Seperti biasanya Sastra pulang ke rumah mengendarai sepeda listrik birunya. Dengan kecepatannya yang agak lambat Sastra jadi memiliki waktu untuk merenungkan apa yang baru saja terjadi. Sejak ia terbangun di UKS sampai sekarang ia masih tidak yakin dengan apa yang dia alami. Parahnya lagi Sastra bingung apa yang terjadi di ruang BK nyata atau tidak karena ada bekas luka sayatan di tangan kirinya yang anehnya sudah sembuh. Atau jangan-jangan dunia ini hanya ilusi dan saat ini Sastra sudah tertangkap polisi.
Apapun kenyataan yang sebenarnya terjadi Sastra tidak mau mengambil resiko untuk menyayat tangan kirinya lagi. Ada 2 hal aneh lagi, yakni pertama Sastra bertemu dengan Chrono yang tampak baik, tetapi dia merasa ada sesuatu yang jahat tentangnya. Kedua, ada anggota klub Arcana lain yang tampak seperti hantu noni Belanda. Bahkan, Erina mengatakan sendiri kalau Sophia adalah hantu. Yang paling parah adalah Sastra setuju dengan anak yang namanya Chrono itu dan memberikannya HP Martin.
Sialan, kalau aku tau begini gak akan kubawa HPnya Martin. Bahkan, akan kubuang HPnya dan sekarang HPnya ada di Chrono yang tau kalau aku pelaku dalam kasus Martin. Sebenarnya apa yang dia inginkan?
Sesampainya di rumah Sastra langsung memarkir sepedanya lalu masuk ke dalam rumah. Seperti biasa dia bersiap-siap untuk mandi sore. Saat dia sedang melepaskan kaosnya di kamar mandi Sastra menemukan sesuatu yang aneh di dadanya. Terdapat 3 huruf aneh yang berjajar membentuk baris di dadanya. Huruf-huruf ini sangat aneh sampai Sastra tidak bisa mengenalinya dari tulisan bahasa apapun. Mungkin karena Sastra yang kurang wawasan dalam aksara-aksara seperti ini, tetapi siapapun yang melihat huruf-huruf ini pasti akan merasa aneh.
Secara perlahan dan lembut Sastra menyentuh tulisan itu yang tertempel di dadanya seperti tato. Dia tidak merasakan ada tekstur aneh di kulit dadanya, hanya huruf-huruf itu saja yang seakan tertanam. Sastra menyalakan keran wastafel itu lalu mengambil sabun dan mencoba menghapus huruf-huruf itu. Namun, tetap tidak bisa hilang.
Tulisan apalagi ini? Kenapa semakin lama semakin banyak hal aneh yang terjadi padaku?
Tiba-tiba Sastra merasakan rasa sakit dari dadanya yang membuatnya hampir terjatuh. Untungnya ia menyandarkan diri di tembok lalu perlahan merosot ke lantai. Tangan kanannya mencengkram erat pada dadanya, rahangnya menyatu yang membuat giginya saling bergesekan dan dengan sekuat tenaga dia menahan rasa sakit itu serta menahan suaranya supaya tidak berteriak. Anehnya ada cahaya biru yang menyala di setiap huruf yang menempel di dadanya.
Apa aku sudah gila? Tapi kalau aku gila harusnya cuma pikiran aja, tapi kenapa ada rasa sakit fisiknya dan kenapa ada tato tulisan aneh di dadaku?
Di saat rasa sakit itu perlahan menghilang, kesadaran Sastra juga ikut memudar. Semuanya pun semakin gelap. Seberapapun dia memaksa untuk tetap bangun pada akhirnya dia tak sadarkan diri.
Keesokan harinya di taman saat istirahat anak yang bernama lengkap Calya Garwita sedang duduk di taman. Kebetulan bangku yang ia duduki adalah bangku favorit Sastra untuk membaca buku. Di sana dia memangku boneka berwarna putih berbentuk beruang dengan lengan yang molor. Di matanya terdapat kancing berwarna hitam dan boneka itu memiliki senyuman yang mengerikan.
Calya memeluk boneka itu dan tampak murung seperti sedang mengalami masalah. Calya sendiri adalah gadis yang lumayan pendek lebih pendek dari Isabel, tetapi tidak terlalu pendek. Rambutnya juga pendek tidak melebihi leher. Meskipun dia memiliki kemampuan indigo dan dapat melihat hal-hal mistis dia juga tampak jutek dan acuh tak acuh. Tubuhnya yang kecil membuatnya dapat bergerak dengan lincah dan atletik.
Di tengah keramaian waktu istirahat itu, datanglah seseorang dengan wajah tampan yang sedang bersiul dengan melodi yang indah. Dia memiliki tatapan yang lembut yang terasa seperti memiliki niat yang baik. Tidak ada satupun aura negatif yang terasa dari orang itu. Dia pun berkata, "Halo Calya sudah lama gak ketemu, gimana kabarmu? Oh ya, aku yang kemarin DM kamu dari klub Arcana."
Calya langsung mendongak dengan agak kaget, tetapi rasa paniknya langsung hilang ketika melihat senyuman tulus Chrono. Dia menjawab, "Klub Acana? Ah, aku inget jadi kemarin kamu ya? Gak kusangka aku bisa ketemu sama kamu lagi sejak SMP, kabarku yah kayak yang kuceritain kemarin, kamu tau sendiri... Jadi, sekarang kamu anggota klub Arcana dan mau manggil jiwanya Martin yang bunuh diri itu?"
"Ya, aku percaya dengan kemampuanmu, semuanya seperti yang sudah kita diskusikan kemarin dan kalau kamu berhasil membantu kami nanti kamu bisa langsung menjadi anggota klub Arcana, anggap saja ini misi pertamamu." Dengan wajah yang masih ragu Calya bertanya, "Memangnya jika aku bergabung dengan klub Arcana semua masalahku bisa diatasi?"
"Seperti yang udah aku jelaskan Calya, aku paham dengan situasi yang kamu alami. Tidak mudah jika kamu harus dipaksa berpindah dari agama Kejawen ke agama Islam oleh orangtuamu, tapi jika kamu mau bergabung dengan klub Arcana kami berjanji akan membantu menyelesaikan masalahmu. Di sini kamu juga bisa menggunakan kemampuan indigomu itu untuk membantu orang, kedengarannya bagus kan? Atau kamu bisa lanjutkan konten Ghost Huntingmu itu, apalagi kalau kamu gabung ke klub Arcana kamu bisa tambah terkenal."
Dengan ekspresi yang melankolis Calya menjawab, "Iya juga… Sejak kecil memang aku punya kemampuan indigo dan kebetulan keluargaku kejawen dan punya banyak ilmu-ilmu dan ritual. Mungkin aku bisa menggunakan kemampuan ini buat kebaikan, atau Ghost Hunting... Hmm, kayaknya itu lebih menarik. Kalau tentang masalah keluargaku… Entahlah aku masih benci sama orangtuaku."
Lalu dia mengganti topik ke yang lebih ringan dan berkata, "Jadi, kita mau melakukan spirit mediumnya jam berapa? Habis ini aku sudah harus masuk kelas," tanya Calya. Chrono pun mengeluarkan secarik kertas yang berisikan surat dispen dengan beberapa nama di dalamnya. Dia membuka lipatan kertas itu lalu berkata, "Lebih baik kita siap-siap dulu mulai dari sekarang, ini surat dispennya, kamu berikan ke guru pengajarmu dulu habis ini baru nanti kita akan berkumpul di ruang klub. Kamu tau dimana kan?"
"Tau, di deketnya ruang OSIS naik tangga trus lurus mentok," jawab Calya. Karena Calya sudah tau letak klub Arcana Chrono tidak perlu menjelaskannya lagi. Dia hanya memberikan kertas itu dan berkata, "Oke, kutunggu di ruang klub."
Sejak pagi detektif Ranu dan Lydia sudah datang di sekolah lagi untuk melanjutkan penyelidikan. Kemarin mereka hanya mendapatkan kesaksian yang malah membuat kasus ini semakin rumit. Lydia sudah mengecek HP salah satu anak yang mendapatkan video itu dari HP Martin. Ketika ditelusuri pesan itu, tetap tidak bisa ditemukan dari mana video itu dipindahkan. Yang berarti video itu tidak terkirim melalui WA, Instagram atau aplikasi media sosial lainnya.
Saat ini mereka mencoba bekerja sama dengan klub Arcana untuk menemukan pelaku itu lebih cepat. Yunita sendiri sebagai ketua klub Arcana sudah berjanji untuk membuat rencana yang akan membantu penyelidikan itu. Bahkan, dia bersedia melakukan itu tanpa imbalan. Seharusnya mereka merasa beruntung karena memiliki ketua klub yang sangat dermawan seperti Yunita ini.
Pada pukul 11.38 di ruang klub Arcana ada Yunita, Chrono, Calya dan 2 polisi. Mereka menunggu Calya untuk memulai ritual spirit medium. Sejak jam 9 tadi mereka sudah menyiapkan bahan-bahan dan alat yang akan digunakan. Semuanya sesuai dengan instruksi Calya yang ahli dalam hal ini.
Orang yang akan menjadi mediumnya adalah Chrono. Dia dan Calya duduk bersila di lantai ruang klub yang sudah ditata seperti altar ritual. Mereka berada di dalam sebuah lingkaran yang terbuat dari garam yang dibuat oleh Calya. Gunanya untuk mengisolasi ruang selama ritual berjalan. Di 4 titik luar lingkaran diletakkan lilin sebagai pembatas. Lalu di antara Chrono dan Calya terdapat piring kecil yang di atasnya sudah terbakar menyan yang aromanya memenuhi ruangan itu. Boneka Calya diletakan di atas meja sebagai pengawas dari ritual ini. Siapa pun yang melihat boneka ini pasti akan langsung tau jika boneka ada isinya, meski tampak seperti boneka biasa.
Detekif Ranu dan Lydia duduk bersama di sofa ruangan itu. Di dalam kegelapan yang hanya ada cahaya lilin Lydia bertanya, "Memangnya bapak yakin dengan rencana ini? Kalau kita melakukan ini kita akan melenceng dari prosedur penyelidikan. Kita juga akan sulit menemukan bukti jika menggunakan hal-hal gaib." Detektif Ranu menjawab dengan yakin, "Dari wawancara yang kita lakukan kemarin aku membuat tebakan kalau ada kekuatan gaib yang terlibat dalam kasus ini. Gak ada salahnya mencoba hal-hal gaib yang berhubungan langsung dengan kekuatan itu. Siapa tau kita menemukan petunjuk. Sejak aku lihat cermin itu, ini yang aku sadari."
Di dekat jendela dipasang kamera HP yang sudah terhubung dengan aplikasi Instagram. Yunita menyetel HPnya dan memulai siaran langsung di akun Instagram klub Arcana. Sejak tadi pagi juga sudah dibuat pengumuman di story IG. Seharusnya akan ada banyak orang yang melihat story itu dan akan menonton live IG mereka. Bisa dibilang klub Arcana lumayan dikenal bagi angkatan tahun lalu kelas 11 dan 12 yang mengalami masa revolusi SMA 13.
Di ruang kelas X.B Isabel dan Becca sedang mengobrol ketika siaran langsung itu dimulai. HP Becca pun berdering menunjukkan notifikasi terkait dimulainya siaran langsung itu. Mereka berdua sudah mengetahui sejak dibuatnya story tadi pagi. Dengan agak khawatir Becca bertanya, "Kamu mau nonton ini apa enggak Bel? Kamu kan masih syok karena video itu dan meninggalnya Martin, beneran gak papa?" Isabel menggelengkan kepalanya lalu menjawab, "Aku gak papa kok, ini sudah gak terlalu mengganggu pikiranku, tapi aku mau tau siapa pelakunya. Setidaknya Martin pantas mendapatkan keadilan." "Kalau begitu kita tonton sekarang juga," ucap Becca.
Dari video itu mereka berdua bisa melihat dua orang yang duduk bersila di lantai dan saling berhadapan. Calya memejamkan matanya sambil komat-kamit membaca mantra dalam bahasa jawa seperti mbah dukun. Di hadapannya Chrono juga memejamkan matanya menunggu ritual ini berjalan. Memanggil jiwa dari seseorang yang sudah meninggal dari dunia Astral tidaklah mudah, Calya harus memfokuskan pikiran dan energinya. Jiwa itu juga harus memiliki wadah sementara supaya bisa berkomunikasi di dunia Material tempat dimana manusia berada.
Calya mengambil pakaian dan beberapa barang pribadi Martin lalu ia letakkan di hadapannya. Dia meletakkan telapak tangannya di atas barang-barang itu kemudian dia menggumamkan mantra atau doa, "Ya Gusti, Ingkang Maha Agung, kula nyuwun pangestu lan pitulungan, mugi diparingi kasekten lan idin Paduka kagem nyambung raos kaliyan jiwa Martin Andika. Yen pancen wonten idin lan kersanipun, mugi-mugi Martin Andika saged rawuh, kagem anjogo lan menehi pepadhang ing sanubari. Gusti, mugi tansah paring pangayoman, lan mugi sedaya lumampah kanthi sarwo becik, amin."
Setelah Calya selesai membaca serangkaian mantra itu tiba-tiba tubuh Chrono bergetar. Dia masih memejamkan matanya, tetapi dia tampak kesakitan. Tidak lama kemudian Chrono berhenti bergerak lalu membuka matanya. Calya juga sudah membuka matanya, dia tersenyum lalu bertanya, "Siapa namamu?" "Martin Andika," jawabnya. Seketika kepribadian Chrono berubah persis dengan kepribadian Martin. Suaranya juga agak berubah mirip dengan gaya bicara Martin. Namun, terdapat nada sedih di suaranya, dia bukan lagi Martin yang ceria seperti dulu.
Jiwa Martin pun bertanya, "Kenapa kamu manggil aku ke sini?" "Maaf sebelumnya jika aku mengganggumu, tapi aku memanggilmu ke sini atas keinginan teman-temanmu yang menginginkan keadilan untukmu. Kamu gak mau pelaku penyebar video itu tertangkap, Martin?"
Dengan nada sedih dia menjawab, "Aku sudah tidak berbuat apapun lagi, setelah aku mati ternyata keadaannya lebih buruk daripada kehidupan. Semua itu karena aku bunuh diri… Tapi jika kalian pengen menemukan siapa yang menyebarkan video itu mungkin aku bisa membantu sedikit."
Karena Martin sudah bersedia untuk membantunya, Calya pun memulai sesi pertanyaan, "Bisakah kamu menceritakan apa yang kamu tau sebelum kamu meninggal?" Dia mengangguk lalu menjawab, "Oke, aku akan menjelaskan, di Rabu sore minggu kemarin aku bolos latihan band dan pergi ke kelas. Terus aku minum dari sisa air botol minumku, tapi aku merasa ngantuk terus tidur. Di jam 5 an aku dibangunkan sama satpam dan disuruh pulang, tapi pas udah di depan sekolah dan gerbangnya tertutup aku baru sadar kalau HPku hilang. Aku memutuskan untuk mengambilnya besok karena masih ngantuk berat, tapi besoknya… Video itu tersebar dan akhirnya aku bunuh diri. Itu yang aku ingat."
"Apa ada detail lain yang kamu ingat?" Martin berpikir sejenak lalu menjawab, "Mungkin ada, tapi aku gak terlalu ingat. Lama-kelamaan ingatanku jadi kabur…" Martin hanya memberikan informasi umum yang sudah diketahui oleh detektif, bahkan semua orang di sekolah itu juga sudah tau. Tidak yakin dengan apa yang harus ditanyakan lagi, Calya menoleh ke belakang lalu bertanya, "Pak, apa ada yang mau ditanyakan mumpung jiwa Martin masih bersama kita?"
Detektif Ranu menjawab dengan pertanyaan, "Martin, apa ada orang yang kamu curigai sebagai pelakunya? Mungkin temanmu yang kamu kenal?" Lagi-lagi jiwa Martin kesusahan untuk mengingat detail ketika dia masih hidup. "Maaf aku gak tau, tapi hari kamis aku sudah pernah mencoba mencari pelakunya di kelas… Hasilnya juga sia-sia." "Aku tau itu," kata detektif Ranu.
Tiba-tiba Chrono mengambil alih kontrol lalu berkata, "Aku ingin minta tolong sesuatu, mungkin kalian bisa menelpon HPku, siapa tau masih menyala dan pelakunya sedang menyimpan HPnya. Bisa saja HPnya sudah dibuang, tapi tidak ada salahnya mencoba..."
Siaran langsung itu sudah mencapai 100 lebih penonton yang kebanyakan dari anak-anak SMA 13. Dari ratusan anak itu pasti akan ada 1 orang yang mencoba menelepon HP Martin. Setidaknya satu orang pasti akan mencoba melakukannya. Hingga akhirnya di suatu kelas X.D terdengar suara dering HP yang ditelepon. Semua anak langsung menoleh ke asal suara itu yang berada di bangku belakang. Kebetulan Cecil menduduki bangku itu dan sedang memainkan HPnya. Namun, HP Cecil sama sekali tidak dalam sebuah panggilan telepon, justru suara itu datang dari tempat yang lain.
Salah satu temannya berkata, "Cecil, itu suara HPmu tah?" Dengan bingung Cecil menjawab, "Bukan tuh, aku lagi main game dan gak ada panggilan apa-apa. Emangnya ada apa?" Yang lainnya juga menunjukkan tampang yang bingung. Jika HP Cecil sedang digunakan main game lalu HP siapa yang sedang berbunyi itu? Suara dering HP itu masih belum berakhir dan temannya berkata lagi, "Mending kamu cek di sekitarmu deh, itu HPnya siapa?" "Oke," kata Cecil.
Dia langsung mengecek lokernya dan loker meja sebelahnya yang tampak nihil. Lalu dia mengecek tasnya sendiri. Saat Cecil membuka tasnya, suara dering HP itu semakin terdengar jelas dan lantang. Hingga akhirnya dia menemukan sebuah HP yang tergeletak begitu saja di dasar tasnya. Saat dia melihat ke layar HP tertulis nama Becca sebagai orang yang menelepon HP itu. Yang anehnya lagi HP itu tampak tidak asing bagi Cecil seperti dia sudah sering melihatnya. Lalu muncullah kesadaran di dalam hatinya.
Bukannya ini HPnya Martin?