"APO NATTAWIN WATTANAGITIPHAT. HARI INI, ATAS KESALAHANMU MELAKUKAN TINDAKAN TIDAK PANTAS KEPADA YANG MULIA RATU, TELAH DIPUTUSKAN OLEH DEWAN KEHAKIMAN UNTUK MENJATUHKAN HUKUMAN MATI!" teriak seorang utusan istana di atas kudanya.
Seketika, sorakan rakyat yang mengerubungi jalanan kota pun langsung mengudara bagai tengah kerasukan. Mereka melempari Apo yang diarak bagai anjing di belakang kereta. Sebagian juga nyaris bertindak main hakim sendiri. Mereka membawa pisau dan pedang. Bahkan ada yang ingin menombak atau memanah dari kejauhan. Untung ada prajurit yang mengawasi prosesi itu untuk menenangkan massa.
Mereka menahan pergerakan dari kanan kiri. Sepanjang jalan baris-berbaris seperti benteng, meski Apo tetap luka-luka di sekujur badan. Bagaimana pun dia habis dihajar sipir penjara selama dua hari dua malam. Tidak diberi makan atau minum samasekali, dan sekarang lehernya dipasangi oleh tali yang diseret seorang algojo.
Padahal seminggu lalu lelaki itu baru diangkat jadi selir sang raja. Dia merupakan penari elok dari sebuah pelosok desa, tetapi kini wilayah kelahirannya dicoreng oleh dosa-dosa.
Tidak heran, memang. Pertama, ada perkamen istana yang ditemukan dalam kamar tidur Apo. Kedua, Apo ditemukan bangun dalam kondisi berantakan di bangsal ratunya. Rambut panjangnya terurai. Riasan penari-nya tak lagi dipakai, dan sang ratu ketakutan hingga terdesak ke pojok ruang.
"Kau ... kau ...!" teriak murka sang raja. Dia yang kemarin meniduri Apo di ranjangnya, kini maju untuk mencekik lelaki sekuat tenaga. Urat-urat di wajahnya terlihat, dan otot tangannya muncul semua ketika melempar Apo ke dinding.
BRAKH!
"ARRRRGH!"
"Berani-beraninya kau melakukan itu kepada ratumu, sinting!" teriak sang raja lalu datang untuk melindas penis Apo dengan kakinya. Dia membuat sang penari menjerit, bahkan tidak mau mendengarkan apapun, meski Apo ingin menjelaskan.
"ARRRRRGHHHHHHHHHH! YANG MULIA! TOLONG BUKAN--HARRRH!"
Sumpah demi dewa mana pun di muka bumi, Apo tidak ingat pernah mencuri dokumen kerajaan. Apalagi ingin mencumbu tubuh dewi sang ratu. Itu terlalu tinggi untuknya yang rakyat kecil. Apo bahkan bingung kenapa bisa bangun di tempat itu, tapi nasi sudah menjadi bubur.
Apo tidak mampu berdiri di tempat yang dia inginkan. Kala rombongan prajurit menyerbu kamar tidurnya, Apo pun diseret langsung turun ke penjara bawah tanah. Di sana ada dua anjing yang sempat bertarung dengannya, tapi Apo bisa menang meskipun harus membunuh mereka di dalam jeruji besi.
Semua demi bertahan hidup. Dia ingin menjelaskan semuanya, walau sudah tidak lagi bisa.
"Tolong, aku ... mana mungkin melakukan semua itu ...." kata Apo yang sudah berdarah sekujur tubuh. Jemari lukanya mencengkeram gembok yang teramat besar, lalu dipukul penjaga hingga patah dua ruas.
"Minggir kau pelacur rendahan ...."
PRANG!
"ARRRRRGHHHHH!!" teriak Apo lalu jatuh berlutut. Dia meremas pergelangan tangannya sendiri, lalu muntah darah karena gebukan tongkat baja itu dialiri sihir. "Uhooookhh!!"
Dan semua penderitaan itu tidak bisa dibagi dengan siapa pun. Apo cukup tahu dirinya sedang dibenci oleh seseorang, karenanya hal ini akhirnya terjadi.
"Tuhan ... Tuhan ...." sebut Apo dalam hati. Dia merintih di dunia kecil milik sendiri, apalagi algojo sudah menutup kedua matanya kini.
Ada kain hitam yang membebatnya sebelum digiring ke tiang penggal. Apo pun meraba-raba setelah ditendang tersungkur ke tanah, lalu diteriaki agar cepat-cepat pergi ke tempat eksekusi.
Dia memang menangis waktu itu. Dan air matanya menetes terlalu deras. Namun, kesedihannya bukan karena nasib yang seperti ini, tapi setelah dirinya, giliran ayah dan ibu pun akan menyusul nanti. Mereka bilang, perbuatan Apo dianggap mencoret kehormatan seorang ratu. Dekrit perdana menteri tidak membiarkan seorang pun hidup dari pihaknya, dan mereka semua harus mati hari itu.
"BANTAI! BANTAI! BANTAI! BANTAI!" teriak semua orang yang menonton dan berkerumun. "BUNUH ORANG RENDAHAN ITU, BAJINGAN! JANGAN BIARKAN DIA HIDUP DI DUNIA INI!"
Apo yakin, di dalam sang ratu pasti tidak berkomentar apa-apa. Dia mungkin tengah menyulam, sok tangguh, hingga sebuah kapak bertali menghantam leher Apo dari atas sana.
"SIAP! TURUNKAN!"
SRAAAAAAAAAKKKKKKHHH!!
BRUUAKKKHHH!!
Seketika kepala berwajah manis Apo pun menggelinding ke tanah. Darah bermuncratan dari jalur tenggorokannya, dan sorakan para rakyat makin gila karena tontonan itu amat memuaskan mereka.
"HIDUP BAGINDA RAJA! HIDUP YANG MULIA RATU!"
"HIDUP!"
"HIDUP!"
"HIDUP!"
"SALAM SEJAHTERA UNTUK ANDA HINGGA SELAMA-LAMANYA!"
"HA HA HA HA HA!"
Mereka benar-benar hebat, Ketika melihat orangtua Apo menangis, kegilaan kota pun makin menjadi-jadi. Keduanya menyusul kematian sang putera setelah itu, tanpa tahu perasaan macam apa yang dipendam Apo sebelum menghembuskan napas terakhir.
"Aku benar-benar tidak merasa salah ...."
"Tapi jika ini memang yang harus terjadi, maka restui kepergianku seperti aku telah kehilangannya."
....
Bersambung ....