"Aku menemukanmu diantara daun-daun yang menari."
[Mile Phakpum Romsaithong]
Seolah naluri, Apo pun melayani kebutuhan seksual Mile sama berhasratnya. Lelaki itu membuka mulut untuk menyambut lumatan sang suami. Dan suara desahannya teramat merdu. Apo memiringkan kepala untuk memperdalam ciuman tersebut. Lalu menjulurkan lidah karena ingin menjangkau tempat lebih dalam. "Hhh, hhh ... Mile ...."
Kedipan mata Apo tampak begitu cantik. Mungkin karena lebih sayu daripada biasa. Cegukannya jadi lucu karena mabuk yang lumayan parah. Sehingga Apo harus mengalungkan lengan di leher Mile agar tidak lepas. "Kau sudah keras di bagian ini, nakal ...." dengus Mile saat lututnya menggesek penis sang istri. Lelaki itu mencubit putingnya di balik kain, memuntirnya. Lalu menjilatnya tanpa melepas pandangan mata.
"Mmhh, mmh ...." Apo pun meremas Hakama Mile dengan jemari yang lentik. Dia terpejam menikmati sensasi geli nan hangat, walau agak sakit ketika gesekan jari Mile di putingnya keterlaluan. "Nngh ... ah--" Dadanya terlonjak karena geletarnya naik ubun. Lalu mendongak untuk memberikan akses penuh ke leher.
"Apo ...."
Mile meninggalkan kissmark pada tiap guratan giginya. Mencubitnya dengan gemas, sementara Apo membuang muka karena tak tahan lagi. "Ah!" desahnya lembut.
Apo jadi ingat dulu dia dicumbu saat mabuk juga. Mirip sekarang. Tepatnya saat melepas keperjakaan. Entah siapa pelakunya, Apo tak ingat, yang pasti dia setuju saat dijual sang Ayah untuk melayani klien semalam. "Tuan Hitam' ini amat baik, Nak. Beliau rupawan. Penuh wibawa, harta melimpah, dan diberkahi kasih untuk seluruh bawahannya. Namun, ketahuilah. Seorang pria hebat bisa sangat kesepian, dan dia tak bisa bahagia setelah calon istrinya meninggal. Jadi, senangkanlah hatinya sekarang."
Hari itu Apo menerima sekantung emas untuk keluarga, jubah berwarna hijau, parfum yang amat harum, gelang kaki berbentuk mawar, lalu pelayan yang menjemput menyuruhnya berbaring di ranjang penginapan. Dekorasi kamar itu terbuat dari kayu-kayu. Tirai bersulam dengan dupa di pojokan. Dan Apo hanya ingat si 'Tuan Hitam' mengenakan topeng dan cadar. Lelaki itu tampak sangat miaterius. Apalagi saat meletakkan pedang di meja, lalu mendekati tubuhnya yang masih belia.
Ahh, berapa ya umurnya pada waktu itu? 13? 14? 15? Apo tahu dia tidak seharusnya mengiyakan. Tapi keluarganya butuh makan di saat paceklik datang.
Orang-orang di jalanan mengais rejeki dengan cara menadahkan tangan. Pasrah digampar, dan Apo sendiri pernah mengorek sampah untuk sarapan paginya. Dia tersenyum hanya karena roti bekas gigitan pejabat. Tapi setelah dapat pun tak mulus. Makanan itu kadang masih diserbu bopung (bocah kampung) yang lewat. Lalu menjambaknya dari segala arah untuk rebutan makanan.
Itu milikku! Itu milikku! Aku melihatnya lebih dulu! Mereka lalu mengajaknya berkelahi hingga terluka.
Ah, Apo sudah biasa. Tubuhnya akan ringkih berminggu-minggu setelah itu. Tapi tak masalah selama dia hidup bernapas.
"Ahhh! Sakit--Tuan! Sakit!"
Waktu itu Apo tidak tahu preferensi seksual orang-orang kaya, yang pasti mata lelaki ini senang melihat pahanya. Dan dia tak melepas cadar seolah merahasiakan hal besar. Ah, caranya berpenampilan serba hitam membuat Apo paham kenapa julukannya begitu. Apakah dia sebenarnya Ksatria Langit? Atau orang sakti berilmu serta ahli pedang? Benar atau tidaknya Apo tak sanggup berpikir lagi. Penis kecilnya disentuh dengan jari-jari panjang. Mengambil kesuciannya. Lalu kakinya dilebarkan untuk menerima penis yang lebih besar untuk pertama kalinya.
PLAKH!
"ARGHH!"
"AAHHHHHH!!!"
Sensasinya mirip dengan yang Apo rasakan bersama Mile sekarang. Sebab si 'Tuan Hitam' menaikkan jubahnya ke atas seperti Mile. Ingin melihat panggul kecilnya. Dan Yukata seperti hanya pendukung keintiman mereka. "Ahh! Ahh! Ampuni aku, Tuan Hitam--"
"Aku bersyukur menemukanmu untuk pertama kalinya, hh ...." bisik orang itu dengan alis yang berkerut. Selama bercinta dia juga tidak lepas-lepas baju. Hanya mengeluarkan penis, seperti Mile mengeluarkan miliknya di balik Hakama. Orang itu bertelanjang dada. Kulitnya putih dengan dada bidang. Dan keringatnya bercucuran indah saat memenuhi Apo dengan sperma.
"Mmmh--mnhhh ... ahhh!"
Bedanya, waktu itu Apo gelisah karena tak perjaka lagi. Dia gugup dikecup karena belum pernah, padahal sejak tadi si 'Tuan Hitam' hanya fokus pada keintiman bawah. Dia pun menyembunyikan bibir di balik cadar kembali. Terus menatap. Sementara Apo tersengal heboh sambil mencakar bahunya.
"Apo? Apo? Sayang? Kau kenapa kelihatan syok begitu?" tanya Mile, karena mata istrinya kosong. Dia terganggu karena reaksi Apo. Takut Apo tidak merasakan kenikmatan sebesar dirinya.
"Hhh, hhh ...." Apo justru menggeleng sambil terpejam. Seolah ingin mengabaikan segala hal diantara kabutnya isi kepala. Antara kenangan lama dan hasrat tinggi. Apo benar-benar kehausan seks untuk saat ini. "Mile, sentuh aku lebih lagi. Di sini. Aku suka dicium di sini ...." katanya sambil menepuki ceruk dada.
Mile pun menuruti dengan mata penasaran, tapi senang melihat Apo menggeliat di bawah jarinya. Sang istri tampaknya puas dengan tiap pergerakan Mile. Sebab desahannya tertahan, sangking hebatnya getaran di dalam yang dia rasakan.
"Nnhh--"
"Kau cocok memakai jubah warna hijau, Nak. Sangat menawan dengan bibir semerah cerimu ...." puji si 'Tuan Hitam' dengan mata tersenyum. Ingatan itu membuat Apo kehilangan kendali. Ingin kehangatan hingga merengkuh Mile. Lalu memaju mundurkan bokong dikala Mile juga menghentaknya dari atas. Plakh! Plakh! Plakh! Plakh!
"Ugh, nnh. Ahh! Akhh!" desah Apo tidak karuan. Tubuhnya nyaris telanjang karena ikatan Yukata dilepas. Dan pemandangan itu terlalu seksi untuk Mile sia-siakan. Usai klimaks, lelaki itu hanya istirahat sejenak. Lalu menggempur Apo ulang sambil melepas tali Hakama-nya sendiri--brugh!
"Ah, mengganggu!!" kata Mile sambil melempar obi. Dia memposisikan ereksi berbuih dari ujung penisnya kembali. Lalu memasuki Apo tidak sabaran. Ahh, tiap sodokannya harus mengenai pusat syurgawi sang istri.
"Ahhh! Uhuk--mnffh! Mile--p-pelan sedikit! Ahh! P-pelan sedikit! Perutku terasa mual--" Apo pun menutup mulut karena tak mau muntah. Lalu bertahan sebisa mungkin. Oh, jujur kenikmatannya lebih besar daripada ngilu pinggang atau perih di putingnya yang disedot. Bagian itu mulai bengkak karena Mile betah berlama-lama. Lalu tubuhnya dibalik mendadak.
Mile menjambak kerah Apo dari belakang karena makin bergairah. Kemudian menandai kejenjangannya dengan gigitan kasar. Crakh!
"ARGHH!" jerit Apo sambil meremas bantal-bantal. Entahlah ... sumpah rasanya seperti deja-vu, karena gaya bercinta Mile kali ini terlalu sama. Dia menyingkap Yukata Apo untuk menampar bokongnya. Tertawa kecil karena bagian itu memerah, lalu meremasnya seperti mochi. "Mmnh, hhh ... hhh ... lagi--" Plar! Plar!
Tapi Apo yang sekarang meminta lebih tanpa takut. Tak seperti waktu itu karena dia gemetaran. Kaki kecilnya dinaikkan satu agar penis si 'Tuan Hitam" bisa menjajah semakin dalam. Bahkan perut Apo kadang menonjol karena ditusuk nyaris ke usus--
"Ahh, hiks, hiks, hiks ... Tuan--a-aku mau pipis---hiks ...." keluh Apo selama hidung itu menjelajahi punggung mulusnya. Gerakan si ksatria makin ke bawah. Membekuknya. Lalu memeluk di panggulnya posesif.
"Hhh, hhhh ... aku bahkan menyukai namamu--ha ha ha ...." puji si ksatria hingga Apo kecil nyaris pingsan. Dia melanjutkan sodokan itu hingga selesai. Lalu menatap ekspresinya setelah dibalik kembali. Diantara jubah hijau yang berantakan. Diantara cairan putih yang begitu kental. Juga pesing karena Apo sungguhan mengompol.
"Aku benar-benar minta maaf ...."
"Aku benar-benar minta maaf ...." kata Apo kepada Mile Phakpum. Dia bingung karena otaknya bercampur. Bahkan sekarang juga mengompol di atas spring bed. "Mile, aku pasti kotor sekali--hiks ... aku tidak bermaksud begitu ...." katanya malu di ujung tanduk.
Apo pun menutup mata, dan dia tidak tahu kalimat macam apa yang Mile ucapkan sebelum pingsan. Brugh! Yang pasti, Apo bermimpi terlalu jelas. Lucid dream. Dimana tubuh kecilnya dipeluk sebuah dada (ada tato pedang kecil di bagian kiri) dan Apo meraba ke sana dengan jemari.
"Tenang saja, kita akan mandi bersama sekarang. Tidak apa-apa."
Apo yang kelelehan pun menurut. Separuh tidur saat dibaluri sabun, dan dia pasrah diantara kubangan bunga mawarnya. Toh, pangkuan si 'Tuan Hitam' begitu nyaman. Dia seperti di awang-awang nirwana, padahal ingin melihat bagaimana rupa si ksatria. Sayang, tepat saat cadar itu dilepas Apo sudah jatuh pulas. Diserbu hangatnya air, dan bangun-bangun diberi suguhan makan.
"Silahkan ...." kata beberapa pelayan cantik. Mereka meletakkan berbagai hidangan enak, padahal biasanya Apo makan 3 bola roti sehari. "Tuan kami sungguh senang dengan Anda. Beliau bilang Anda harus makan banyak agar cepat tumbuh. Hihihihi ...." Tapi mereka langsung pergi sebelum Apo bertanya.
Siapa?
Apo bahkan berlari keluar meski bokongnya ngilu, sebab ada suara kuda yang dikokang tiba-tiba dari kandang. "Tuan Hitam! Tuan Hitam! Tunggu--"
Brugh!
"Masuklah ke sanggar tari, Nak. Biar kulihat keindahanmu selanjutnya di sana. Ha ha ha ha ha ...." tawa orang itu sebelum pergi. Lagi-lagi dia mengenakan penampilan serba hitam. Tapi kini pedangnya dua di balik punggung tersebut. Dia pun berteriak dengan perkasa. "HA! HARRGHH! HIAH!" Lalu kuda hitamnya meringkik kencang. Oh, Tuhan. Dia berlari meninggalkan Apo, sementara seorang dayang baru memberikan surat daftar sekolah untuknya.
Ada yang menuju ke tempat bela diri, ada yang menuju ke tempat panahan, ada yang menuju ke tempat sihir, ada yang menuju ke tempat pengrajin, ada yang menuju ke tempat cendekiawan, dan yang terakhir ke tempat penari. Apo pun berkedip karena diberikan kesempatan itu. Bahkan bisa memilih setelah tidak berani membayangkannya.
"I-Ini untukku?"
"Iya, hadiah dari Tuan agar Anda berpendidikan," kata si pelayan sambil meletakkan jajanan. "Orangtua Anda sudah diajak bicara. Dan mereka senang karena Anda akan dibiayai hingga lulus."
Apo pun menatap ke-6 perkamen itu dengan mata takjub. Dia berdebar kencang tak tahu mengapa, lalu belajar tarian meskipun awalnya bingung. Dia gembira karena si 'Tuan Hitam' selalu muncul saat dia unjuk diri. Entah itu dalam pertunjukan kecil apalagi yang besar. Yah, walau hanya separuh durasi. Orang itu selalu pergi setelah beberapa menit. Seolah hanya ingin menjenguk, kemudian berlalu dengan beberapa prajurit berkuda. "HAK! HIAH!" teriaknya dengan lantang.
.... dan itu masih menjadi misteri hingga hari kelulusan ....
Pertama, sebab ada perang mendadak di perbatasan Timur kerajaan. Tuan Hitam itu pergi, dan dia tidak pernah kembali lagi. Apo hanya dititipi sebuah pedang oleh pelayan, tapi hanya menyimpanya dalam rumah. Tapi dia yakin orang itu masih hidup karena pedangnya bersih.
"Sebenarnya apa tujuan dia pada waktu itu?" gumam Apo setelah bangun dari tidur. Dia memandangi wajah Mile yang terlelap damai di sisinya. Lalu memeluk, karena dadanya sesak oleh rindu.