Kekuatan dari Bayangan
Keesokan harinya, Lucifer berada di dalam ruang gelap di balik gedung besar itu. Di luar sana, dunia tampak tenang, tapi di dalam dirinya, kekuatan yang lama terkubur mulai meronta untuk dibangkitkan kembali. Meskipun tubuhnya masih manusia, ada sesuatu yang jauh lebih dalam—sesuatu yang sangat kuno dan penuh kekuatan. Iblis yang tersembunyi di balik kedok manusia.
Lucifer memandang bayangan di dinding, tubuhnya yang ramping dan berotot tampak lebih kuat daripada yang terlihat oleh mata orang biasa. Rambut putih panjangnya yang terurai hingga bahu, serta mata merahnya yang menyala, memberinya aura yang sulit dijelaskan. Meskipun tubuhnya tampak seperti manusia biasa, setiap gerakan, setiap napasnya menunjukkan bahwa dia bukanlah makhluk yang harus dianggap enteng.
"Sistem," bisiknya dalam kegelapan, suaranya nyaris tak terdengar, namun sangat jelas baginya, "Tunjukkan misi selanjutnya."
"Misi selanjutnya: Temukan titik lemah para pemimpin. Gunakan emosi mereka untuk mempermainkan keputusan mereka." Suara sistem terdengar lagi, monoton namun penuh perintah.
Lucifer mengangguk perlahan, memikirkan apa yang akan dia lakukan. Semua ini terasa seperti permainan yang sudah terlalu sering dia mainkan. Menipu, memanipulasi, menciptakan ilusi bahwa orang-orang yang berkuasa itu benar-benar mengendalikan takdir mereka.
Namun, ada sesuatu yang menarik perhatian Lucifer. Di dunia ini, teknologi dan sihir berjalan seiring, dan para pemimpin negara yang menjadi sasarannya memiliki cara-cara baru untuk melawan. Ini bukan dunia yang mudah untuk ditaklukkan, bahkan bagi iblis sepertinya.
"Aku harus lebih cerdik," gumamnya. "Mereka tidak akan terpengaruh hanya dengan kekuatan fisik. Aku harus menemukan cara untuk mengatur permainan mereka tanpa mereka sadar."
Lucifer berdiri dari tempatnya, mengarah ke pintu besar di ujung ruangannya. Saat membuka pintu itu, cahaya matahari pagi menyusup masuk, memantulkan bayangan tubuhnya yang nyaris sempurna di lantai yang mengkilap. Sekali lagi, dia keluar ke dunia luar—dunia yang sudah berubah begitu jauh sejak terakhir kali ia ada di sini.
Di luar gedung, sebuah kerumunan orang bergerak dengan cepat, terhubung oleh teknologi yang memungkinkan mereka berkomunikasi dengan cara yang jauh lebih efisien daripada yang dapat dibayangkan Lucifer di masa lalu. Jalan-jalan dipenuhi kendaraan terbang yang melayang tinggi, dengan layar holografik besar yang menampilkan berbagai informasi penting. Dunia ini maju, penuh dengan kenyamanan, tapi juga dipenuhi dengan kekosongan yang menanti untuk dieksploitasi.
Lucifer mengaktifkan kemampuan khusus yang diberikan oleh sistem—kemampuan untuk merasakan emosi dari setiap individu di sekitarnya. Ia mulai berjalan melewati kerumunan, matanya menyapu mereka satu per satu. Sebuah kekuatan halus mengalir ke dalam dirinya saat ia merasakan perasaan manusia: ketakutan, harapan, kemarahan, dan kesedihan. Semua itu adalah bahan bakar untuk kekuatannya.
Namun, ada satu hal yang membuatnya tertarik lebih dalam. Di tengah kerumunan itu, ada seseorang yang berbeda. Seorang pria dengan tampilan biasa, tapi ada sesuatu di matanya yang menarik perhatian Lucifer. Tidak ada ketakutan di sana. Tidak ada kegelisahan. Hanya sebuah kedamaian yang mencolok di dunia yang penuh dengan kekacauan ini.
"Menarik," Lucifer berpikir. "Dia bukan seperti yang lain."
Dengan senyuman tipis, Lucifer mendekat. Setiap langkahnya terasa begitu tenang, hampir tak terlihat, namun penuh dengan ancaman yang terselubung. Pria itu, tanpa sadar, memasuki jangkauan kekuatan Lucifer. Mata merahnya berkilat, seolah-olah menguji apa yang ada dalam diri pria tersebut.
Lucifer berhenti tepat di depannya, melihat dengan seksama. Pria itu tampaknya tidak terganggu dengan kedekatannya—sebuah kesadaran yang langka di dunia ini. Bahkan ketika Lucifer mencoba untuk menggali lebih dalam ke dalam pikirannya, dia merasakan sebuah penghalang yang kuat.
"Apa yang kau sembunyikan?" Lucifer berpikir, semakin penasaran. Meskipun pria itu tidak menunjukkan ketakutan atau kecemasan, dia merasakan sesuatu yang lebih dalam dari itu. Sesuatu yang lebih kuat, yang dapat menahan kekuatan iblisnya.
Pria itu akhirnya meliriknya, dan ada senyum tipis di wajahnya. "Kau datang jauh-jauh ke sini hanya untuk menatapku?"
Lucifer tersenyum kembali, meskipun ada kegelisahan yang mulai tumbuh di dalam dirinya. Ini adalah perasaan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Ketertarikan. Bukan hanya terhadap kekuatan pria itu, tetapi juga terhadap karakternya yang tenang dan penuh rahasia.
"Aku tidak hanya menatap," jawab Lucifer, suaranya rendah namun tajam. "Aku sedang mencari sesuatu. Mungkin, kau adalah jawabannya."
Pria itu hanya mengangkat bahu, seolah tidak peduli dengan kehadiran Lucifer. Namun, sebelum mereka melanjutkan percakapan, sebuah alarm berbunyi, menarik perhatian mereka berdua.
Di layar holografik, sebuah pesan muncul. Ada ancaman besar yang datang dari luar kota, sebuah serangan yang tampaknya akan mengubah seluruh tatanan dunia. Lucifer tahu bahwa ini adalah kesempatan yang sempurna untuk melihat siapa yang benar-benar kuat, siapa yang bisa diperalat, dan siapa yang harus dihancurkan.
"Permainan dimulai," pikir Lucifer, sambil melirik pria itu dengan tatapan tajam. "Aku akan melihat sejauh mana kekuatanmu bisa bertahan."