Chereads / Chronophobia (Indonesia) / Chapter 49 - Rapat Darurat

Chapter 49 - Rapat Darurat

"Aku gak tau maksudmu apa," kata Sastra. Dia memasang wajah datarnya dan berpura-pura tidak tau di hadapan Chrono. Kemudian Chrono berkata, "Ahahah, kamu memang lucu Sastra, apa aku harus menjelaskan semuanya dari awal? Oke kalau gitu biar kamu percaya, pertama kamu menyaksikan Martin lalu merekam video dia melakukan itu, kedua kamu menyebarkan videonya dengan HP Martin, ketiga kamu sedang ketakutan dan tidak bisa berbuat apa-apa padahal kamu punya rencana. Polisi-polisi itu cepat atau lambat akan segera menemukanmu jika kamu diam saja." 

Sastra tidak menjawab maupun menanggapi kata-katanya, tetapi ia memahami kebenaran dari ucapan Chrono. Dia tidak tau bagaimana Chrono bisa tau dengan informasi itu dan dia tidak tau apa yang diinginkannya. Sastra juga tidak memasang harapan tinggi bahwa Chrono memiliki niat yang baik. Sehingga Sastra bertanya, "Jika apa yang kamu katakan semuanya benar, apa bukti yang kamu punya? Kamu pikir orang-orang akan percaya aku yang melakukannya?"

"Whoa, aku di sini bukan mau mengancammu Sas, kita ini sama-sama anggota klub Arcana. Aku di sini untuk membantumu, ayolah sesama teman apa yang gak mungkin. Bahkan aku sudah menghapus rekaman cctv pas kamu melakukan aksi pencurian HPnya Martin. Harusnya kamu berterima kasih ke aku, sampai sekarang detektif Ranu itu belum menemukan bukti yang kuat." 

"Jika kamu tau semua ini, siapa lagi yang tau? Yunita? Atau semua anggota klub Arcana sudah tau?" Kemudian Chrono menjawabnya, "Hmm, sejauh ini cuma aku yang tau, makannya kita harus melakukan sesuatu sebelum kamu ketahuan." "Melakukan apa?" tanya Sastra yang kemudian dijawab, "Rencana yang sudah kamu buat." 

Rencanaku? Apa yang dia tau tentang rencanaku? Aku memang sudah menyiapkan rencana akhir, tapi aku ragu buat nyelesainnya. Soalnya memang gak mungkin aku melakukannya…

Lalu Sastra mengetes Chrono, "Apa yang kamu tau tentang rencanaku?" Chrono menjawab, "Sudah jelas rencanamu apa, kamu sampai membawa kunci rencana itu di sakumu, hanya saja kamu masih ragu dan takut untuk mengeksekusinya." 

Sastra tidak mengerti dengan ucapannya lalu meraih sesuatu di dalam saku celananya. Dia bisa merasakan ada 2 HP yang tersimpan di sana. Kemudian dia mengeluarkan keduanya dan menggenggamnya di kedua tangan. Yang di tangan kanan adalah HP pribadinya dan di sebelah kiri terdapat HP Martin yang terletak di dalam plastik. Sastra tidak mengingat membawa benda-benda ini, tetapi kenyataannya benda-benda itu ada di dalam sakunya. 

"Itu dia yang kumaksud, kamu kemana-mana bawa itu, sampai sakumu mengembang kayak orang banyak duit aja. Tapi, kenapa kamu masih ragu Sas?" Dengan wajah yang bingung Sastra menjawab, "Ragu apa? Rencanaku? A-aku memang gak mau melakukannya, aku sudah membuat Martin bunuh diri. Aku gak akan menambah kesalahanku lagi." 

Chrono mengangkat tangannya lalu menunjuk ke Sastra dengan jari telunjuknya. Dia berkata, "Itu dia kamu pintar Sastra, tapi kamu juga penakut. Takut apa yang akan orang lain pikirkan tentangmu, takut Isabel meninggalkanmu dan sekarang takut akan menambah kesalahanmu." Dia berhenti sejenak sebelum melanjutkan, "Sejak awal kamu memang sudah salah Sastra sampai sekarang kamu hanya menimbun kesalahanmu itu. Terus apa yang menghentikanmu sekarang? Rasa takut? Jika kamu takut sekarang dan membiarkan polisi-polisi itu menangkapmu, apa yang akan terjadi selanjutnya? Kamu akan dibenci, bahkan lebih buruk daripada Martin dan Martin akan terlihat seperti korban dari perbuatan jahatmu. Seseorang yang membuat temannya bunuh diri, seseorang yang menyebarkan aib temannya sendiri, seperti itukah kamu ingin diingat oleh orang lain?" 

"Terus apa yang harus kulakukan? Meneruskan rencana ini dan menambah dosaku dan kesalahanku gitu?! Aku yang melakukan semua ini dan semua ini salahku, aku gak mau melakukan ini lagi… Aku cuma mau semuanya kembali seperti biasa. Aku sudah coba segala cara buat memperbaiki kesalahanku dan membuat Isabel seneng, tapi-tapi…" Sastra menundukkan kepalanya dengan rasa bersalah yang berat. Semua perbuatan buruknya kembali teringat dan terasa seperti menusuk-nusuk hatinya. Apakah dia harus melakukannya? Apakah Sastra harus menimbun dosa supaya terhindar dari hukuman perbuatannya?

Chrono dengan nada halus berkata, "Aku tau niatmu itu baik Sastra, makannya kamu tidak perlu menanggung semua ini sendiri, biar aku membantumu, kan sudah kubilang kita ini teman." Mendengar itu Sastra mengangkat kepalanya sedikit, tetapi tetap diam. "Semuanya akan kembali seperti biasanya dan Isabel akan menjadi bahagia. Yang kamu perlu lakukan hanya menyerahkan HP itu padaku," ucap Chrono sambil mengulurkan tangan kirinya. Tangannya berada lebih tinggi dari posisi kepala Sastra. Membuatnya tampak seperti pengemis, tetapi dalam waktu yang sama dia tampak seperti seorang penyelamat.

Dengan wajah yang kalut Sastra menyerahkan HP Martin kepada Chrono. Dia tidak tau apa yang harus ia lakukan lagi. Tekanan batin, trauma setelah menyaksikan jasad Martin dan situasi penyelidikan yang mendesak ini membuatnya semakin kalut. Sekarang HP Martin berada di tangan Chrono yang kemudian ia masukkan ke dalam saku. Dia pun berdiri lalu mendekat ke kasur Sastra. Dengan lembut ia menepuk pundak Sastra dua kali dan berkata, "Sudah, kamu tidak perlu sedih terus semuanya akan jadi lebih baik. Jangan lupa, setelah pulang sekolah kita katanya akan ada rapat klub Arcana. Jam berapa ya sekarang?" Chrono mengeluarkan jam saku antik berwarna emas yang tampak mahal. Kemudian dia menekan tombol di bagian atas jam yang membuka jamnya. Dia melihat ke arah jam itu yang ternyata menunjukkan pukul 15.32 sore. 

"Sudah waktunya kita ke ruang klub Arcana, kukira masih siang," kata Chrono. Setelah mengatakan itu Chrono membuka pintu UKS yang langsung membuat sesisi ruangan terang. Lalu dia berjalan keluar yang diikuti oleh Sastra. Sebelum keluar UKS Sastra melihat sebuah cermin emas yang sudah retak. Cermin itu terletak di atas meja UKS dan Sastra bisa merasakan sesuatu yang aneh dari cermin itu, tetapi dia tidak terlalu memedulikannya dan hanya keluar dari UKS.

Dalam keadaan pikiran yang masih kacau Sastra berjalan menuju ruang klub Arcana yang cukup jauh. Dia harus melewati lapangan indoor, taman dan ruang OSIS baru sampai di sana. Selama perjalanan, keduanya tidak berbicara apapun. Kemudian Sastra teringat dengan kedua polisi yang hari itu datang untuk melakukan investigasi. Dia membatin, Apa investigasinya sudah selesai? Kalau sudah selesai apa hasilnya dan dimana mereka sekarang. Mungkin mereka sudah pulang, tapi apa mereka mencurigaiku? 

Pertanyaan demi pertanyaan terus bermunculan di pikiran Sastra, tetapi ia berusaha menenangkan pikirannya untuk sementara. Hingga akhirnya mereka sampai di depan pintu ruang klub Arcana. Dari luar Sastra dapat mendengar pembicaraan antara seseorang di dalam ruangan itu. Kemudian Chrono mengetuk terlebih dahulu sebelum membuka pintu itu dan masuk. Di ruangan itu Sastra melihat beberapa orang yang ia pernah temui sebelumnya, yakni Yunita, Erina dan Mahmud. Namun, dari semua orang di sana ada seseorang yang belum pernah ia lihat sebelumnya. 

Dia duduk di sofa samping Erina dan meletakkan tangannya di atas paha. Posturnya tegak membuatnya tampak anggun. Cahaya lilin di ruangan itu seakan terpantul dari rambut panjangnya yang berwarna emas. Dia mengenakan gaun berwarna putih dan biru yang tampak antik. Wajahnya mirip dengan orang belanda, dia memiliki hidung mancung dan mata berwarna biru. Saat pertama kali melihatnya Sastra sampai membatin, Apa dia hantu noni Belanda yang anak-anak sekolah ini sering bicarakan? Tapi kenapa dia ada di sini?

"Selamat sore semuanya," kata Chrono sambil melambaikan tangannya. Erina yang sedang berbicara dengan Yunita menoleh ke arah mereka lalu bertanya, "Kamu sudah baikan Sastra?" "Lumayan, makasih sudah bawa aku ke UKS," jawabnya. "Jangan terimakasih ke aku, Yunita yang bawa kamu ke UKS." Erina menunjuk ke arah Yunita yang sedang duduk di meja kerjanya seperti biasa. 

Area sofa sudah diduduki oleh Erina dan perempuan misterius itu, sehingga Sastra harus mencari tempat lain untuk duduk. Di lantai duduklah Mahmud yang sudah melepas maskernya, tetapi masih mengenakan beanie favoritnya. Sastra pun duduk di samping Mahmud, sedangkan Chrono bersandar di samping jendela. Meski jendela itu terbuka lebar, cahaya yang masuk sangat minim dan ruangan itu sebagian besar disinari oleh api lilin. 

"Pasti kamu belum pernah ketemu sama nona Sophia Sas, yah dia jarang kelihatan karena memang semacam hantu katanya orang-orang. Untungnya hari ini dia bisa ikut kita rapat," kata Erina. Sastra agak heran karena dia mengatakan Sophia sebagai hantu dengan ringannya seperti hal sehari-hari. Sophia pun menatap mata Sastra lalu berkata, "Perkenalkan aku Sophia de Lief, senang bertemu denganmu Sastra." "Senang bertemu denganmu," jawab Sastra.

"Yun, mau tunggu sampai kapan lagi kita?" Yunita dengan tenang menjawab, "Kita tinggal tunggu satu orang lagi, yakni Adelard. Katanya dia agak terlambat dan Devan gak bisa ikut katanya masih ngurusin OSIS." "Perasaan ruang OSIS ada di seberang deh, tinggal ngesot pun nyampek," omel Erina. 

"Dia sama anak-anak lain mau ada rapat juga di kafe, bukan di ruang OSIS. Jadinya gak bisa hadir." Erina pun mengomel lagi, "Emang kayaknya dia itu selalu sibuk apalagi sekarang udah ketua OSIS. Tapi masa dia ngopi-ngopi sedangkan kita rapat serius?" Yunita berusaha tidak mengacuhkan kata-kata Erina dan hanya menjawab, "Udah, kamu tunggu aja sampai Adelard dateng." 

Setelah 5 menit menunggu akhirnya pintu ruangan itu terbuka lagi. Kali ini anak laki-laki yang mengenakan jaket kulit merah masuk ke dalam ruangan. Dia berkata, "Maaf aku terlambat." Namun, ia menghentikan langkahnya saat melihat Sastra dan Chrono. Entah kenapa wajahnya berubah serius seperti menahan amarah. Lalu Adelard mengambil kursi di dekat Yunita dan mendudukinya. 

"Oke, karena semuanya sudah hadir kita bisa memulai rapatnya. Jadi, misi kali ini adalah untuk menemukan siapa yang menyebarkan video itu dan mencuri HP Martin. Seperti yang sudah kalian tau, polisi datang ke sekolah kita untuk melakukan investigasi. Oleh karena itu, kita memiliki kewajiban untuk membantu mereka." 

"Emangnya kita bisa bantu apa? Gimana kalau mereka tersinggung soalnya kita ikut campur dalam investigasi?" kata Erina. "Kalian gak perlu khawatir aku sudah mendiskusikan soal ini dengan para penyelidik tadi. Kita hanya perlu memikirkan rencananya aja. Jadi, ada yang punya usul?" 

Ruangan itu kembali menjadi hening, mereka tampak memikirkan apa yang dikatakan Yunita. Mahmud yang berada di samping Sastra juga diam sejak awal Sastra duduk. Orang yang paling diam di ruangan itu adalah Sophia. Sastra tidak habis pikir dengan keberadaan Sophia yang terasa aneh. Mulai dari pakaiannya yang tidak mengenakan seragam sampai reaksi anak-anak di ruangan itu yang tampak biasa saja mengetahui dia adalah hantu. 

Kemudian Adelard memecahkan keheningan itu dengan berkata, "Aku bisa memerintahkan anak buahku buat nyari siapa yang menyebarkan video itu, tapi pasti mereka gak akan terlalu ramah." Yunita menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Jangan, nanti malah nambah masalah aja, ini sudah mau panen karya dan rapotan. Kita harus menjaga ketenangan, kalau pakai anak-anak gengmu nanti malah ribut." 

"Hmm, yaudah pikirkan rencana yang lain," ucap Adelard. Tiba-tiba Chrono menyela, "Aku punya rencana juga, gimana kalau kita melakukan spirit medium. Memanggil jiwanya Martin lagi untuk menceritakan kejadian yang ia alami. Nanti dia juga bisa menuntun kita kepada pelaku yang menyebarkan video itu." 

Spirit medium? Kalau jiwa Martin dipanggil untuk memberitahu informasi-informasi tentang kematiannya nanti dia akan membocorkan sesuatu tentangku kan? Tunggu, apa Martin tau kalau aku yang menyebarkan videonya, tapi aku gak bisa membiarkan dia membocorkan informasi apapun. Tapi kalau aku menyanggah rencananya Chrono aku akan kelihatan mencegah hal ini dan pasti mereka mencurigaiku. Sialan, apa yang sebenarnya Chrono mau lakukan?

"Ide yang bagus, tapi gimana kamu mau melakukannya?" tanya Yunita. Chrono berpikir sejenak lalu menjawab, "Hmm, kayaknya ada anak yang bisa melakukan hal-hal seperti memanggil jiwa seseorang yang sudah meninggal. Kalau gak salah namanya Calya, nona Sophia pasti tau." 

Sophia dengan lembut menjawab, "Aku pernah lihat dia sebelumnya, Calya kan namanya? Tapi dia bukan anggota klub Arcana, meski dia indigo dan punya kemampuan seperti itu." "Bukan masalah, yang penting kita punya rencana sekarang kita tinggal hubungi Calya dan melakukan spirit mediumnya besok," kata Yunita. 

Dengan tidak sabar Erina bertanya, "Berarti kita udah boleh pulang ini? Kan sudah ketemu rencananya." "Boleh, kamu mau nongkrong di sini juga gak papa, kita lanjutkan besok yang penting sekarang kita hubungi anak yang namanya Calya itu," jawab Yunita. "Gak ah, panas di sini dan aku ada kerjaan di rumah." 

Sebelum semua anak keluar ruangan Adelard berdiri lalu berkata dengan nada tegas, "Tolong kalian semua keluar dulu dari sini, aku mau mengobrol dengan Yunita berdua." Dari ucapannya seperti ada hal serius yang terjadi, tetapi hal itu tidak berhubungan dengan kasus Martin. Lebih ke masalah antara Yunita dan Adelard yang bukan untuk orang lain tau. Sastra menanyakan itu pada Mahmud, "Kenapa ini?" Namun, dia hanya menjawab, "Lebih baik kita keluar aja, kamu gak perlu tau." 

Satu per satu anak meninggalkan ruangan itu melalui pintu kecuali Sophia. Dia tetap duduk di sofa lalu hilang menembus sofa itu entah kemana. Hingga yang tersisa hanya Yunita dan Adelard yang tampak marah. 

Dia berdiri di hadapan Yunita lalu berkata, "Kamu ternyata benar-benar melakukannya ya? Berapa kali sudah kubilang kalau kamu gak boleh melakukan ini, Yun. Relakan aja, kakakmu itu sudah meninggal dan gak bisa kamu hidupkan kembali. Dia juga sudah mengorbankan nyawanya buat nyembuhkan kamu, apa kamu gak menghargai yang dia lakukan?"

Yunita menatap pada meja di hadapannya lalu menjawab, "Ya karena dia itu sudah mengorbankan diri, makannya aku berusaha menghidupkannya. Kenapa kamu terus gak paham? Kakakku akan kembali lagi, kamu lihat sendiri kan buktinya, cuma butuh beberpa waktu aja nanti dia akan bener-bener kembali."

"Kamu itu salah Yun, apa kamu benar-benar mau ngorbankan Sastra cuma buat membawa kembali kakakmu itu hidup? Kamu yang gak paham seberapa susahnya perjuangan aku sama kakakmu dulu dan anak-anak yang lain," Adelard berhenti sambil menghela napasnya lalu melanjutkan, "Aku cuma mau kamu gak membuat keputusan yang nanti kamu sesali." 

Yunita menatap tajam pada Adelard lalu berkata, "Ini keputusanku dan aku gak akan mengubah atau menyesalinya. Pembicaraan ini selesai, aku gak mau membahas ini lagi." 

Di lantai satu depan tangga Chrono berkata, "Ayo kita sekarang pulang aja Sas, dilanjutkan besok." Karena sekarang hanya mereka berdua saja dia berhenti untuk membahas masalah rencana tadi, "Tunggu kita belum selesai, kenapa kamu menyarankan kalau kita melakukan spirit medium? Kamu mau mengungkapkan aku sebagai pelakunya?" 

"What? Jangan skeptis gitu Sas, aku kan sudah bilang akan membantumu. Lagipula sekarang aku yang membawa HP Martin, jadi kamu juga gak bisa ngapa-ngapain. Yang pasti aku ada di pihakmu Sas, jadi jangan khawatir." 

"Gimana aku gak khawatir? Nanti kalau aku ketahuan gimana?" Chrono tidak menggubrisnya dan hanya menjawab, "Lihat aja besok." Lalu berjalan meninggalkan Sastra. 

Sialan emang, kenapa nasibku begini?!