Chereads / Chronophobia (Indonesia) / Chapter 51 - Efek

Chapter 51 - Efek

Melihat Cecil yang tidak segera mengangkat telepon itu, salah satu anak bertanya, "Kenapa belum kamu angkat Cil, itu HPmu kan?" Dia tetap diam dan tidak menjawab pertanyaannya. Tangannya juga gemetar karena semua orang melihatnya memegang HP Martin. Namun, ada salah satu anak yang mengenali HP itu, dia berdiri lalu berkata, "Itu HPnya Martin kan? Kenapa ada di kamu?" 

"Jangan-jangan, kamu yang nyebarkan video itu?" Sekarang Cecil berubah menjadi panik. Dia tidak bisa mengontrol emosinya dan menjawab dengan panik, "Bukan-bukan aku, aku gak tau kenapa ada di tasku. Sumpah ini liat aja kalau gak percaya." Kemudian anak itu merampas HPnya lalu menolak panggilan teleponya. Anehnya HP itu sudah terbuka dan bisa diakses aplikasi-aplikasinya. 

Cecil hanya bisa berdiri mematung berharap ini hanya kesalahpahaman saja. Namun, nasib Cecil sudah terkunci ketika HP Martin berdering. Anak itu menemukan obrolan chat di hari sebelum Martin bunuh diri. Karena itu adalah chat terakhir yang terkirim maka berada di paling atas. Lalu anak itu menunjukkan pesan-pesan yang ada kepada semua anak di kelas. "Rek, liat ini chat-chat nya Cecil sama Martin sebelum dia meninggal. Isinya… Ancaman akan menyebarkan video itu kalau dia tetap menyukai Isabel?" 

Dengan ekspresi yang semakin panik Cecil menyela, "Gak ada, gak mungkin aku melakukan itu. Aku juga gak inget ngechat kayak gitu." "Masa coba liat nih," kali ini dia menunjukkan serangkaian pesan di layar HP itu kepada Cecil. Pupil matanya membesar saat dia membaca pesan-pesan itu. Anehnya semua pesan itu sama persis dengan gaya bicara Cecil dan Martin. Seakan-akan mereka berdua sedang beradu argumen yang sengit. 

Namun, dia tetap mengaku tidak bersalah, "Sumpah itu bukan aku… Aku gak tau apa-apa soal ini…" Nadanya juga semakin lirih sambil terisak tangis. Dia sudah tidak tau harus membela dengan apalagi, bahkan tidak ada temannya yang membelanya. Sahabat perempuannya pun hanya melihat dari barisan penonton karena mereka juga takut ikut campur. 

Kemudian salah satu anak yang masih menonton siaran langsung spirit medium itu mengetikkan di kolom komentar. Yang berbunyi, "Pelakunya Cecil dari kelas X.D." Setelah mengirim komen itu, anak itu tampak tertawa, tetapi ia sembunyikan. Lalu muncullah banyak komentar yang sama, mereka bahkan sampai ada yang doxing informasi terkait Cecil. "Jangan lupa foto isi chatnya, kirim ke aku," kata mereka. "Ojok lali aku pisan," kata yang lain. Mereka cenderung tidak memberikan simpati pada Cecil, mereka menganggap Cecil sebagai penjahat yang telah menyebabkan kematian Martin, padahal dia tidak bersalah. 

Di ruang klub Arcana Yunita yang sejak tadi memperhatikan siaran langsung itu menyadari sesuatu. Dia membaca beberapa komentar yang mengatakan bahwa ditemukan HP Martin di kelas X.D. Dia pun berkata, "Pak, ada komentar yang mengatakan kalau HP Martin ditemukan di kelas X.D dan ditemukannya di tas anak yang namanya Cecil." Detektif Ranu menjawab, "Cecil? Dia itu salah satu teman Martin sesama ekskul kan? Kalau begitu kita harus segera pergi ke kelas X.D untuk mengecek keadaannya." 

"Silakan pak, kami akan segera menutup ritual ini," ucap Yunita. Kemudian detektif Ranu dan Lydia bergegas menuju ke kelas X.D yang berada dekat dengan ruang komputer. Saat sampai di sana mereka menemukan kerumunan anak yang terdiri dari beberapa kelas di depan kelas X.D. "Oke, anak-anak segera pergi dari tempat ini, ini area investigasi polisi," teriak Lydia. Detektif Ranu tidak terlalu memperdulikan kerumunan anak-anak ini. Dia langsung menerobos masuk ke dalam kelas. 

Di dalam kelas Cecil sedang menangis di lantai dengan teman-temannya yang mengerumuninya. Mereka memasang ekspresi yang beragam, mulai dari kecewa, marah dan bahkan ada yang tampak senang. Detektif Ranu melihat ke sekelilingnya mencari HP Martin sambil bertanya, "Siapa yang membawa HPnya Martin?" Kehadirannya di dalam ruangan itu sudah menambah ketegangan situasi. Anak-anak kelas itu juga tidak mau membuat masalah dengan pihak polisi. Sehingga anak yang membawa HP Martin menjawab, "Saya pak, ini HPnya tadi kami hanya penasaran isinya apa. Tadi kayaknya ada pesan bertengkar antara Martin sama Cecil." 

Detektif Ranu tidak menjawab kata-kata anak itu dan hanya merampas HP Martin sebagai barang bukti. Dia kemudian meletakkan HPnya ke dalam plastik seukuran yang hampir sama. Lydia juga sudah selesai membereskan kumpulan anak-anak di luar kelas. Dia masuk sambil berkata,"Di luar sudah steril pak, apa ada yang perlu ditangani lagi?" "Bawa Cecil ke tempat yang aman, jangan biarkan ada gangguan." Kemudian si detektif bertanya pada sisa anak di kelas itu, "Dimana tasnya Cecil?" "Itu di situ, pak," kata salah satu anak sambil menunjuk ke tas Cecil. 

Dia langsung mengambil tas itu dan meletakkannya di atas meja. Tas itu sudah dalam keadaan terbuka sehingga dia langsung bisa menggeledah isinya. Namun, setelah beberapa menit menggeledah tas itu, dia tidak menemukan apapun yang mencurigakan. Hanya buku, alat tulis, kotak makan, beberapa barang kosmetik dan lain-lain.

Detektif Ranu pun membatin, Kenapa dia membawa HP itu ke sekolah? Ini semua rasanya terlalu mudah seperti ada yang mengontrol situasi ini… Tapi Cecil ini mirip dengan anak yang terekam cctv dan dia punya hubungan dengan Martin. Lebih baik aku mengolah bukti-buktinya lagi dan memproses Cecil. Untuk saat ini dia tersangka utamanya...

Di hari jumat Sastra datang ke sekolah dengan mengendarai sepeda listrik birunya seperti biasa. Memarkirkannya di parkiran guru kemudian menuju kelasnya. Kebetulan dia melihat circlenya yang sedang mengobrol di meja Becca. Lagi-lagi obrolan mereka tampak serius seperti yang hari senin kemarin. Saat Sastra mendekati mereka dia mendengar Becca mengeluh, "Ah, kalau gak ada pianisnya kita gak bisa lanjutin penampilan bandnya kalau kurang pemain." "Gak bisa tah, minta tolong anak dari kelas lain atau dari ekskul musik?" tanya Fatih. "Ini kan penampilan per kelas tih, gak mungkin minta tolong anak kelas lain. Mereka juga akan punya penampilannya sendiri. Jadi, belum tentu mereka bisa bantu." 

Di saat mereka berdua sedang mengobrol Levin menyadari kehadiran Sastra. Dia pun bertanya, "Sastra, gimana nasibnya Cecil habis ditangkep sama polisi?" Mendengar itu Sastra langsung kaget karena dia sama sekali tidak tau tentang hal ini. Sastra balik bertanya, "Cecil ditangkep sama polisi? Perasaan kemarin baru dimulai investigasinya kan?" Levin pun tertawa mendengar itu sambil menjawab, "Jangan bercanda dong Sas, kasian temen kita sendiri ditangkep. Kalau gue sih gak terlalu merasa kasihan soalnya dia emang nyebarin video itu." 

"Tunggu-tunggu, maksudmu Cecil nyebarkan video itu gitu, emang ketahuannya gimana dan apa yang terjadi padanya?" tanya Sastra dengan nada yang agak panik. Levin juga menjadi bingung karena Sastra jelas-jelas berpartisipasi di spirit medium kemarin. Levin pun menjawab, "Gue gak tau lu emang lupa atau bercanda, tapi kemarin diadakan spirit medium sama klub Arcana trus arwah Martin atau jiwanya meminta untuk salah satu orang menelpon HPnya, nah pas itu ternyata HPnya Martin ternyata ada di Cecil. Gue juga masih gak percaya sampai sekarang." 

Spirit medium yang diadakan klub Arcana? Kenapa aku gak inget ada kejadian ini. Seingetku aku bangun di tempat tidur udah pagi habis pingsan di kamar mandi. Berarti aku gak inget apa yang terjadi kemarin. Aku kehilangan 1 hari dari memoriku. Apa yang sebenarnya terjadi?

Levin masih melanjutkan omongannya, "Habis itu katanya anak-anak kelas X.D sama sebelahnya ada chat-chatan antara dia sama Martin yang membahas masalah Martin suka sama Isabel. Dia juga mengancam akan menyebarkan videonya, tapi mereka cuma dapet info itu aja soalnya polisi langsung dateng dan menyita HPnya. Emang gak seru polisinya, nih coba lihat chatnya udah difoto dan tersebar." Levin mengeluarkan HPnya lalu membuka aplikasi Twitter yang sudah ganti nama menjadi X dan menunjukkan foto pesan itu. Di postingan itu juga terdapat banyak orang yang melihatnya. Bisa dibilang kasus ini sudah mulai viral. 

Setelah mendapat semua informasi ini dan menghubungkannya satu sama lain dia mengingat satu orang, yakni Chrono. Dialah yang meminta HP Sastra di hari rabu. Dia juga berkata akan membantunya mencari jalan keluar, tetapi inikah jalan keluar yang ia maksud? Di saat itu muncullah gejolak amarah di dalam hatinya dan Sastra sangat ingin menemui Chrono untuk meminta penjelasan darinya. 

Namun, sebelum Sastra bisa pergi meninggalkan kelas Fatih memanggilnya, "Sas, kamu mau gak jadi pianis untuk band kelas kita pas panen karya nanti?" Karena kaget Sastra menjawab, "Huh, maksud?" "Maksudnya kamu jadi pianis kita, kan dirumahmu ada piano pasti kamu bisa main, kan? Asilnya main keyboard sih, tapi sama aja. Masih ada kurang lebih 1 minggu lagi, tolong bantu ini buat Becca dan kelas kita." 

"Aku memang dulu pernah les piano," pas ibuku masih hidup dulu. Dia melanjutkan "Tapi kalau sekarang aku gak tau bisa apa enggak." "Pas kita buat film di rumahmu dulu kamu sempet main piano kan, seingetku juga bagus dan masih lancar." Becca juga berkata, "Iya Sas, tolong dong kita butuh bantuanmu. Nanti kita gak hanya menampilkan lagu biasa, tapi ini juga untuk persembahan terakhir buat mengenang Martin." 

Ternyata mereka berencana untuk menampilkan lagu untuk mengenang Martin, tetapi Sastra juga heran karena Martin telah melakukan hal buruk pada Isabel. Dia juga bunuh diri dan terlibat sebuah cinta segitiga. Dia pun bertanya, "Kenapa kalian mau membuat persembahan terakhir untuknya? Dia kan bunuh diri dan sudah melakukan hal itu." 

Becca menjawab dengan yakin, "Makannya itu Martin kan bunuh diri dan udah melakukan hal serendah itu pada Isabel, tapi… Dia masih teman kita." Sastra menatap Isabel yang berada di samping Becca. Dia yang dari tadi mendengarkan percakapan mereka hanya tersenyum padanya. Seakan semua ini tidak pernah terjadi, Isabel memaksakan ekspresi tulus yang tampak jelas. Dia tidak bisa menutupi perasaan sedihnya, namun dia berkata dengan tersenyum, "Gak papa, Sas. Kamu bantu aja." Kedua mata mereka saling bertemu, tetapi itu hanya sesaat dan Isabel langsung memalingkan matanya. 

Hati Sastra yang lemah pun tersentuh jika Isabel yang meminta bantuannya. Dia tidak sanggup menolaknya sehingga berkata, "Yawes, terserah kalian aja. Kirim aja not lagunya nanti kupelajari." Mereka semua tampak lega karena Sastra akhirnya setuju. Becca sampai berkata, "Yes, makasih Sas, nanti pas pulang kita coba latihan sebentar sekalian." 

Sekarang masalahnya kembali lagi pada Chrono yang membuat Cecil sebagai kambing hitam. Sastra berjalan meninggalkan kelas menuju ruang klub Arcana. Namun, saat itu masih pagi dan pintunya masih terkunci. Sastra tidak menyerah untuk menemukan Chrono di saat istirahat dia juga mencarinya sampai ke penjuru sekolah. 

Hingga akhirnya setelah solat Jumat pencariannya membuahkan hasil. Seperti biasa setelah solat jumat anak laki-laki mulai dari kelas 10 hingga 12 akan bermain basket, sepak bola atau voli di lapangan. Kebetulan saat itu mereka sedang bermain basket. Di pinggir lapangan Sastra melihat Chrono yang sedang duduk di bangku pinggir lapangan. Kepalanya yang masih mengantuk karena tidur di masjid langsung menjadi ringan dan fresh. Lebih tepatnya dia dipenuhi oleh amarah yang membuat derap langkahnya semakin cepat. 

Di bangku itu Chrono sedang duduk sambil bersiul seakan menikmati hidupnya. Siulan itu hanya membuat emosi Sastra semakin memuncak. Hingga ia berkata, "Chrono, kamu ngapain pakai spirit medium itu buat menjebak Cecil, dia itu tidak bersalah. Kamu sudah gila atau apa?!" Chrono yang agak kaget karena Sastra datang langsung berteriak mengangkat kedua tangannya. Dia menjawab, "Jangan marah-marah, kamu akan menarik perhatian orang-orang di sini. Kan aku sudah bilang akan membantumu, ini dia hasilnya. Sekarang kamu sudah gak perlu khawatir lagi." 

Mendengar alasan munafik itu Sastra menjawab, "Cukup, yang kamu lakukan itu bukan membantu, tapi kamu hanya menjebak orang yang gak bersalah. Sekarang Cecil sudah ditangkap oleh polisi dan semua orang berpikir kalau dia pelakunya. Bahkan ada chat yang bocor yang melibatkan Martin, Cecil yang membahas tentang Isabel. Lagi-lagi Isabel yang terkena masalah juga. Kalau kamu gak melakukan ini orang yang tidak bersalah gak akan terlibat." 

Chrono tampak terhibur dengan kata-kata Sastra lalu menjawab, "Apa kamu benar-benar berpikir bahwa dia tidak bersalah? Apa kamu pikir manusia benar-benar tidak bersalah? Di dunia ini semuanya terikat dengan karma. Apa yang kamu lakukan akan kembali padamu suatu saat nantinya. Tidak hanya manusia, bahkan semua makhluk hidup berusaha untuk bertahan hidup dan kamu tau apa yang mereka lakukan untuk tetap hidup? Mereka saling membunuh dan memanfaatkan satu sama lain, jadi bisa dibilang Cecil itu tidak begitu beruntung. Heheh, dia hanyalah orang yang tepat dalam waktu yang salah." 

"Diam! Bisa-bisanya kamu memanfaatkan Cecil dan menyebutnya bersalah." teriak Sastra sambil mencengkram kerah Chrono. Chrono tidak mencoba melawan, dia hanya berkata, "Jadi, kamu pikir kamu juga tidak memanfaatkan Martin sampai akhirnya dia bunuh diri? Bukankah itu tujuanmu dari awal, Sastra? Agar kamu bisa kembali lagi bersama Isabel kamu rela melakukan segalanya. Mengorbankan segalanya bahkan temanmu sendiri." 

Lalu Sastra membalas dengan nada tinggi, "Sudah kubilang diam! Semua yang kulakukan ini dilandasi dengan niat yang baik, Martin sudah melecehkan Isabel secara gak langsung makannya aku harus melakukan ini. Aku berusaha menolong Isabel dan membongkar kelakuan Martin!"

"Menolong? Sejak kapan kamu ingin menolong orang, Sastra? Yang kamu lakukan adalah memberikan apa yang orang inginkan dan memuaskan nafsu mereka demi memenuhi tujuanmu. Apa itu yang kamu definisikan sebagai menolong orang lain? Bahkan jika memang itu yang kamu maksud kamu sudah gagal, heheh."

Sastra merasa berbicara pada Chrono tidak akan menyelesaikan masalahnya dan hanya membuang-buang waktu saja sehingga ia menyerah dan melepaskan kerah Chrono sambil berkata, "Terserah apapun yang kamu katakan, aku akan perbaiki semua ini sendiri. Kamu jangan ikut campur urusanku lagi, mengerti?" 

"Mengerti-mengerti no problem," jawabnya. Kemudian Sastra berjalan meninggalkan Chrono. Saat Sastra sudah berada agak jauh Chrono mengeluarkan jam saku emasnya lalu membukanya. Dia menekan tombol di jam itu lalu mengatur timer hingga 5 hari kedepan. Dia juga berkata dengan suara yang rendah, "Ini sudah waktunya, energiku cuma cukup segini…"

"Tiga, dua, satu... Chronosphere," kemudian dia menekan tombol itu sekali lagi sebagai penutup. Tanpa Sastra sadari salah satu huruf di dadanya bersinar. Namun, ia tetap berjalan untuk beberapa detik. Sebelum akhirnya dia mendengar sesuatu.

Suara itu terdengar seperti orang memberinya peringatan, "Kamu awas ada bola!" Dengan gaya kinetik yang tinggi bola itu membentur kelas kepala Sastra. Dia hanya sempat menoleh untuk melihat bola yang sudah berjarak sejengkal. Hingga akhirnya semuanya menjadi gelap dan Sastra kehilangan kesadarannya.