, kosong tidak ada apa-apa di tangan mereka. Penonton menjadi heran melihat ini karena mereka jelas-jelas melihat ketika 2 bola diletakkan di tangan mereka.
Karena kontestan itu sudah menang Sastra berkata, "Selamat kamu bisa menang di detik-detik terakhir. Semuanya berikan tepuk tangan yang meriah!" Hampir semua penonton pun menepuk tangan untuk mereka. Sastra mengambil topi sulapnya dan ketika akan diletakkan di kepalanya jatuhlah belasan bola merah dan kuning dari topinya membuatnya terlihat seperti kehujanan. "Aduh maaf guys, biar mas-mas OB yang bersihin nanti. Maaf ya mas-mas OB." Sambil mengatakan itu Sastra tersenyum pada mas-mas OB yang ikut menonton di pinggir pagar lantai dua.
"Oke, sesuai janji akan kuberikan uang 100 ribunya, sebentar," sambil mengatakan itu Sastra mengeluarkan dompet cokelatnya. Namun, saat ia buka dompetnya langsung menyala dan terbakar. Sastra langsung akting terkejut dan juga berteriak. Dengan cepat ia tutup dompetnya lalu dibuka lagi. Dia berkata dengan sedih, "Loh uangnya hilang udah kebakar." Wajah kontestan itu pun menjadi pucat. Lalu Sastra berkata pada kontestannya, "Coba kamu lihat di saku dadamu, ada apa di situ?" Kontestan itu menarik sesuatu di saku dadanya yang ternyata itu adalah uang 100 ribu. "Nah kasih lihat ke penonton kalau uangnya asli," perintah Sastra. Dia pun melambai-lambaikan uangnya dengan senang. "Oke makasih sudah membantu kamu bisa duduk lagi," kata Sastra.
Selanjutnya Sastra berjalan ke depan aula lagi dengan sudah mengenakan topi sulapnya. Dia menunjuk kepada sangkar burung yang berada di atas meja di sebelah kirinya. Lalu berkata, "Seperti yang kalian bisa lihat di sebelah kiriku ada sangkar burung. Jadi aku akan memunculkan burung tepat di depan mata kalian. Perhatikan karena ini sangat ajaib. Kakak OSIS musik!" Musik dramatis pun diputar yang membuat atmosfer di lapangan itu menjadi menegangkan.
Sastra maju ke depan lalu mengeluarkan bulu dengan bahan flash paper. Dia mengambil sebatang korek api dari dalam jasnya yang tidak dikancingkan dalam keadaan sudah menyala. Dia membakar bulu itu lalu menarik burung merpati dari dalam lengan kirinya. Setelah itu dia menarik benang transparan yang terhubung dengan burung kedua yang ada di dalam saku jasnya. Membuat ilusi seolah-olah dia telah menggandakan burung merpati itu.
Setelah memunculkan 2 burung dia langsung meletakkan keduanya di dalam kandang di sebelah kirinya. Sastra mengeluarkan kain putih yang panjang kemudian ia memutar kainnya. Bersamaan dengan gerakan itu dia juga menarik benang transparan yang terhubung dengan burung di dalam sakunya. Satu lagi burung merpati keluar dari jasnya yang kemudian dia letakkan juga ke dalam kandang supaya tidak kesepian. Terakhir dia mengeluarkan bulu yang lebih besar membakarnya dan membuat ilusi yang sama seperti di awal. Setelah 4 burung terkumpul di dalam sangkar Sastra berjalan ke belakang sangkar burung itu.
Sangkar itu berada di atas meja yang bagian belakangnya ditutupi oleh kain hitam. Bagian belakang ini yang akan berperan penting dalam trik selanjutnya. Meski, dari depan sangkar burung itu terlihat kecil, tetapi bagian belakang sangkarnya itu cukup untuk memuat 1 orang di sana. Sastra menutup bagian depan sangkarnya dengan kain hitam lalu mengangkat sangkar burungnya. Ia tarik ke belakang sambil mengibaskan kain yang berisi burung. Memunculkan Isabel yang kemudian berdiri secara perlahan. Sambil membantu Isabel turun Sastra berkata, "Mari kita sambut asisten pertamaku Isabel!"
Keduanya berjalan berdampingan ke depan aula selagi anak OSIS membereskan properti yang sudah digunakan. Kemudian datang Lily mendorong peti yang berada di atas meja ke depan para penonton. Sastra berkata lagi, "Dan asisten keduaku Lily! Mereka berdua akan membantuku melakukan sulap selanjutnya."
"Selanjutnya asistenku Isabel akan secara sukarela tidur di dalam peti ini. Lalu aku dibantu dengan Lily akan memotong tepat di tengah peti ini, membelahnya menjadi dua," kata Sastra sambil menuntun Isabel untuk masuk ke dalam peti. Peti itu terbagi menjadi beberapa bagian, ada bagian atas penutup peti yang berjumlah dua dan bisa dilepas. Ada juga bagian bawah peti yang menempel langsung dengan meja yang memiliki roda di kakinya.
Isabel berbaring terlentang di atas peti yang masih terbuka. Kemudian Lily mengikat kedua tangan Isabel. Sastra juga membantunya dengan mengunci bagian kayu di leher dan kaki Isabel sehingga tidak bisa melepaskan diri. Selanjutnya Sastra dan Lily mengangkat dan meletakkan bagian atas peti lalu menguncinya. Sastra juga membuka 2 pintu kecil yang menunjukkan bahwa Isabel masih terikat erat. Tali yang digunakan untuk mengikat tangan Isabel ditarik keluar melalui lubang, jadi tangannya yang terikat masih tampak ketika petinya benar-benar ditutup. Terakhir Lily menutup kedua pintu kecil yang dibuka tadi.
"Sekarang adalah waktunya memotong peti ini menjadi dua. Akankah Isabel selamat?" kata Sastra. Suaranya yang terhubung dengan speaker terdengar sampai ke penjuru lapangan. Suasana pun menjadi menegangkan lagi dengan bergantinya musik yang diputar. Lily pergi ke samping lapangan mengambil gergaji yang panjangnya hampir sama dengannya tingginya. Gergaji itu memiliki gagang kayu di kedua ujungnya dengan bagian tajam mengarah ke bawah.
Lily memberikan gergaji itu kepada Sastra. Dia berkata, "Gergaji inilah yang akan kami gunakan untuk memotong peti ini. Mari kita mulai." Setelah mengangkat dan menunjukkan gergaji itu pada penonton Sastra dan Lily masing-masing memegang ujung dari gergajinya. Keduanya mengerahkan tenaga mereka dan mulai memotong peti itu. Mereka melakukan gerakan tarik dan dorong secara bergantian sampai gergajinya tembus ke bawah peti. Isabel yang berada di dalam peti itu tidak terluka sama sekali karena sebelum gergaji memotong petinya Isabel melepaskan kakinya dari kunci kayu yang longgar lalu melipat kakinya ke atas hingga seluruh badannya berada di salah satu bagian peti yang terpotong.
Setelah memberikan gergajinya pada Lily, Lily kembali dengan membawa 2 buah besi berbentuk persegi. Setelah itu Sastra memasukkan 2 besi itu satu per satu ke dalam celah peti yang telah dipotong oleh gergaji. Sebelum memisahkan petinya Sastra berkata, "Mari kita cari tau keadaan Isabel saat ini. Kamu masih hidup kan, Bel?" Dia bertanya sambil mengetuk peti yang memiliki lubang tempat tangan Isabel terikat. Isabel menjawab dengan menggerakkan kedua tangannya.
"Oke, time for the moment of truth!"
Sastra dan Lily mendorong 2 peti itu membentuk gerakan memutar menunjukkan pada penonton bahwa petinya benar-benar terpotong. Lalu mereka mengembalikan petinya dalam posisi semula dan menguncinya kembali. Pada akhirnya peti itu dibuka lagi penonton bisa melihat keadaan Isabel yang masih hidup dengan kepala dan kaki yang masih terkunci. Kemudian Sastra melepaskan semua kunci dan ikatan pada tubuh Isabel dan membantunya untuk berdiri.
Sastra berkata, "Terima kasih banyak Isabel atas bantuannya dan alhamdulillah gak ada yang terpotong. Baik, selanjutnya adalah penampilan terakhir untuk menutup acara kita hari ini. Terakhir aku akan membuat Lily teleportasi dari kotak di depan kalian ini ke…" Sambil menunjuk ke kotak kayu di belakang lapangan, "Kotak yang berada jauh di sana."
Kotak kayu itu berada agak tinggi sehingga memiliki tangga terhubung ke bagian dalam kotak. "Sekarang tanpa berlama lama, silakan Lily naik dan masuk ke dalam kotak. Isabel tolong bantu Lily aku akan pergi ke kotak lainnya yang ada di belakang lapangan." Kemudian Sastra berjalan lurus ke belakang lapangan melewati jalan kosong yang membelah barisan penonton menjadi dua.
Sastra membuka pintu kotak yang ada di belakang menunjukkan bahwa kotak itu kosong. Dia bahkan naik dan masuk ke dalam lalu keluar lagi. Saat turun di tangga dia berkata, "Dari yang kulakukan barusan, bisa kalian lihat kalau kotak ini kosong dan gak ada ruang tersembunyi yang cukup untuk menyembunyikan orang." Dengan pintu kotak di belakang yang sudah tertutup Sastra membuat gestur yang memerintahkan Isabel untuk menutup pintu Lily. Sebelum pintu itu tertutup Lily melambaikan tangannya seakan dia akan benar-benar pergi.
"Sekarang semuanya hitung bersama dari 5 sampai 1!" Semua anak yang ada di sana menuruti permintaannya dan mulai berhitung.
"Lima, empat…"
"Tiga, dua…"
"Satu!"
Isabel dan Sastra naik ke tangga kotak itu lalu membukanya bersamaan. Lily tidak lagi terlihat dan Lulu melambaikan tangannya di kotak yang dibuka Sastra. Semua penonton menunjukkan ekspresi yang kagum, syok, tidak percaya atau masa bodoh. Namun, ada satu penonton yang tidak percaya lalu berdiri sambil berkata, "Aku tau triknya, pasti kamu menyembunyikan orang di dalam kotak itu. Yang namanya Lily masih bersembunyi di dalam dasar kotaknya dan kembarannya baru keluar saat pintunya dibuka. Trikmu berhasil karena asistenmu itu gak hanya ada satu orang melainkan kembar." Sastra tertawa dalam hati, Ahahah, ini dia yang kutunggu-tunggu akhirnya ada orang yang membongkar trik sulapku.
"Tentu saja kamu benar temanku, rahasia dibalik trik ini memang ada 2 anak kembar. Tapi kamu salah dalam satu hal, asistenku benar-benar melakukan teleportasi. Isabel tolong tuntun teman kita satu ini untuk melihat isi dari kotak yang dimasuki Lily." Isabel mengangguk lalu berjalan menuntun anak laki-laki yang pintar itu untuk melihat isi kotak di depan aula. Sayangnya tebakan anak itu salah dan kotaknya kosong. "Bagaimana?" tanya Sastra. "Kosong, tapi ini gak masuk akal kemana perginya cewek tadi?" katanya dengan bingung.
Sastra yang terlihat sangat percaya diri membalas, "Tentu gak ada karena dia benar-benar teleportasi. Pertanyaan dimana Lily sebenarnya akan segera terjawab. Aku akan menghitung dari angka lima lagi dan dia akan muncul di dalam kotak ini."
Para penonton dibuat bingung dengan apa yang sedang terjadi. Pertama perempuan itu berhasil berpindah ke kotak di belakang, tetapi Sastra mengaku bahwa mereka adalah kembar. Saat dilihat di dalam kotak di depan aula ternyata kosong tanpa ada siapapun. Jadi, apa sebenarnya yang terjadi? Sebelum Sastra menutup pintu kotak itu, dia menuntun Lulu untuk turun ke bawah. Sehingga penonton dapat melihat kalau Lulu ada di hadapan mereka.
Melihat penontonnya yang sedang ragu dan bingung Sastra menghitung dari lima sampai satu sendirian. Lalu ketika sampai di angka satu Sastra mengatakan, "Abrakadabra!" Sastra naik ke tangga kotak itu lalu membuka pintunya. Lily yang dari tadi ada di bawah kotak itu langsung naik dan muncul sambil melambaikan tangannya seperti Lulu. Dia berusaha menyembunyikan napasnya yang terengah-engah karena habis berlari di luar sekolah, yaitu di trotoar sekolah sampai ke gerbang dan bersembunyi di bawah kotak, sebelum akhirnya waktunya untuk muncul. Di belakang kotak itu dipasang kain hitam yang menutupi pandangan penonton, sehingga Lily bisa diam-diam masuk ke dalam kotak.
"Lihat semuanya, inilah yang namanya keajaiban!"
Sastra, Isabel, Lily dan Lulu berjalan kembali ke depan aula lalu saling bergandengan tangan. Setelah itu mereka membungkuk dan memberikan salam mengakhiri pertunjukan sulap mereka. Para penonton yang masih bingung tidak punya pilihan lain selain tepuk tangan. Pertunjukan sulap itu meninggalkan kesan mengagumkan bagi mereka. Sastra tersenyum menatap pada penonton di hadapannya sambil berpikir, Pertunjukan hari ini berhasil, ahahah aku sangat senang. Seandainya ibuku masih hidup dan menonton pertunjukan yang akhirnya berhasil…