Chereads / TRANSMIGRATION OF KING'S CONCUBINE [MileApo Fanfiction] / Chapter 11 - BAB 10: THIS IS OUR SECRET

Chapter 11 - BAB 10: THIS IS OUR SECRET

BRUGHHH!

Karena terlalu rindu, Apo pun memeluk sosok itu tanpa peduli sekitar. Dia refleks disambut dengan balasan yang sama, lalu keduanya saling pandang bahagia.

"Iya, ini aku, Bu. Apo ...." kata Apo dengan mata berkaca-kaca. Dia kagum karena penampilan wanita itu berubah dratis, bahkan terlihat 10 tahun lebih muda lagi.

"Oh, ya ampun. Mau berbicara dulu di suatu tempat? Mungkin kafe?" tanya Miri sambil membelai pipi Apo.

"Um, bagus, ayo."

Sesampainya di kafe, Apo meminta Jirayu menunggu di parkiran saja. Hal itu membuat sang sopir bertanya-tanya, tapi Apo lebih senang bicara secara pribadi saja. Dia akhirnya memilih meja yang pojok untuk bertukar cerita dengan sang ibu.

"Kau terlihat lebih cerah, Sayang. Apa ada kabar yang membahagiakan?" tanya Miri dengan mata berkilaunya.

Apo pun tertawa kecil. "Ibu juga, ha ha ha," katanya sembari mengusap mata. "Kenapa bisa rambut pendek dengan pakaian begitu? Aku hampir tidak yakin tadi ibu atau bukan. Astaga ...."

Miri pun tertawa anggun. Lalu mengayunkan tangannya di depan Apo. "Ha ha ha, memang Ibu harus bagaimana jika "dia" adalah pecinta fashion? Ibu versi dunia ini wanita bisnis, Sayang. Setiap hari harus berpenampilan pantas."

"Oh, ha ha ha. Oke, tak masalah ...." kata Apo.

Mereka pun akhirnya mengobrol soal transmigrasi, meski harus bisik-bisik. Bagaimana pun orang lain tak ada yang boleh tahu. Jadi ini hanya rahasia sesama pecahan jiwa.

"Oh, jadi pasanganmu berubah di sini? Ibu benar-benar baru tahu ada yang seperti itu," kata Miri.

"Iya, mungkin ... karena Yang Mulia tidak memenuhi syarat menyeberang? Lagipula kami tidak menikah," kata Apo sembari menunjukkan foto Mile di dalam ponsel. Dia memang sempat menjepret tiga buah dari album foto, karena waktu itu sedang belajar pakai kamera. "Namanya Mile Phakpum. Tampan kan? Aku kaget karena bangun-bangun dia depan mataku."

"Wah ...." kata Miri benar-benar takjub. Dia menatap foto itu sedikit lama, lantas bergantian ke wajah puteranya. "Tunggu, Sayang. Ayahmu kan bekerja sama dengannya. Mereka pasti sedang rapat bersama sekarang."

DEG

"I-Iyakah?" tanya Apo nyaris tak menyangka.

"Tentu, mungkin kau saja yang tak tahu Ayah hadir ke kantornya tadi pagi," kata Miri yang memorinya terisi dua pecahan jiwa yang lengkap. Perkataan Miri pun sulit dibantah. Apalagi Apo tidak menemukan kebohongan dalam matanya. "Tapi tenang dulu, oke? Bertemunya lain kali saja. Mending kuberitahu beliau dahulu, jadi biar tidak kaget kalau kita family gathering." Oh, dengarlah. Cara bicara Miri juga agak berubah. Mungkin karena pecahan jiwa lainnya memang pandai bahasa. Jadi tutur katanya fasih sekali. Apo juga menemukan dialek gaul di beberapa bagian kalimat, tapi dia tidak bisa menirunya.

"Baik, Bu. Aku ikut saja apa kata Ibu," kata Apo dengan senyuman lebarnya. "Lagipula harus ada persiapan juga. Bagaimana aku memanggil kalian di depan Mile, begitu juga dia kepada kalian."

"Benar. Jangan lupa alibi setelah kau pulang kembali," kata Miri sembari melirik Jirayu. Sopir Apo itu tampak ketar-ketir. Mungkin juga curiga kenapa istri majikannya menemui wanita asing di jalan.

"Alibi?" tanya Apo sambil menelengkan kepalanya lucu.

"Alasan, Sayang. Kau butuh itu kalau ditanyai suamimu," kata Miri dengan kikikan pelan. Dia agak prihatin karena pecahan jiwa Apo hilang ingatan, tapi senang juga karena bisa mengenali puteranya ini. "Bilang kalau aku langganan butik kalian. Atau apalah, dan ingin melakukan kerja sama denganmu. Jadi, selain ada relasi yang baik. Nanti kita akan sering berhubungan juga."

"Relasi?" tanya Apo sekali lagi. Dia benar-benar bingung jika menghadapi kosa kata sulit, tapi untungnya bisa membayangkan maksud ibunya apa.

Oh, mungkin begini rasanya Mile menghadapi sosok baru Apo. Sang suami pasti bingung sekali, karena Apo kini juga merasakan sensasi tersebut.

"Hmm, bagaimana rasanya punya dua ingatan? Tidak ada yang aneh, kok. Mungkin harus sedikit mengalah saja," kata Miri saat ditanyai Apo tentang itu. "Seperti Ibu yang suka udang tapi tubuh ini punya alergi. Terus style berpakaian yang tidak boleh dirubah karena orang-orang di sekitar sudah mengenali. Apa lagi, ya ... intinya meminimalkan kecurigaan saja. Bagaimana pun kita penghuni baru, jadi harus sopan kepada pemilik yang lama."

"Umm, begitu," kata Apo, lalu memandang fotonya sendiri di layar ponsel. "Tapi aku agak takut kalau ingatanku yang lama tidak kembali."

"Hm? Kenapa?"

"Aku sudah berusaha, Bu. Aku melihat-lihat album foto kami beberapa kali. Tapi tidak satu pun bisa kuingat dari kehidupan sini," kata Apo murung. "Mungkinkah aku tidak pernah ingat lagi? Kudengar yang seperti ini ada yang benar-benar permanen."

"Oh, begitu rupanya," kata Miri. "Apa kau sudah periksa ulang? Kontrol, Sayang. Soalnya amnesia kan ada yang pulih seiring waktu. Apa namanya itu--hmm, ibu lupa. Yang pasti jangan putus asa dulu."

"Jangan putus asa, ya?" pikir Apo. Dia benar-benar ingin senyum manis "Apo" dalam foto ikutan kembali, karena sosok itu sepertinya sangat berani. Lebih dari dirinya, mungkin? Walaupun tampak tidak punya pertahanan diri.

"Baiklah, Bu. Terima kasih," kata Apo sebelum beranjak dari mejanya. "Aku minta maaf sudah mengeluh ini dan itu."

"Hm, that's ok, ma boy," kata Miri yang ikutan beranjak. Mereka pun bertukar nomor ponsel sebelum pisah. Juga informasi soal keluarga baru yang harus saling diketahui.

"Jadi aku punya saudari cantik di dunia ini," kata Apo saat sudah duduk kembali di dalam mobil. Dia mengelus foto gadis yang dikirimkan Miri barusan, dan memandanginya begitu lekat. "Namanya Zizi, huh? Masih 18 tapi sudah jadi model. Aku benar-benar kagum dengan anak muda versi sini."

Miri bilang, kapan-kapan mereka juga akan dipertemukan. Tinggal menunggu waktu yang pas di masa depan. Bagaimana skenario yang akan mereka atur, jadi rahasia soal transmigrasi ketiganya benar-benar tetap aman.

***

"Aku pulang ....!" kata Apo pada pukul 5 sore. Dia langsung menghambur masuk karena mobil Mile sudah di depan, jadi sang suami bisa langsung ditemukan.

"Oh, hai. Kenapa cepat sekali? Kupikir akan sampai malam," kata Mile yang tadinya rebahan di atas sofa. Agaknya lelaki itu masih lelah untuk lepas-lepas, jadi hanya menyandarkan tubuhnya seperti jeli.

"Hehehe, maunya sih tadi begitu. Tapi sudah cukup soal makan-makan. Aku kenyang karena mencoba berbagai jajan. Jadi rasanya malas untuk makan malam."

"Hohoho, dasar ...." kata Mile yang menarik Apo ke pangkuannya.

BRUGHHH!

"Eh, Mile!"

"Ingin melihat sunset bersamaku? Ke sana," kata Mile sembari menunjuk dinding kaca. "Bagus, hmmm. Setidaknya begini dulu agar aku bisa charge baterai."

Apo pun merona tipis. Untung sorotan sunset menyamarkan hal itu, jadi dia tak terlalu malu. "Ahh! Geli!" batinnya ketika Mile menghirupi bagian leher.

"Kau ini tidak tahu aku bau, ya? Biarkan aku mandi dulu, Mile. Sebentar--"

"Tidak, tidak. Pokoknya di sini dulu sampai kulepas," kata Mile lantas memandang Apo dengan senyum tipisnya. "Karena aku mau minta maaf, hampir melupakan ini hari anniversary pernikahan kita."

Bersambung ....