Sastra membuka kedua matanya dan dia dapat melihat atap dari lapangan indoor yang membentang luas di atasnya. Kemudian dia mencoba menggerakkan tubuhnya yang sedang terlentang di tengah lapangan. Dengan susah payah dia bangun dan mengubah posisinya menjadi duduk. Anehnya lapangan itu tampak sangat sepi. Tidak ada satupun manusia yang berada di sana. Namun, cahaya matahari menunjukkan waktu sore.
Biasanya meski sudah sore masih banyak anak-anak yang berada di sekolah. Entah untuk melakukan aktivitas ekskul atau organisasi, seperti OSIS atau MPK. Tangan kanan Sastra meraba sakunya, tetapi tidak menemukan HP dan barang-barang lain yang ia bawa. Kemudian dia melihat ke tubuhnya yang masih mengenakan seragam pramuka hari itu.
Sastra mencoba berdiri lalu melihat ke sekelilingnya untuk mencari tanda-tanda kehidupan. Lapangan itu sangat kosong, bahkan bola basket yang tadi membenturnya hanya tergeletak begitu saja. Jarak pandangnya juga tidak terlalu jauh karena ditutupi oleh kabut tebal. Sastra jadi teringat dengan vibes game Silent Hill yang pernah ia mainkan. Dia berjalan keluar lapangan naik ke lantai dua menuju kelasnya. Kelasnya sendiri juga kosong, kelas-kelas lain pun juga sama. "Dimana semua orang? Gak biasanya pas pulang sesepi ini," gumamnya.
Setelah berkeliling sekolah dan tidak menemukan siapapun, Sastra memutuskan untuk pulang. Dia pergi ke parkiran guru dan mengambil sepeda listriknya. Namun, saat sampai di depan gerbang, Sastra terhalang oleh dinding transparan yang memisahkan antara area luar sekolah dan dalam sekolah. Dia menyentuh dinding itu, tetapi tidak ada yang aneh dan terasa dingin. Hanya saja di luar sekolah lebih ramai oleh mahluk-mahluk aneh yang tidak tampak seperti manusia. Sastra hanya bisa melihat samar-samar saja karena semuanya ditutupi oleh kabut.
Mahluk-mahluk terdiri dari berbagai macam bentuk atau bisa dikatakan spesies. Setelah mengobservasi lebih lama Sastra mengingat karakteristik tubuh mereka yang mirip seperti gambaran hantu-hantu di Indonesia. Contohnya ada Kuntilanak, Genderuwo dan beberapa makhluk lainnya yang bentuknya aneh. Lebih anehnya lagi tidak ada makhluk apapun di dalam sekolah itu, seperti terdapat ruang yang mengisolasi sekolah ini dari area luar.
Dimana lagi aku ini? Pertama aku pingsan setelah menyayat tanganku terus bangun ketemu Chrono. Dia kemudian mengambil HP Martin dan dipakai buat menjebak Cecil. Sekarang aku pingsan lagi dan bangun di tempat aneh dengan mahluk-mahluk yang aneh juga.
Saat Sastra menurunkan jagrak sepedanya dan turun dari sepeda, dia mendengar sesuatu yang mendekat dari belakangnya. Saat ia berbalik Sastra melihat ada Martin yang berdiri dengan tatapan kalut. Kondisinya masih sama seperti saat Sastra menemukan jasadnya. Masih menggunakan seragam batik sekolah yang berlumuran dengan darah. Di dahinya dan belakang kepalanya juga terdapat luka dengan darah yang sudah kering. Dia menatap Sastra dan hanya berkata, "Tolong aku…"
Dua kata itu sudah cukup untuk membuat Sastra ketakutan dan memicu traumanya. Dia merasa mual dan mulai berkeringat dingin, tetapi dia juga tidak tau apa yang harus dia lakukan. Sastra memutuskan untuk berlari meninggalkan Martin dan menuju lapangan. Martin hanya memutar tubuhnya kemudian mengikuti Sastra dengan berjalan lambat.
Entah kenapa napas Sastra cepat habis dan tubuhnya juga cepat lelah. Dia berhenti di tengah lapangan sambil membungkuk. Napasnya jadi terengah-engah seperti perokok berat. Namun, belum satu menit Sastra beristirahat Martin sudah sampai di hadapannya. Dia hanya berdiri mematung dan berkata, "Tolong aku…" Sontak Sastra terjatuh karena kaget melihatnya. Dengan panik dia berteriak, "Kamu mau minta tolong apa Martin? Kamu sudah mati, aku tau ini salahku oke, aku minta maaf jadi jangan ganggu aku!"
Martin tampak tidak merespon kata-katanya dan hanya berkata, "Tolong aku… Sakit sakit." Dia sudah tidak tampak hidup lagi, dengan kulit putih pucatnya dan gerakan lambatnya itu dia lebih mirip seperti zombie. Tiba-tiba ada tali yang jatuh dari atas Sastra. Tali itu mirip dengan tali pramuka yang terikat dengan atap lapangan indoor. Tali itu langsung menjerat leher Sastra lalu menariknya ke atas sampai ia tergantung.
"Aghh," teriaknya sambil mencoba melepaskan diri dari tali itu. Namun, usahanya sia-sia karena dia sudah tergantung tinggi di udara. Jika jatuh sekarang dia bisa patah tulang atau mati. Sastra tetap mencoba untuk melepaskan diri, dia mengayunkan dirinya dari depan ke belakang. Hingga terbentuk momentum yang mengayunkannya cukup jauh. Tujuan Sastra adalah untuk menggapai pagar lantai dua supaya bisa berpegangan dan melepaskan diri. Namun, semakin lama dia berayun semakin sakit lehernya. Kerongkongan dan tenggorokannya terasa seperti akan remuk dan sama sekali tidak bernapas.
Sedikit lagi… Sedikit lagi sampai ke pagernya…
Namun, saat Sastra sudah dekat tiba-tiba ikatan tali itu terlepas. Saat itu dia sedang berayun ke belakang sehingga jatuh dan yang pertama kali membentur dasar lapangan adalah wajahnya. Dia bisa merasakan hidungnya yang hancur beserta keseluruhan wajahnya. Tengkoraknya pun remuk sebagian dan dia langsung mati di tempat. Darah mulai menggenang di bawah kepalanya yang sudah hancur, tetapi tiba-tiba darah itu masuk lagi ke dalam kepala dan lama-kelamaan kepalanya kembali utuh. Semua lukanya sembuh, meski masih terasa sangat sakit.
Sastra terbangun lagi dalam posisi yang sama, terlentang dan sekujur tubuhnya penuh rasa sakit, terutama kepalanya. "Aku hidup lagi?" gumamnya. Dia masih bingung dengan situasi yang sedang ia hadapi, namun dia memikirkan cara untuk bisa kabur dari tempat ini. Pertama yang perlu disiapkan adalah senjata untuk melindungi dirinya sendiri. Dia masuk ke kelas 12 lalu mengambil gunting yang berada di meja guru. Namun, sebelum ia bisa memikirkan rencana selanjutnya Sastra mendengar suara benda bergerak melata seperti ular yang ternyata adalah tali itu lagi. Kelas 12 itu memiliki 2 pintu sehingga Sastra memilih pintu bagian belakang untuk keluar dari kelas.
Apa aku benar-benar harus melawan ini? Melawan tali yang mau membunuhku? Tapi aku harus kembali ke dunia nyata dan memperbaiki kesalahanku dengan membebaskan Cecil.
Seakan tidak bisa melarikan diri, leher Sastra kembali terjerat oleh tali itu. Kemudian dia ditarik ke atas dengan kecepatan yang tinggi. Gaya yang dihasilkan membuat kerongkongan dan tenggorokan Sastra lebih tercekik daripada yang sebelumnya. Matanya bahkan hampir keluar dari rongganya saking sakitnya. Namun, Sastra berusaha melepaskan diri dari tali itu, dia menggunakan gunting yang dia ambil tadi untuk memotong talinya. Setelah beberapa Saat, tali itu mulai menipis dan segera putus.
Snap…
Tali itu terputus dan Sastra langsung jatuh dengan kepalanya yang pertama kali membentur lapangan. Dia mati lagi dan hidup lagi untuk yang ketiga kalinya. Sekarang fisik dan mentalnya sudah terguncang dan pikirannya juga sudah mulai kacau. Tidak hanya fisiknya saja yang merasa sakit, tetapi pikirannya juga sudah terasa sakit. Kali ini setiap kali dia melihat tali itu Sastra hanya berusaha berlari atau bersembunyi di tempat yang sulit dijangkau. Seperti kamar mandi, gudang, kelas atau tempat lainnya. Namun, sebanyak apapun usahanya untuk mencari jalan keluar, semuanya terasa sia-sia. Bahkan saat dia berada di parkiran belakang yang bersebelahan dengan sungai, masih terdapat dinding transparan itu.
Hingga akhirnya dia terjerat oleh tali itu lagi dan berteriak, "TOLONG! TOLONG! TOLONG! AAAAAAAAaaAaaaAAaaAaAaaAAAAAaAaAaaaAAAAAAAAAAaaaaaaAAAAAAaaAaaaaaAAAAaaaaaAAAaaaaAaaaaaAAAaaaaaaaaaaaaaaAAAaaAAAAAaaaaaaaAaaAAAAAaaaaaaaaaaaaaAAAaaAAAAAAAaaAAaaaaaaAAAAAAaaaaaAAAAaAAAaaAaaAaaaAAAAAAaaAAaAAAaaAaaAAAAAaaAAaAAAaaAaaAaaaAAAaAAAaaAaaAaaaAAAaAAAaaAaaAaaaAAAaAAAaaAaaAaaaAaAAAAAAGGGGG GhhhHHhhhGGGHHHHHHHHHHHH!!!!!!!!!" Kemudian jatuh mati dan hidup lagi. Siklus ini terus berulang lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi dan lagi hingga 30 kali tanpa ada istirahat.
Hingga di saat yang ke 30 kalinya Sastra hidup dia melihat seorang perempuan berjalan ke arahnya. Dia berambut emas atau pirang dan mengenakan gaun biru yang antik. Saat itu Sastra sudah lelah dan tatapannya juga lemah. Dia tidak peduli lagi siapa atau mahluk apa yang mendatanginya. Kemudian ikatan tali itu terlepas lagi seperti biasa, tetapi sebelum menyentuh lapangan tubuh Sastra langsung berhenti di udara. Di sampingnya berdiri Sophia yang sedang menurunkan tubuh Sastra perlahan. Kemudian dia duduk di samping Sastra dengan anggun. Sastra pun membuka matanya, dengan setengah sadar dia bertanya, "Aku masih hidup?" "Iya Sastra, maaf aku baru bisa datang karena baru hari ini dinding energinya melemah," kata Sophia.
"Kamu nona Sophia kan? Sebenarnya apa yang terjadi dan dimana aku? Kenapa aku begini?" Sophia tidak langsung menjawab pertanyaannya, alih-alih dia membantu Sastra untuk duduk dan berkata, "Pertama aku akan menyembuhkan jiwamu dulu, banyak fragmen jiwamu yang memudar." Kemudian dia meletakkan tangannya di dada Sastra. 3 huruf aneh di dada Sastra langsung bersinar dengan warna biru. Rasa sakit di tubuh Sastra perlahan juga memudar digantikan dengan perasaan segar seperti dibasuh dengan air dingin.
Lalu Sophia berkata, "Jiwamu saat ini sedang berada di dunia Astral, sedangkan tubuhmu masih berada di dunia Material. Sebentar lagi aku akan membantumu kembali ke dunia Material." Mendengar itu Sastra menjadi tambah bingung dan bertanya, "Dunia-dunia apa ini? Jiwa, tubuh aku gak paham, sebenarnya apa yang terjadi?"
"Oke, aku akan menjelaskan apa yang sedang terjadi padamu, sekarang kamu sudah menjadi Reclaimer. Reclaimer sendiri adalah ketika manusia dan Demon atau Angel membuat kontrak untuk saling bekerjasama. Kontraknya sendiri hanya bisa dilakukan ketika manusia berada di ambang hidup dan mati." Kemudian Sastra melihat bekas sayatan tangannya dan bertanya, "Maksudnya ini?" Sophia mengangguk dan melanjutkan, "Huruf yang ada di dadamu itu melambangkan berapa banyak kemampuan atau ability yang sudah dikuasai. Tujuan Reclaimer sendiri adalah untuk memperoleh takdir. Jarang-jarang ada Reclaimer di era digital ini. Kebanyakan orang sudah gak percaya dengan hal-hal mistis lagi."
Sastra memotong kata-katanya, "Tapi aku gak pernah setuju dengan semua ini, aku bahkan baru tau sekarang dan aku gak pernah buat kontrak. Kalau aku memang Reclaimer kayak yang kamu katakan tadi, kenapa aku disiksa kayak gini? Apa yang terjadi dengan tubuhku?"
Sophia enggan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Sastra terkait dengan penyiksaan yang baru saja ia alami. Di wajahnya tampak rasa takut dan dia hanya menjawab, "Jiwamu sudah sembuh, sekarang aku akan mengembalikanmu ke dunia Material, sampai jumpa…" Sophia pun berdiri lalu membuat gestur tangan yang bergerak ke atas. "Tunggu, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab," kata Sastra, tetapi pandangannya segera kabur dan kesadarannya memudar.
Dengan kepala yang terasa berat seperti orang yang habis mabuk Sastra membuka kelopak matanya dan mengangkat kepalanya. Pandangannya perlahan menjadi jelas dan dia menemukan dirinya berada dalam posisi orang yang tidur di bangkunya. Dia melihat keluar jendela yang tampak gelap gulita, tetapi kelasnya sudah dinyalakan lampunya. Anehnya, kelas itu tampak sepi dan hanya terdapat barang-barang yang ditinggalkan di atas meja. Seketika Sastra menjadi takut apa dia masih berada di dunia Astral atau sudah berpindah. Namun, terdengar samar-samar percakapan di luar kelas dan terdengar suara lagu dari lapangan.
Apa aku sudah kembali ke dunia ku yang semula? Tapi aku tetap berada di sekolah lebih tepatnya di kelas. Tapi kenapa aku di sekolah sampai malem? Dan masih banyak anak lain buktinya ada banyak barang-barang di kelas. Tapi kelas ini juga sepi, kemana semua orang? Tunggu apa jangan-jangan semua yang kualami tadi cuma mimpi dan nona Sophia itu gak bener-bener nyata? Kata-katanya juga aneh menyebutkan dunia Astral, dunia Material, Reclaimer, Ability, Demon dan Angel…
Beberapa aku sudah pernah tau seperti Demon dan Angel, tapi sisanya kayak aneh dan aku juga gak pernah dengar. Tapi mungkin semua itu bisa menjelaskan kenapa ada huruf-huruf aneh di dadaku sama bekas sayatan di tangan kiriku yang sudah sembuh…
Sambil memikirkan situasi yang ia hadapi sekarang Sastra melihat ke tubuhnya. Dia sedang mengenakan seragam batik sekolahnya dan di atas mejanya terdapat topi sulap miliknya. Kemudian Sastra meraba sakunya dan mengambil HP yang ada di dalamnya. Saat HPnya menyala, ternyata sekarang adalah hari Rabu tanggal 20 Desember.
Dia membatin, Sekarang sudah tanggal 20 Desember?! Berarti aku gak sadar selama 5 hari, dan aku juga sama sekali gak inget apa yang terjadi selama 5 hari itu. Seharusnya besok adalah panen karya, oh makannya mereka di sini sampai malem. Tapi bagaimana nasib Cecil apa dia sudah dipenjara dan dikeluarkan dari sekolah? Mending aku lihat ada apa sekarang…
Sastra berdiri lalu berjalan keluar kelasnya, tetapi ia berhenti tatkala melihat tempat sampah yang berantakan. Isi dari tempat sampah itu adalah origami bunga mawar putih yang kebanyakan dalam keadaan sudah remuk atau rusak. Jumlah origami mawar itu kira-kira hampir 10 buah. Sisanya adalah sampah-sampah plastik atau makanan yang tidak terlihat aneh. Dia membatin, Ada yang mengacak-acak sampah ini sampai berantakan, mungkin buat nyari bunga-bunga ini, tapi kenapa?
Kemudian Sastra melanjutkan langkahnya menuruni tangga dan sampai di lantai 1. Di sana terlihat lebih banyak anak yang tampak sibuk mengerjakan tugas mereka masing-masing. Di lapangan terdapat stand-stand yang digunakan untuk kelas-kelas memamerkan karya mereka dalam panen karya. Beberapa anak dengan rompi OSIS juga berkeliaran memantau pekerjaan mereka. Anak-anak OSIS juga memasang panggung di depan bendera merah-putih untuk acara besok.
Sastra masuk ke dalam lapangan indoor dan berjalan di depan stand-stand itu untuk mencari di mana letak stand kelasnya. Di sana ada banyak anak-anak yang sedang merapikan dan menghias stand sesuai kelas masing-masing. Hingga akhirnya Sastra menemukan Levin. Sastra pun bertanya, "Halo guys, ada apa sekarang ini, kelas kita ngapain?" Namun, wajah Levin tidak tampak bahagia seperti biasanya. Dengan murung Levin menjawab, "Kita masih gak tau harus ngapain Sas, Isabel lagi nangis soalnya origami-origami yang dia buat dibuang di sampah sama OB…" Mata Sastra langsung membelalak saat melihat Isabel yang sedang menangis di dalam stand. Dia sedang menangis dalam pelukan Becca di bangku stand yang dingin itu.