Setahu Mile, Apo memang disiplin sedari dulu. Namun, sejak menikah lelaki itu sering malas bangun jika malamnya bercinta. Dia akan meringkuk di ranjang seperti kucing. Menarik selimut ke hingga kepalanya tenggelam. Dan susah sekali diajak sarapan. Namun, pemandangan pagi hari ini justru berbeda. Mile tidak menemukan Apo ketika ranjang disebelahnya diraba. Padahal maunya memeluk lelaki itu karena enggan beraktivitas, tapi si target justru sudah wangi di sofa panjang.
Apo tampak tertawa-tawa saat menonton video di ponsel. Dia mengenakan pakaian santai dan berguling diantara album foto. Samasekali tidak sadar jika sang suami memperhatikan.
Bukan hanya betapa ceria wajah lelaki itu, tapi juga tanda-tanda merah yang Mile tinggalkan semalam. Apa dia tidak mengeluh kesakitan? Apo biasa menghindari Mile seharian jika usai berhubungan intim, tapi kini malah menyapanya.
"Oh! Halo, Mile. Pagi," kata Apo sambil melambaikan tangan. Dia bangun duduk, meski tampak tidak nyaman. Hanya saja tak ada protesan apapun. "Apa kau nyenyak semalam? Aku bermimpi kau menaiki bulan lho."
Hah? pikir Mile. Sejak kapan Apo terlihat sekekanak-kanakan itu? Namun, Mile tetap tersenyum membalasnya. "Pagi juga, Apo." Dia pun turun dan berjalan santai ke kamar mandi tanpa tahu lelaki itu tak berkedip menatap punggungnya.
"Ah, darah," gumam Apo setelah Mile tenggelam di balik pintu. Dia pun mengusap mimisan ringan yang mendadak keluar, lantas buru-buru mengusapnya dengan tisu. "Astaga, aku ini kenapa. Tadi malam kan sudah lihat badan Mile!" pikirnya karena salah tingkah sendiri.
Mungkin karena Apo me-notice cakaran merah-merah yang membekas di punggung Mile. Atau bibir sang suami yang berdarah karena luka gigitannya--Apo pun merasa itu sangat seksi. Dia benar-benar memiliki Mile Phakpum! Oh Tuhan! Siapa yang tidak bersyukur mendapatkannya untuk disimpan sendiri?
Percaya atau tidak, hal itu membuat Apo makin bersemangat mengingat. Dia pun membuka-buka album foto berikutnya. Lalu menunjukkan Mile satu yang paling membuat penasaran.
"Mile, ini aku?" tanyanya begitu sang suami keluar dengan bathrobe hitamnya.
"Iya, kenapa?" tanya Mile sambil menghanduki rambut.
"Wah, kapan aku mulai bekerja lagi?" tanya Apo sembari memandangi foto dirinya memakai suit dengan mata berbinar. "Kata Ma aku adalah manajermu? Yang tukang mengatur jadwal pekerjaan, iya kan?"
Mile pun menggeleng pelan. "Hmmh, lupakan. Siapa bilang kau kuperbolehkan bekerja," katanya sembari berbalik ke arah lemari.
"Eh? Kok?"
"Kau itu sudah kuhentikan sejak menikah denganku, buat apa," kata Mile. Dia mendengus sembari berpakaian dengan santainya. "Lebih-lebih sekarang sedang habis kecelakaan. No, diam saja dan main-main. Nanti kupanggilkan sopirmu kalau ingin keluar."
Apo pun meneguk ludah kesulitan. Seingatnya, dulu saat menjadi selir juga diperhatikan. Tapi tetap disuruh menghibur. Entah itu di acara formal kerajaan, atau mengajar tarian sanggar. Yang pasti Apo tidak menganggur. Kadang, dia juga dikerjai beberapa dayang. Yang disuruh menyiram tanaman, memberi makan ikan di kolam, dan lain-lain yang sejenis. Hmm ... Apo paham karena posisinya hanyalah gundik dalam istana. Karena itu dia tidak mau protes, tapi ini bukannya terlalu diistimewakan?
Apo sudah merasa baik-baik saja!
"Tapi, Mile. Aku bisa bantu-bantu."
Mile pun berbalik setelah pakaiannya lengkap. Dia mengulurkan dasinya ke Apo, lalu tersenyum dengan tampannya. "Boleh, kalau begitu simpulkan dasiku."
"Ahh ...." Apo pun mengambil benda warna merah itu. Awalnya dia bingung bagaimana cara pasangnya, tapi aneh bisa setelah mencoba-coba. Apa ini bagian dari memori lama? Apo kadang heran mengapa bisa begitu. "Sudah. Tapi maksudku bukan seperti ini."
Mile pun menghela napas panjang. "Baiklah kalau kau memang memaksa," katanya. "Tapi tidak ada kewajiban untuk itu, paham? Kau bisa berangkat kalau suka, atau di rumah dan ada yang menggantikan."
Senyum Apo pun merekah perlahan. "Oke, memangnya aku nanti harus apa?" tanyanya.
"Suka dengan baju-baju? Aku punya beberapa butik di tengah kota," kata Mile sembari mengelus pipi menggemaskan Apo. "Cobalah ke sana pagi ini. Keliling-keliling. Cek kinerja karyawan dan tanyakan perputaran uangnya. Tapi kalau tidak paham, tidak dilakukan pun tak masalah. Toh laporan akhirnya akan diserahkan padaku di akhir bulan."
"Oke."
"Kalau kau tertarik kunjungi juga beberapa salon kecantikan di sebelahnya," kata Mile. "Bangunan-bangunan itu sengaja kubuat berdampingan, jadi kau bisa sekalian berputar-putar."
"Wah, apa itu tempat orang melakukan hias diri?"
"Mn, hm," kata Mile membenarkan. "Dan kalau kau beruntung, pasti ada beberapa aktris yang masuk ke dalam sana. Kau tahu? Idol panggung. Yang suka menyanyi di video-videomu."
Apo pun semakin antusias. Dia bahkan langsung ganti baju, lalu mengekori langkah Mile keluar. Pikirnya, senang sekali kalau bisa melihat dunia baru yang ditinggali. Apo akan menjelajah kota, mencicip-cicip makanan khas-nya, walau itu masih nanti siang.
"Ayo, cepat. Kita akan terlambat kalau terlalu lama," kata Mile yang menadadak meraih tangan Apo buru-buru. Padahal lelaki itu nyaris berbelok ke ruang makan, tapi Mile sudah menariknya ke mobil.
"Eh, tunggu. Sarapannya--"
"Nanti saja di jalan," kata Mile dengan dengusan senyum. "Tenang saja, aku takkan lupa mengisi perut kecilmu itu. Sekarang masuk."
Apo pun memandang cara Mile membukakan pintu untuknya. Padahal sudah ada bodyguard yang berjaga di sisi spion, tapi sang suami melayaninya melebihi raja. "Oh, iya. Terima kasih," katanya.
Selama perjalanan, Mile tampak ribut dengan ponselnya juga. Dia menyetir tapi sambil menelepon. Yang isinya memerintah seseorang untuk membeli sarapan. Dua kotak, katanya. Untuk Apo dan dirinya. Mereka batal ke restoran karena rapat dimajukan. Sementara Apo tercenung melihat bagaimana Mile ketika kerja.
Masuk lift, keluar lift. Semua dilakukan dengan sangat cepat, tapi sang suami tidak pernah melepaskan gandengannya. Apo dibawa masuk kantor meskipun ekspresinya mirip anak hilang. Dan Apo segan saat para karyawan memandang takjub, apalagi baru kelihatan lagi pasca koma.
"Halo, Tuan Presdir."
"Halo, Pak."
"Selamat pagi, Tuan Presdir."
Mile hanya tersenyum membalas mereka sepanjang lewat. Dia langsung menyasar seorang sekretaris begitu masuk ke dalam, lantas mereka bicara bisnis. "Apo, duduk dulu. Tunggu sebentar di sana. Nanti kita sarapan bersama," kata Mile di sela-sela mendengarkan penjelasan jadwal yang dirubah.
Apo pun mengistirahatkan kaki gemetarnya di sofa. Dia tidak protes meski kesakitan selama diseret-seret. Lalu mengangguk patuh. Ah, lupakan saja soal ini. Dia seharusnya sudah terbiasa, mengingat dulu sering melayani para pejabat gila. Tapi, dengan Mile ... Apo tidak bisa sangsi. Dia malah khawatir karena wajah Mile serius, lalu memandang dua kotak makanan di atas meja.
Oh, ini pasti pesanan Mile tadi. Sang suami benar-benar memastikan semuanya dapat dalam waktu cepat, padahal lelaki itu belum tentu punya kesempatan makan.
"Oke, tiga puluh menit dari sekarang. Akan kucek ulang sebelum masuk ke dalam. Nanti kutemui kalau hampir dimulai," kata Mile dengan menerima sebuah berkas.
Sang sekretaris pun mengangguk, lalu pamit ke ruangannya sendiri. "Baik, Tuan."
Namun, Mile tidak menempati janji. Sang suami malah duduk di kursinya dengan raut yang berkerut-kerut, sementara Apo dibiarkan sendiri. Dia bukannya tak perhatian. Mile bilang, "Apo, sarapan dulu tak masalah. Aku sedang mengurus ini sebentar," tapi itu kedengaran tidak adil.
Apo pun mengambil sekotak makanan untuk dibawa mendekat. Dia menyeret sebuah kursi meski tak diperhatikan, lalu mendorong sebuah suapan di depan Mile.
"Apa? Hm?" tanya Mile yang langsung terdistraksi. Dia pun menoleh kepada Apo, tepat saat istrinya makin mendekatkan sendok.
"Makan. Aku juga tidak mau Mile sakit," kata Apo. "Nanti kususul waktu kau sudah bertugas. Aa."
"Oh, ya," kata Mile yang segera membuka mulut. Dia tidak sempat memikirkan Apo versi dulu yang anti romantis, dan menerima tiap suapan yang disiapkan. Lelaki itu tampak sibuk membuka-buka beberapa dokumen lain. Dia menandatangi kolom-kolom penting dengan cepat, lalu menumpuknya jadi satu yang presisi.
Serius, ini benar-benar mengingatkan Apo kepada sang Raja. Dia juga sering sibuk hingga tidak punya waktu. Dan akhirnya hanya tahu memonopolinya di ranjang.
"Apo, kau pasti hanya bermimpi," kata Mile waktu dirinya baru terbangun. Dia tampak bingung karena disebut-sebut sebagai raja, padahal mereka dua orang yang berbeda. "Kau bilang soal raja pemimpin? Aku juga punya banyak aset, usaha, atau tanah kalau yang kau maksud wilayah kekuasaan."
Oh, Cuanchen. Apakah benar-benar di dunia ini versi terbaik dari nasibnya? Apo jadi kepikiran, bahkan setelah sudah di jalan raya.
"Tuan Natta, apa Anda sedang menginginkannya sesuatu?" tanya Jirayu sembari melirik lewat spion. Sopir Apo itu tampak sangat penasaran, tapi si empunya malah menggeleng pelan.
"Tidak ada kok. Aku hanya tak sabar melihat-lihat toko bajunya," kata Apo dengan senyum yang merekah manis. "Jadi, bisa dipercepat? Kalau bisa jangan sampai pukul 9."
"Baik, Tuan," kata Jirayu sembari mengangguk patuh. "Saya akan cari rute yang tercepat sekarang."
"Oke."
Lewat kaca jendela yang bening, Apo pun memandang lalu lalang kendaraan yang bersisipan dengannya. Dia tampak sangat menikmati, tapi tidak lagi setelah melihat wanita usia kepala lima.
"Eh? Jirayu. Tolong, berbalik, berbalik! Aku seperti melihat seseorang yang kukenali ....!" pinta Apo dengan tepukan pelannya ke kursi kemudi.
SRAAAAAAAKHHHH!
"Baik ...." kata Jirayu. Seketika, mobil itu pun berputar arah. Ia menuju ke tempat yang Apo tunjuk, sementara Jirayu menurut saja.
"Oke, oke. Sudah. Kalau begitu aku turun sebentar."
"Iya, Tuan. Tapi tunggu saya mendampingi Anda dulu--"
CKLEK
"Maaf, aku pergi ....!" kata Apo yang diburu waktu. Lelaki itu pun membuka pintu dengan susah payah, lalu tergopoh-gopoh menyusul si target.
"Eh?! Tuan Natta!!"
"Ibu!" batin Apo yang tidak memedulikan Jirayu. Dia tetap meraih tangan wanita tersebut, lalu membuatnya berbalik dengan urgennya.
DEG
"Sayang?" kata wanita tersebut. Dia tampak sama-sama tidak menyangkanya, apalagi penampilan Apo tampak lebih baik daripada yang pernah dia bayangkan. "Itu ... apa benar-benar dirimu?"
Bersambung ....