Setelah kejadian di pelajaran P5 Sastra menjalani pelajaran di hari itu seperti biasanya. Pelajaran terakhir ada di pukul 14.00 sampai pukul 15.00 sore. Pelajaran itu adalah ekonomi. Suasana di siang hari sangatlah sepi dan membuat siapa saja mengantuk. Bahkan guru yang mengajar juga mengantuk. Guru pelajaran ekonomi berkata, "Rek, kalian tulis di buku catatan ppt yang saya kasih. Eh ini siapa ketua kelasnya? Saya mau ngirimkan pptnya." "Saya pak!" kata ketua kelas itu. Lalu guru ekonomi itu mengirimkan ppt tentang konsep dasar ilmu ekonomi.Semua anak langsung menuliskan materi yang diberikan di buku masing-masing. Sama sekali tidak ada anak yang menganggur. Karena ada banyak materi yang harus mereka tulis oleh karena itu mereka segera menyelesaikan tugasnya. Sastra juga melakukan hal yang sama, meski ia melakukannya dengan malas."Yaudah, sambil kalian ngerjakan aku mau nyanyikan lagu Sempurna dari Andra and the Backbone. Selamat menikmati." Guru ekonomi itu lalu mengambil gitarnya yang terdapat banyak stiker pink. Kemudian dia petik senar gitarnya dengan tangan kanannya. Dia berjalan kesana-kemari mengelilingi kelas. Lalu dia pun mulai menyanyi.Mendengar itu Isabel merasakan sesuatu di hatinya. Terlebih lagi Isabel memikirkan seseorang yakni Sastra. Sambil menulis Isabel melirik ke belakang ujung kiri dari kelas yang menjadi tempat duduknya Sastra.Seandainya aku bisa duduk lebih dekat denganmu, pasti aku akan menjahilimu. Lucu kalau melihat kamu marah, tapi tadi aku malah ga sengaja ndorong kamu. Aku cuma mau buat kamu marah bukan membenciku.Sastra yang juga mendengarkan lagu itu memiliki perasaan yang sebaliknya. Dia tidak merasakan apapun dan hanya menulis apa yang diperintahkan. Dia tidak sadar kalau perempuan yang diam-diam menyukainya sedang memandangnya.Suasana kelas semakin damai selama dinyanyikannya lagu itu. Seisi kelas itu tetap diam kecuali salah satu perempuan yang duduk di bangku depan tepuk tangan sendiri. Dia berkata, "Bagus pak, cocok jadi musisi." Kemudian guru itu menjawab, "Makasih, yaudah kalian sambil ngerjakan nanti saya paraf." Guru itu lanjut bermain gitarnya sambil berkeliling. Dia tidak bernyanyi lagi, melainkan hanya bersenandung sesuai dengan nada gitarnya.Setelah selesai menulis materi ekonomi yang diperintahkan Sastra maju ke depan dan menunjukkan bukunya untuk diparaf. Anak yang lain juga melakukan hal yang sama, setelah itu mereka dapat bersantai sambil menunggu waktu pulang. Suasana kelas tetap dalam keadaan hening, meski guru pengajarnya sangat santai, tetapi tidak ada yang ramai sendiri. Semua anak tampak menghormati guru itu.Pada pukul 15:00 sore adalah waktu pulang untuk semua anak yang ada di SMA 13. Karena Sastra belum mau pulang ia berkeliling sekolah tanpa tujuan. Dia keluar saat masih banyak anak yang pulang. Koridor di depan kelas X.C dan X.D semuanya penuh sehingga harus mengantri untuk turun. Sastra memilih untuk tidak langsung turun ke lantai 1. Dia berjalan melewati koridor di dekat perpustakaan lalu terus berjalan sampai di depan X.G, X.H dst. Kemudian sampailah dia di ujung koridor yang memiliki tangga turun. Di bawah koridor itu adalah area kelas XII dan taman kecil dengan tower di tengahnya. Di sekeliling taman itu adalah jajaran kamar mandi untuk perempuan. Sedangkan kamar mandi untuk laki-laki berada agak jauh tepatnya di dekat ruang OSIS. Sastra berjalan menuruni tangga itu sampai ke lantai 1.Di depan kelas XII sudah lumayan sepi. Hanya tersisa kursi dan meja yang tidak tertata. Sastra berjalan lurus ke depan dari tangga tidak melewati depan kelas XII karena jika belok ke kanan akan membawanya ke depan kelas XII dan ke koperasi. Dia naik tangga lagi, tapi kali ini tangganya pendek bukan tangga yang membawanya ke lantai atas. Setelah beberapa langkah dia sampai di depan ruang OSIS.Ia tidak menyangka akan menemukan Levin di depan ruang OSIS yang sedang mengobrol dengan perempuan. Sastra berhenti untuk melihat dan menguping pembicaraan mereka.Bukannya itu Levin dan perempuan itu... Ah dia pasti anggota OSIS. Tapi kenapa dia bicara sama anak OSIS kelas atas. Dia juga kelihatannya dekat satu sama lain dan menggunakan sapaan lo dan gue, mereka orang Jakarta? Ah, aku paham mereka itu bersaudara, berasal dari jakarta dan tampaknya sedang membutuhkan uang, heheheh.Sastra berjalan menghampiri mereka sambil berkata, "Levin, kamu kok belum pulang?" Keduanya pun berhenti berbicara lalu menoleh ke arah figur yang sedang menghampiri mereka. Sastra menatap pada perempuan yang berdiri di depan pintu OSIS sambil berkata, "Selamat sore kak, saya Sastra temannya Levin." Mendengar orang asing di depannya mengaku sebagai temannya Levin perempuan itu menoleh ke pada Levin untuk mendapatkan konfirmasi. "Oh ya Eliz, ini temen yang dulu gue ceritain ke lo. Yang bisa summon burung merpati dari bulunya aja terus digenggam ilang. Namanya Sastra, oh lo udah bilang ya tadi," ucap Levin pada kakaknya.Percaya dengan ucapan adiknya Eliz memperkenalkan dirinya pada Sastra, "Halo Sastra, panggil aja Eliz, gue denger banyak tentang lo dari Levin jadi tau sedikitlah. Tapi belah gak liat salah satu trik sulap lo?" Meskipun Eliz percaya dengan cerita Levin, dia tetap ingin melihatnya dengan matanya sendiri apakah orang di depannya ini benar-benar seperti yang diceritakan. Sastra tidak keberatan dengan permintaan Eliz malah dia merasa tertantang untuk menunjukkan salah satu trik sulapnya. "Boleh," jawabnya sambil mengeluarkan satu koin 500 dari sakunya. Dia mundur dua langkah memastikan Eliz dan Levin berada di depannya dan tidak ada orang di belakangnya."Jadi aku akan melakukan trik yang simpel aja dengan koin ini, perhatikan ya." Ketika dia mengatakan itu Sastra menunjukkan koin 500 pada penontonnya. Sastra memulai triknya dengan memegang koin dengan jari telunjuk dan jempol tangan kanannya. Gerakan itu dilakukan di atas telapak tangan kirinya. Kemudian dia meletakkan koin itu di atas jari tengahnya. Jari tengahnya berperan utama dalam menarik koinnya ke telapak tangan kanan sambil ia menutup tangan kirinya. Dari sisi penonton Levin dan Eliz melihat bahwa Sastra meletakkan tangan kanannya yang memegang koin, di atas telapak tangan kirinya yang terbuka kemudian ia tutup telapak tangan kirinya dan menarik tangan kanannya dengan keadaan jempol dan telunjuk menempel. Otomatis mereka akan menganggap bahwa koin itu masih berada di tangan kirinya yang tertutup. Yang sebenarnya terjadi adalah koin itu berada di telapak tangan kanannya.Setelah itu Sastra membuka tangan kirinya dan menunjukkan bahwa tidak ada apa apa di sana. Ketika tangan kanannya yang memegang koin turun ke samping kaki Sastra dia diam-diam mengubah posisi koin itu ke punggung tangannya. Dia tunjukkan kepada penontonnya bahwa kedua tangannya kosong dengan membukanya lebar-lebar. Dalam momen itu Sastra dengan anggun menyatukan kedua tangannya lalu memunculkan koin 500 itu lagi di tangan kiri. Dia pegang koin itu dengan telunjuk dan jempolnya sebelum membuat gestur melemparkan koin itu ke atas.Sastra juga menambah ilusinya dengan melihat ke atas seperti benar benar melemparkan koin, tetapi sebenarnya dia menjatuhkan koin itu melalui bagian belakang lengannya yang untungnya masuk ke dalam lubang sepatu kirinya. Levin dan Eliz secara tidak sadar juga melihat ke atas sehingga mereka berdua tertipu. Tidak ada suara koin jatuh dan koinnya benar-benar menghilang, trik itu pun berhasil.Trik melemparkan koin yang kulakukan terakhir ini terlalu beresiko. Untung koinnya masuk ke dalam sepatuku dan mereka berdua melihat ke atas bersamaan denganku. Kalau ada satu aja yang tetap melihat ke depan dan gak ikut lihat ke atas trikku pasti gagal. Lain kali tidak akan kuulangi setidaknya ini sudah memberikan kesan pertama yang bagus."Voila, koinnya hilang!" ucap Sastra sambil menyembunyikan rasa takut jika saja triknya gagal. Kedua penonton di depannya tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat. Eliz yang masih merasa ragu maju ke depan meraih kedua tangan Sastra. Dengan nada terkejut Eliz bertanya, "Kok bisa ilang? lo taruh mana koinnya gak mungkin ke dalam lengan baju kan soalnya baju batik itu lengan pendek. Trus dimana?" Rasa tidak percayanya sangat kuat hingga Eliz perlu membalik-balikkan kedua tangan Sastra, mengecek lantai di sekitar mereka sampai mengecek pakaiannya sendiri. Selama Eliz meragukannya Sastra tetap memasang senyumannya yang terukir seperti patung. Merasa kasihan pada Eliz, Sastra berkata, "Sudahlah kak, kan sudah kubilang koinnya hilang. Poof, sudah tidak ada lagi di dunia ini menghilang terurai menjadi partikel atom.""Sudah kubilang Eliz, lo tetep gak percaya sih dia ini anak ajaib. Sudah dari awal dia bisa ngelakuin hal kayak gini," kata Levin. Tampak sudah menyerah mencari tau tentang rahasia trik yang dilakukan Sastra Eliz menegakkan punggungnya sambil berkata, "Okelah kalau gitu, gue akui kalau lo emang punya skill sulap. Trikmu tadi juga lumayan, tapi bukan berarti gue gak akan tau rahasia dibalik trik tadi. Yaudah kalian kalau mau pulang silakan gue masih ada urusan." Levin menyambung perkataan kakaknya, "Ok gue duluan Liz, nanti hati-hati di jalan." Dengan begitu, Levin dan Sastra meninggalkan halaman depan ruang OSIS dan berjalan kembali ke kelas. Karena Levin sendiri juga meninggalkan tasnya di kelas."Kamu langsung pulang, Vin?" tanya Sastra. "Enggak, mending lo ikut gue aja, sore ini masih lama." Tidak tau kemana Levin akan membawanya Sastra tidak menolak dan menerima ajakannya. Mereka berdua berjalan melewati koperasi, kantin, parkiran belakang sampai ke pinggir lapangan. Lapangan dan pinggir lapangan di depan kelas XII terpisahkan oleh pagar tinggi sampai ke dasar lantai dua menutupi kelas XII.Mereka akhirnya sampai di depan tangga menuju lantai dua, tetapi mereka belok ke kiri kemudian masuk ke dalam aula. Aula itu sangatlah luas sebagai perbandingan kira-kira separuh luasnya lapangan di luar. Di bagian paling depan aula ada panggung yang di atasnya terdapat gamelan. Mereka pergi ke dalam aula itu bukan untuk memainkan gamelan, melainkan untuk bermain badminton.Whoosh... WhooshSuara raket yang dipukulkan menggema di dalam aula itu. Dua gadis pendek sedang bertanding badminton berusaha mengalahkan lawannya. Jika orang lewat dan melihat mereka bermain mereka akan mengira bahwa kedua gadis itu hanya melawan refleksinya."Iyahh, aku dapet poin lagi, Tiana berapa poinku sekarang?" tanya Lulu pada Tiana yang sedang duduk bersantai di pinggir aula. "Kamu masih 8, Lily poinnya 6 lanjutkan sampai 21 baru salah satu dari kalian menang." Kemudian 2 figur datang bergabung dengan mereka. "Halo Tiana, sudah sampai mana mereka mainnya ini?" tanya Levin. Menyadari kehadiran tamu barunya Tiana menanggapi pertanyaan Levin, "Masih awal-awal, mereka juga baru main duduk o dulu wes. Kita tonton permainan mereka, kamu mau main a?" Levin menunjuk pada Sastra yang berada di belakangnya lalu berkata, "Ya dong gue udah bawa Sastra buat seimbang kalau lawan anak kembar itu. Gak mungkin kalah lagi gue, kan udah 2 orang plus kita juga laki-laki lebih banyak powernya."Tiana mendengar penjelasan Levin jadi menggelengkan kepalanya. Dia berkata dengan mencemooh, "Jadi kamu lawan cewek kembar berdua bawa-bawa Sastra juga dan gak berani lawan sendiri?" Levin merasa dihina lalu menyela, "Eh mana ada, gue bawa Sastra biar ada temennya. Maksudku itu 2 vs 2 lo paham ga sih?" "Iya iya, si paling paham," lalu Tiana berteriak, "Lily, Lulu Levin sama Sastra mau lawan kalian habis kalian selesai tanding." Mendengar teriakan Tiana Lulu otomatis menoleh lalu kok yang datang ke arahnya jatuh dan dia kehilangan poin. "Aahh, Tiana kenapa kamu harus bilangnya sekarang? Aku jadi kalah 1 poin," kata Lulu. Dengan marah Lulu berkata, "Mending kalian berdua tanding lawan kita sekarang aja. Tapi kita berpasangan laki-cewe biar adil, masa kalian laki-laki mau lawan cewe berdua minimal malu dikit lah, gimana Lily?" Lily mengangguk dan menjawab dengan lembut, "Iya betul." Kedua laki-laki yang berdiri berdampingan itu tampak saling setuju juga. Lalu Levin menjawab, "Ayo aja mah gue, Sastra juga udah siap."Dengan begitu keduanya mengambil raket yang tergeletak di lantai samping Tiana. Raket yang mereka ambil tidak sepenuhnya bagus malah raket yang Sastra ambil lebih kendor. Sedangkan raket yang Levin ambil memiliki lubang di tengahnya. Raket yang digunakan Lily dan Lulu jauh lebih baik dari karena mereka bawa sendiri dari rumah. Tidak apa-apa meski begitu mereka tetap memiliki tekad untuk bertanding.Sastra berpasangan dengan Lily dan Levin berpasangan dengan Lulu. "Halo Lily ayo kita menangkan ini," kata Sastra. Dia menatap pada Lily yang diam saja dengan canggung. Dia mengingatkannya pada kakaknya yang juga sama. Dia berpikir, Ini hanya aku saja atau memang banyak cewek yang ngasih aku silent treatment. Setelah itu mereka mulai bermain lalu kedua kelompok saling bertanding dengan sengit."Yeahh, aku menang lagi!" teriak Lulu. Akhirnya pertandingan itu dimenangkan oleh tim Lulu. Lulu dan Levin kemudian tos, sedangkan Sastra hanya tersenyum menerima kekalahannya. "Yah, sayang sekali kita kalah," katanya. Kemudian Lily menatap mata Sastra sambil berkata, "Lily minta maaf... Kita kalah." Mendengar itu Sastra berusaha menenangkannya mengatakan kalau ini semua hanya permainan saja bukan kompetisi. "Gak papa, lain kali kita bisa menang, lagipula aku yang noob," kata Sastra. Akhirnya setelah pertandingan itu Sastra pulang kembali ke rumahnya.Lanjut lagi besok, sampai saat ini bagaimana menurut kalian ceritanya? Oh ya, aku akan upload setiap hari 2 chapter. Masih ada 56 chapter yang sudah selesai ditulis, jadi tunggu aja dan tinggal upload. Ini juga novel pertamaku, guys maaf kalau jelek.