Chereads / Chronophobia (Indonesia) / Chapter 2 - Home Sweet Home

Chapter 2 - Home Sweet Home

Di jam 3 sore sekolah akhirnya selesai dan semua anak berbondong-bondong pulang. Sastra bangkit dari bangkunya sambil mengalungkan tali tas selempangnya yang tidak begitu berat. Itu bukanlah hari pertama bagi Sastra berada di sekolah barunya karena dia pernah datang ke sekolah ini saat awal pendaftaran. Dia berjalan ke sudut kiri dari kelas itu lalu berhenti tepat di jendela. Jendela itu lebih tinggi dari Sastra, tapi jika dia menempelkan badannya tanpa berjinjit dia bisa meletakkan dagunya di dasar frame dari jendela itu. Sejak pagi jendela itu terbuka meniupkan angin ke dalam kelas.Dia melihat keluar dari jendela itu pemandangannya pun terlihat sangat indah. Meskipun hanya terlihat aliran sungai kecil, jalan ke perkampungan dan properti orang yang masih dibiarkan menjadi tanah kosong. Suara aliran air sungai itu bisa menenangkan hati siapapun yang mendengarkannya. Batu dan kerikil terlihat jelas karena kejernihan air sungai yang tertutupi oleh bayangan dari pepohonan yang tumbuh di tepi sungai. Samping kanan kiri sungai itu dibangun tembok yang sudah ditumbuhi oleh lumut serta ada gubuk kecil di tepi sungai yang terhubung dengan jalan menuju perkampungan.Setelah selesai mengagumi keindahan dari pemandangan jendela itu, Sastra beranjak pergi keluar kelas. Dia merasa muak dengan warna tembok kelas yang berwarna hijau, padahal masih banyak warna lain yang lebih bagus. Kelas itu cukup simpel hanya terdapat meja kayu, kursi kayu, meja guru di depan beserta komputer dan keyboardnya serta papan tulis. Jangan salahkan muridnya jika tidak ada yang piket karena memang tidak ada sapu dan cikrak yang bisa dipakai. Sastra tidak menutup pintu kelasnya karena OB atau petugas kebersihan akan segera datang. Pekerjaan mereka patut diacungi jempol karena tidak ada barang yang rusak atau hilang dalam proses pembersihan, selalu rapi dan mereka bekerja dengan sangat lembut memperhatikan setiap detail dari kelas.Dia berjalan melalui koridor pendek karena kelas X.B berada di ujung. Jika belok ke kiri itu adalah kamar mandi ke kanan adalah lorong terbuka ke kelas sepuluh yang lain. Lalu jika belok ke kanan dan menuruni tangga akan menuju kelas 12. Sastra memilih belok kanan dan tetap di lantai dua. Dia berjalan melewati kelas kelas yang beberapa masih ada anak di dalamnya. Dia memalingkan pandangannya ke kanan yang langsung tertuju pada lapangan yang luas.Lalu dia turun menggunakan tangga yang berada dekat dengan ruang guru di lantai 1. Tibalah dia di lobby sekolah yang dipenuhi anak-anak SMA lainnya. Mereka ada yang menunggu jemputan, mengerjakan tugas, berdiskusi, konsultasi dengan guru atau sekedar mengobrol dengan teman. Namun, lobby yang dilaluinya terlihat lebih sepi karena sudah 30 menit lebih setelah bel berbunyi.Di tempat parkir guru dekat masjid Sastra mengeluarkan kunci sepeda listriknya. Sepeda listriknya itu berwarna biru lumayan besar dan memiliki keranjang di depannya. Dia masukkan kuncinya lalu diputar sampai menyala baru dipindahkan keluar. Karena jika langsung dikeluarkan tanpa dinyalakan alarmnya akan bunyi dan itu sangat nyaring sekali. Sastra naik ke atas sepedanya mengangkat jagraknya lalu beranjak pulang. Dia belok kiri lalu putar balik sebelum patung pesawat ke arah Permata Jingga.Kecepatan maksimal sepeda listrik itu 40 km/jam dan kecepatannya itu kurang akurat dengan kecepatan aslinya. Ada tombol untuk mengatur batas kecepatan di dekat gagang sebelah kanan. Sebelum masuk ke Permata Jingga, terdapat pos satpam yang mengharuskan kendaraan bermotor yang bukan warga di dalam untuk mengambil kartu. Namun, Sastra tidak perlu mengambil kartu ia hanya menyapa satpamnya dan masuk.Setelah melewati taman depan lapangan tenis Sastra akhirnya sampai di rumahnya. Bisa dibilang rumah Sastra itu besar, tetapi jelas lebih kecil dibandingkan dengan rumah yang berada di dekatnya taman dan di dekatnya perempatan yang di tengahnya ada air mancur. Dia menghentikan sepeda listriknya lalu membuka pagarnya yang tidak terkunci dan masuk. Sepedanya diparkir di dalam garasi di samping mobilnya. Sebelum masuk rumah dia melepas sepatunya sekalian juga kaus kakinya. Setelah itu ia meletakkan sepatunya di rak dekat pintu masuk.Langkahnya terhenti ketika mendengar suara piano yang sedang memainkan Chopin - Nocturne op 9 No 2. Sastra melanjutkan langkahnya sebelum berhenti lagi dan berkata pada figur yang sedang menekan not-not piano, "Kakak sudah pulang dari kuliah tumben banget." Kakaknya itu bernama Ayu Prayata biasa dipanggil Ayu. Ayu tetap memainkan pianonya dengan menghayati tanpa menghiraukan Sastra.Sialan kenapa dia selalu dingin ke aku dan tidak pada orang lain. Menunggu jawabannya hanya akan membuat semakin canggung.Sastra berjalan meninggalkan kakaknya menuju ke lantai atas melalui tangga spiral. Di bawah tangga dia berpapasan dengan pelayan perempuannya bernama Bella. Bella berjalan turun membawa keranjang berisikan baju ketika ia melihat Sastra dia tersenyum lalu menundukkan kepalanya. Setelah beberapa saat Bella berhenti lalu bertanya, "Ah iya, kak Sastra saya mau mengingatkan kalau kamar kakak baru saja dibersihkan kalau ada sesuatu yang dipindahkan dan tidak tau bisa tanyakan ke saya dan hmmm, apa ada yang kakak butuhkan saat ini?""Enggak, sekarang lagi gak butuh apa apa, kamu bisa lanjutkan pekerjaanmu. Hanya tolong jangan ganggu aku sebelum makan malam tiba.""Baik kak, kalau begitu saya turun dulu." Dengan begitu, mereka pergi ke destinasi mereka masing-masing.Sesampainya di kamar Sastra menarik dasi abu-abunya yang membentuk segitiga dengan sempurna membuat simpul dasinya terbongkar. Lalu ia lemparkan dasinya ke sofa setelah itu melepas kemeja dan celananya lalu menggantungnya di hanger depan lemari. Setelah memakai baju rumahnya dia merebahkan badannya ke kasur yang empuk. Sastra mengambil HP dari sakunya lalu menyalakannya. Jam di HPnya menunjukkan pukul 16.12 sore. Dia mendapatkan beberapa notifikasi di HPnya. Selain pesan di grup kelas yang membahas tugas dan hal tidak penting ia mendapatkan notifikasi bahwa ignya di follow oleh seseorang. Saat ia lihat profilnya ternyata itu adalah Isabel yang baru saja ia temui hari ini. Tanpa pikir panjang Sastra langsung membalas follow akun ignya Isabel. Sekarang Sastra bisa melihat apa yang diunggah oleh Isabel. Ternyata kebanyakan dia mengunggah sketsa, hasil lukisan dari sketsa yang ia buat dan beberapa kerajinan tangan.Ah cewek ini ternyata pinter seni toh, pantesan tadi aku lihat dia membawa buku gambar yang isinya sketsa. Kalau ga salah itu gambaran sebuah pulau, kalau dipikir-pikir aku jadi kepikiran. Isabel itu lumayan cantik juga, tapi sayangnya aku tidak punya perasaan padanya. Tunggu suara apa itu?"Kurr kurr..." Sastra langsung kaget mendengar suara itu, spontan ia memalingkan pandangannya ke jendela yang terdapat sangkar burung kosong.Itu kan suara burung merpatiku, ah aku lupa burungnya masih ada di dalam tasku... Dia berdiri dengan tergesa-gesa membuka tasnya yang ternyata ia lupa belum mengeluarkan merpatinya. Hatinya menjadi lega saat melihat merpatinya itu masih hidup. Jika ia meninggalkannya lebih lama lagi mungkin burungnya sudah mati. Setelah itu Sastra memasukkan burung merpati itu ke dalam sangkarnya. Dia mengambil kain yang ada di sofa lalu menutup sangkarnya dengan kerodong hitam. Setelah sangkarnya kembali pada posisi semula baru Sastra bisa tidur lagi di kasurnya.Pelajaran hari ini kebanyakan perkenalan saja ditambah juga dengan pengenalan materi. Berarti jika minggu ini pelajarannya masih baru hanya ada perkenalan saja kecuali jika pelajarannya ada lebih dari 1 hari. Ah mungkin aku harus merayakan berhasilnya trik sulapku hari ini, aku mulai panik tadi pas burungnya mulai terbang tak terkontrol tadi. Untungnya dia penurut dan terlatih. Baiklah akan kurayakan dengan tidur aku merasa sangat malas.Sastra berguling ke ujung atas dari tempat tidurnya meletakkan kepalanya di atas bantal sambil melipat kedua tangannya di belakang kepala. Dari kamarnya Sastra bisa mendengarkan suara piano dimainkan dengan nada yang semakin intense. Dengan pengetahuannya tentang musik klasik Sastra mengenali nada piano itu, yang sedang dimainkan adalah Moonlight Sonata-III: Presto Agitato.Alunan musik itu memang sangat indah, tapi ini bukanlah waktu yang tepat. Biarkan aku istirahat dasar Ayu kalau aku tidak sedang berada di kasur dan mager pasti ku banting keylid piano dan mematahkan jari-jarimu sampai ga bisa digerakkan untuk main piano lagi.Setelah beberapa lama menahan amarahnya akhirnya piano itu berhenti dimainkan. Dunia seakan mendapatkan ketenangannya lagi. Sebelum Sastra bisa memejamkan matanya terdengar ketukan di pintu kamarnya. Dengan nada yang kesal Sastra bertanya, "Ada apa?" Orang di balik pintu itu lalu menjawab, "Makan malam sudah siap, kak." "Ok, kalau gitu aku segera turun." Sastra bangkit lalu duduk di pinggir kasurnya melihat ke arah jam dinding di kamarnya. Jarum jam pendeknya mengarah ke angka lima dan jarum panjangnya mengarah ke angka satu.Sastra bejalan ke arah ruang makan yang dekat dengan dapur dengan hanya terpisahkan 5 langkah kaki. Tidak ada hal yang mewah dari hidangan itu hanya ada sup, ayam goreng, nasi dan teh jika dibutuhkan. Ayu baru duduk setelah Sastra sudah menyendok potongan wortel dengan kuah sup ke dalam mulutnya. Ayu hanya memakai kemeja putih dan celana pendek, dia segera mengikat rambutnya agar tidak mengganggu saat makan. Makanan yang tersedia sudah disiapkan setiap porsi secara tepat, namun masih tersisa satu potongan ayam di atas meja. Tiba-tiba Sastra mengingat ayahnya lalu bertanya, "Kak, kemana papa kok belum pulang, biasanya dia pulang lebih awal dan dia kan orangnya tepat waktu.""Kalau aku tau di mana dia sekarang aku pasti akan memberitahumu, sayangnya aku gak tau. Tunggu saja sebentar lagi pasti datang." Ayu menjawab adiknya sambil memungut sendok dan garpu di masing masing tangan.Lalu terdengar mobil berhenti di depan rumah diikuti oleh suara pagar yang digeser membuka jalan untuk mobil itu masuk. Pintu depan rumah pun dibuka dan terdengar suara, "Assalamualaikum." Ayu dan Sastra menjawab bersamaan, "Waalaikumsalam." Setelah melepas jas dan sepatu ayahnya bergegas ke meja makan. Ayahnya ini bernama Novel Prayata, entah kenapa keluarga mereka banyak yang menggunakan nama literatur. Novel Duduk di kursi di ujung meja menghadap Sastra dan Ayu yang berada di sisi kanan dan kirinya."Jadi Sastra, bagaimana dengan pertunjukan sulapmu tadi di sekolah, apakah berhasil atau malah burungnya gak mau keluar?" Sambil menunggu jawaban Sastra dia menggigit potongan ayam lalu mengunyahnya."Bisa dibilang trik sulapnya sukses, merpatinya sempat lepas dan terbang, tapi untungnya dia terlatih dan mengerti jika dipanggil.""Ahahah, terus gimana reaksi mereka, teman teman sekelasmu?""Bagus, menurutku mereka menyukai trik sulapnya. Tapi setidaknya ini bisa mengalihkan pikiranku untuk saat ini. Supaya tidak terlalu khawatir dengan waktu."Novel menelan makanannya lalu tersenyum dan bertanya lagi, "Oh ya, Sastra apa kamu sudah memutuskan jurusan kuliah atau universitas mana yang mau kamu tuju?" Sastra berhenti menyendok nasinya lalu dahinya tampak mengerut dan berpikir.Pertanyaan ini lagi, kenapa tidak ada yang membiarkanku bersantai dan menikmati makananku sekali ini saja. Terakhir kali aku menjawab tidak tau dia memarahiku apalagi kalau ada ibu tiriku juga di sini pasti aku gak akan selamat. Kenapa aku harus menentukannya sekarang yang ingin kulakukan saat ini hanya menikmati masa SMA ku dan mungkin bermain game, aku ingin terus seperti ini. Kalau begitu akan kujawab jurusan teknik sipil meski aku belum benar-benar yakin."Mungkin jurusan teknik sipil, aku masih belum yakin.""Tidak apa-apa, setidaknya kamu sudah memikirkan jurusan yang mau kamu ambil nanti saat kuliah. Semuanya harus dilakukan langkah demi langkah papa juga paham dengan yang kamu rasakan karena tidak mudah untuk memilih hal seperti ini. Kakakmu Ayu juga sama dia juga bingung, tapi lama kelamaan dia memutuskan jurusan kedokteran. Yang terpenting kamu terus bekerja keras nanti kamu bisa kayak Aksara yang sekarang kerja di jakarta ngurusi perusahaan papamu ini. Oh ya Ayu tumben sekali kamu sudah pulang?"Sambil mengunyah makanannya Ayu menjawab, "Tugasku sudah selesai di kampus, pa. Sekarang tinggal menghafalkan buku-buku kedokteran di kamarku."Novel mengangguk mendengarkan penjelasan Ayu, tapi dia tampaknya kurang tenang. Makanan di piringnya masih tersisa separuh sedangkan dia terdiam melamun. lututnya tidak bisa berhenti bergerak, jarinya mengetuk-ngetuk meja dan terlihat tetesan keringat muncul di keningnya. Segera dia melihat ke arah jam di dinding lalu membaca waktu saat itu. Dengan suara yang ditahan Novel berkata, "Ibu kalian rasanya sudah lama belum pulang, ini membuatku kurang tenang. Kapan dia pulang?" Mendengar gumaman ayahnya Ayu menjawab, "Papa, Mama lagi pulang kampung sendiri menjenguk saudarinya yang sakit. Mama baru pergi kemarin mungkin akan pulang rabu ini atau Sabtu yang pasti minggu ini. Mama juga berencana membawa saudarinya ke rumah sakit, jadi jika urusannya sudah selesai pasti Mama akan segera pulang Papa gak perlu khawatir.""Ah iya, aku tau itu cuma rasanya ini sangat lama." Novel tersenyum pada anak-anaknya lalu mengalihkan pandangannya lagi ke arah jam dinding.Setelah makan selesai mereka sholat berjamaah magrib lalu isya dan setelah itu mereka kembali ke kamar mereka masing-masing. Di dalam kamar Sastra duduk di kursi lalu membuka buku di atas meja kerjanya. Kamarnya gelap dengan hanya ada cahaya dari lampu belajarnya di sebelah meja. Dia mengambil pulpen dan mulai menuliskan kejadian hari ini di buku diary. Dia menuliskan 3 sampai 5 paragraf sebelum akhirnya mengakhiri tulisannya. Sastra mengecek jadwal pelajaran besok lalu mengemas buku pelajaran sesuai jadwalnya. Setelah itu ia mematikan lampu belajarnya, menyalakan lampu tidur dan tidur.