Mengambil Kendali
Kehadiran Lucifer di tengah kerumunan mulai menarik perhatian. Walaupun langkahnya tenang dan penuh perhitungan, ada sesuatu yang tak terungkapkan dalam cara ia bergerak, seolah-olah dunia di sekelilingnya menjadi lebih suram hanya dengan keberadaannya. Setiap orang yang terlewati terasa seperti bidak-bidak dalam permainan besar yang belum mereka pahami. Namun kali ini, permainan tidak berjalan seperti yang ia rencanakan.
Pria yang ia temui tadi, yang tampaknya begitu tenang dan penuh misteri, kini menghilang di antara kerumunan. Lucifer tidak merasa terancam, tetapi rasa penasaran yang semakin membesar mengusik pikirannya. Namun, misi utamanya tetap harus dilaksanakan. Tidak ada waktu untuk menyimpang.
Lucifer mengarahkan langkahnya menuju sebuah gedung besar, yang terletak di pusat kota. Gedung itu bukan hanya simbol kekuatan, tetapi juga tempat berkumpulnya para pemimpin dunia. Inilah tempat di mana keputusan besar dibuat, dan bagi Lucifer, tempat ini adalah kesempatan untuk memulai permainan besar yang sudah ia tunggu-tunggu.
Di depan gedung, penjaga dengan senjata canggih berdiri tegak. Meskipun mereka dilengkapi dengan teknologi tinggi dan perlengkapan pelindung, mereka tidak bisa merasakan bahaya yang mengintai dalam setiap langkah Lucifer. Setiap gerakan yang ia buat dipenuhi dengan kekuatan yang tak terlihat, kekuatan yang jauh melampaui manusia.
Saat mendekat, Lucifer menyentuh sebuah alat kecil di tangannya. Sebuah hologram muncul, memunculkan wajah seorang wanita muda yang tampaknya sedang mengawasi situasi di luar gedung. Itu adalah agen yang bekerja di bawah komando Lucifer—dan kali ini, ia membutuhkan bantuan.
"Ciptakan kekacauan di dalam gedung," perintah Lucifer dengan suara yang penuh kekuasaan. "Mereka tidak akan tahu apa yang menghantam mereka."
Wanita itu hanya mengangguk, dan dalam sekejap, beberapa sistem di dalam gedung mulai mengalami gangguan. Lampu di dalam gedung berkedip-kedip, sementara pintu otomatis di beberapa bagian mulai terbuka dan tertutup dengan cara yang tidak biasa. Para penjaga yang sebelumnya berdiri kokoh menjadi kebingungan.
Lucifer melangkah lebih dalam, memasuki gedung dengan percaya diri. Setiap langkahnya dipenuhi dengan aura yang kuat, dan meskipun tampak biasa saja di permukaan, ada sesuatu yang mengancam di balik matanya yang menyala merah. Saat ia berjalan, ia mulai merasakan emosi para penjaga yang berubah—dari kebingungan menjadi ketakutan. Itu adalah bahan bakar yang ia butuhkan. Setiap ketakutan yang ia rasakan dari orang-orang ini semakin menambah kekuatannya.
Tiba di ruang utama, Lucifer berhenti sejenak. Di dalam ruang itu, beberapa pemimpin dunia sedang berkumpul. Mereka duduk di meja besar, dengan layar holografik yang memproyeksikan data tentang ancaman luar yang semakin mendekat. Mereka tidak tahu bahwa ancaman terbesar sudah berada di dalam gedung ini.
Lucifer mengamati mereka dengan seksama, menganalisis setiap gerakan, ekspresi, dan perasaan yang mereka rasakan. Ada yang takut, ada yang merasa sombong dengan posisi mereka, dan ada yang tampak gelisah. Semua perasaan ini adalah senjata yang bisa ia gunakan untuk mencapai tujuannya.
Salah satu pemimpin, seorang pria berbadan besar dengan wajah penuh garis tegas, berdiri dan mulai berbicara dengan lantang. "Kita harus bersiap untuk menghadapi ancaman yang datang dari luar. Mereka akan mencoba untuk menghancurkan kita!" Suaranya penuh dengan rasa percaya diri, namun ada sedikit kecemasan yang tersembunyi di baliknya.
Lucifer melangkah maju, langkahnya berat namun penuh dengan tujuan. Tanpa seorang pun yang menyadari, ia mengaktifkan kekuatan sistemnya untuk memanipulasi emosi para pemimpin. Dengan cepat, rasa takut yang mereka coba sembunyikan mulai menyebar. Lucifer menyentuh hati mereka dengan ketajaman yang tak terduga.
"Jangan terlalu percaya diri," bisiknya dalam pikiran mereka, suaranya seperti bisikan angin yang menenangkan namun mematikan. "Musuhmu lebih dekat daripada yang kau pikirkan. Keputusanmu bisa membuat atau menghancurkan dunia ini."
Beberapa pemimpin mulai gelisah, mata mereka berputar seperti mencari jawaban yang tidak ada. Beberapa yang lainnya mulai berbicara lebih keras, mencoba untuk menenangkan diri, namun semakin mereka berusaha menanggulangi ketakutan itu, semakin besar ia tumbuh. Semua itu adalah permainan bagi Lucifer, tetapi ia tidak melupakan tujuan utamanya.
Sambil memperhatikan, ia mendekati pria berbadan besar yang tadi berbicara. Pria itu tampak ragu, gelisah, dan kepercayaan dirinya mulai retak. Lucifer memanfaatkan momen ini untuk mendekatinya, berbicara dengan suara yang dalam dan memikat.
"Keputusan besar harus diambil dengan hati yang jelas. Tapi apakah hatimu benar-benar jelas?" tanya Lucifer dengan lembut, namun penuh dengan tekanan tersembunyi.
Pria itu menatapnya, tampak bingung. Mata merah Lucifer menatap dalam-dalam, seolah menembus ke dalam jiwa pria itu, menguak ketakutannya yang paling dalam.
"Kau... siapa?" pria itu akhirnya bertanya, suara bergetar.
Lucifer tersenyum dengan senyum yang penuh rahasia. "Aku adalah orang yang tahu apa yang ada di dalam hatimu. Dan aku akan membantumu membuat keputusan yang tepat... atau menghancurkanmu jika kau gagal."
Dengan sebuah gerakan halus, Lucifer mengubah suasana di ruangan itu. Para pemimpin semakin terpecah, ketakutan semakin mendalam, dan kebingungan mulai menguasai mereka. Mereka merasa terjebak dalam sebuah permainan yang mereka tidak bisa menangkan.
"Kau hanya butuh sedikit dorongan," bisik Lucifer dalam hati mereka. "Dan dunia ini akan tunduk di bawah kendaliku."