Kebangkitan Sang Iblis
Kota itu tak pernah tidur, sebuah metropolis futuristik di mana jalanan dipenuhi dengan kendaraan terbang dan layar holografik yang memancarkan iklan-iklan canggih di setiap sudut. Di balik kegelapan malam, gedung-gedung tinggi menjulang seperti tiang-tiang besi raksasa, sementara teknologi dan sihir berbaur dalam kehidupan sehari-hari, menciptakan dunia yang serba cepat dan penuh teka-teki.
Namun, di balik gemerlapnya, ada bayangan yang mulai menggerakkan kekuatan dari balik layar, seseorang yang bukan manusia biasa. Dia, Lucifer, baru saja bangkit dari tidur panjangnya yang tak terhitung lamanya, terbangun di dunia yang sudah jauh berbeda dari apa yang ia ingat.
Lucifer merasakan perubahan besar dalam dirinya—bukan hanya tubuhnya yang lebih kuat, tetapi juga kekuatan yang telah lama hilang. Namun, ada sesuatu yang mengganggunya. Sebuah kekosongan yang ia rasakan, sebuah kelemahan yang tidak dapat ia pungkiri. Sesuatu yang berasal dari dalam dirinya. Manusia. Meskipun tubuhnya sekarang adalah tubuh iblis, ingatan masa lalunya sebagai manusia tetap ada, seperti bayangan yang tak bisa ia hilangkan begitu saja.
Tepat di saat dia mencoba memahami kekuatannya yang terbangun kembali, sebuah suara terdengar di benaknya, jelas, namun tidak berasal dari dirinya sendiri.
"Selamat datang kembali, Lucifer. Misi pertama Anda sudah menanti."
Lucifer terdiam sejenak, menanggapi suara itu tanpa terkejut. Sistem yang memberikan instruksi itu sudah lama ia kenal, meskipun entitas ini sendiri adalah misteri baginya. Ia tak tahu siapa atau apa yang mengendalikan sistem tersebut, namun satu hal yang pasti, tanpa sistem ini, ia tak akan pernah bisa kembali ke dunia ini dengan kekuatan yang cukup untuk mengendalikan segalanya.
"Misi pertama," suara itu kembali bergema di benaknya, "Anda harus mengendalikan negara ini dari balik layar. Gunakan kekuatan Anda untuk memanipulasi dan mengatur para pemimpin yang ada. Temukan cara untuk memanfaatkan emosi mereka. Tanpa emosi, kekuatan Anda tidak akan berkembang."
Lucifer mengerutkan kening, rasa familiar dengan misi ini membawa kembali kenangan-kenangan lama. Manipulasi, kebencian, ketakutan—semua itu adalah alat yang telah lama ia kuasai. Tapi kini, ada satu hal yang berbeda. Dia harus melakukannya dari balik layar. Sebagai manusia.
"Kekuatanku akan kembali," gumamnya, lebih pada dirinya sendiri. "Aku hanya perlu sedikit waktu."
Dengan langkah yang penuh wibawa, Lucifer meninggalkan ruang gelap tempatnya terbangun. Di luar, kota tampak seperti labirin yang tak berujung. Penuh dengan orang-orang yang tidak tahu apa-apa, dan itu adalah kesempatan baginya.
Pernah menjadi penguasa dunia bawah, sekarang Lucifer harus bersembunyi di balik lapisan manusia, menutupi identitas iblisnya. Meskipun ia masih memancarkan aura kekuatan yang luar biasa, ia tahu bahwa akan ada banyak yang menghalanginya. Tidak semua orang di dunia ini bisa ditaklukkan dengan emosi saja. Beberapa akan melawan, beberapa mungkin akan mengenali kegelapan yang ada di dalam dirinya. Namun, itu bukan masalah besar baginya.
Dalam kesunyian malam yang diselimuti oleh cahaya neon, Lucifer berjalan menuju pusat kota. Di sana, ia tahu, para pemimpin yang lemah sedang mengatur kehidupan orang-orang. Dan itu adalah peluang emas.
"Aku harus mengambil alih mereka satu per satu," pikirnya. "Namun, aku tidak bisa hanya menggunakan kekuatan langsung. Manipulasi adalah seni yang lebih halus. Mereka harus merasa seperti mereka yang mengendalikan dunia ini, bukan aku."
Pernah menjadi iblis yang menguasai dunia, Lucifer tahu bagaimana cara memainkan permainan kekuasaan. Tetapi di dunia yang penuh dengan teknologi dan sihir ini, ia harus berhati-hati. Tidak ada ruang untuk kesalahan. Tidak ada waktu untuk keraguan.
Ia pun tiba di gedung tinggi yang menghadap langsung ke pusat kota, tempat para pemimpin berkumpul. Wajahnya yang tampan, dengan rambut putih panjang yang terurai di bahunya, tampak tak tersentuh oleh waktu. Kulitnya putih pucat, matanya merah menyala, memberi kesan bahwa ia adalah makhluk yang bukan berasal dari dunia ini.
Namun, tubuhnya yang langsing dan berotot serta aura penuh kuasa yang dipancarkan, memberi isyarat bahwa ia adalah seseorang yang sangat berbahaya. Dengan satu gerakan tangan, pintu besar gedung terbuka, seolah dunia memberi jalan bagi Lucifer.
Di dalam, para pemimpin negara tampak sibuk dengan rapat penting mereka. Mereka tidak sadar bahwa mereka baru saja menjadi bidak pertama dalam permainan besar yang akan dimainkan Lucifer.
Dengan senyum licik yang tak terlihat oleh siapapun selain dirinya, Lucifer melangkah lebih jauh ke dalam ruangan, siap untuk memulai manipulasi pertama dari banyak langkah yang akan membawa dunia ini ke tangannya.
"Emosi," bisiknya dengan penuh perhitungan. "Aku hanya perlu menggali lebih dalam."