Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Perawan Tua Untuk Tuan Muda

🇮🇩Moma
--
chs / week
--
NOT RATINGS
17.1k
Views
Synopsis
Park Hyun Jae, CEO kaya raya yang memiliki pandangan berbeda terhadap gadis di sebuah kampung kumuh tempat proyek hotelnya dibangun. Gadis bernama Im Yeo Shin itu dikucilkan oleh para tetangganya karena dianggap membawa sial, pengaruh dari "kutukan perawan tua" yang disandangnya sejak belia. Hal itulah yang membuat semua pria takut akan mendapat musibah jika mendekatinya. Tak percaya, Jae malah ingin menikahinya. Niatnya itu mendapat pertentangan dari warga karena dinilai tak pantas bagi dirinya yang seorang CEO menikahi gadis miskin. Shin dan Jae pun berupaya mematahkan kutukan itu di tengah pasang surut kehidupan rumah tangganya, setelah saling berusaha membangun kepercayaan dan cinta.
VIEW MORE

Chapter 1 - Awal Kutukan

Apa yang bisa Im Yeo Shin lakukan untuk menolong ibunya? Ia hanya gadis 15 tahun yang masih polos dan tak mempunyai keberanian besar untuk melawan orang sebanyak itu. Ia sudah berusaha untuk menghentikan dan melindungi ibunya dengan sebuah pemberontakan dan teriakan keras, tapi pada akhirnya ia hanya bisa menangis melihat wanita yang telah melahirkannya itu diserang massa. Setelah menyeret ibunya keluar dari rumah dengan paksa, orang-orang itu, warga di sekitar rumahnya itu mendorong ibunya hingga tersungkur di tanah. Mereka terus mendorong, bahkan menendang Ibu sambil meneriakkan kata-kata yang kasar.

"Wanita ini!"

Semua perhatian sekejap beralih begitu seorang wanita di belakang massa bersuara lantang. Wanita yang cantik, elegan dan mengenakan banyak perhiasan di tubuhnya.

Dia meneruskan, "Dia telah merebut suamiku! Mereka melakukan sebuah hubungan terlarang sehingga menghasilkan anak ini!" Menunjuk bayi yang digendong Shin, wanita berdandan mewah dan tampak sangat jelas bahwa dia adalah orang kaya itu mengalihkan tatapan kebenciannya dari Ibu pada adik Shin yang masih berusia satu bulan.

Dahi Shin mengerut tipis mencoba mempelajari tuduhan keji yang ditujukan pada ibunya. Namun sebelum ia mampu mencerna, para tetangganya bersahutan memberikan sebuah pendapat yang sama.

"Ya, tentu saja kami percaya. Dia pindah ke sini sejak beberapa bulan yang lalu dalam keadaan hamil dan membawa putri sulungnya, tanpa seorang suami."

"Aakh, kami sudah menduganya!"

"Pantas saja dia selalu berkelit setiap kami menanyakan di mana suaminya. Selama ini kami sudah cukup diam membiarkannya karena dia mengatakan suaminya sedang bekerja di luar kota. Tapi mana? Mana sampai sekarang? Kenapa tidak juga kembali bahkan sampai dia melahirkan? Hanya omong kosong!"

"Kami benar-benar tidak menyangka dia akan merebut suami orang dan melahirkan anaknya."

"Atau jangan-jangan, dia datang kemari untuk bersembunyi? Apakah dia ini hanya wanita simpanan?"

"Apakah jangan-jangan Shin pun tidak memiliki ayah?"

"Wah, dia telah melakukan dosa besar. Kejahatan seperti ini tidak bisa dibiarkan saja! Dia harus dienyahkan!"

"Benar!"

Shin menatap ibunya yang menangis, dengan matanya yang berderaian air bening. Ia tertegun. Ia merasa kasihan, di satu sisi Shin juga mencoba untuk tidak percaya pada apa yang mereka katakan. Ibu merebut suami orang? Itu tidak mungkin, Shin tidak ingin percaya. Lalu, Park So-Ra ... bayi cantik yang sedang ia gendong ini, bagaimana bisa terlahir dari rahim Ibu jika ayah kandung Shin telah meninggal dunia sejak ia masih kecil?

Shin memang sempat mempertanyakannya ketika Ibu masih mengandung, akan tetapi Ibu mengaku telah menikah dengan seorang pria yang tidak pernah Shin temui. Dari lingkungan tempat asalnya, Cheongdam-dong,  Ibu tiba-tiba mengajak Shin untuk pindah ke kawasan ini, ke kawasan kumuh ini. Orang-orang itu menuntut sebuah bukti, Ibu kesulitan menjawabnya.

Apakah benar pria itu adalah suami orang? Apa benar ibuku telah menggodanya? tanya Shin dalam hati.

"Tolong maafkan aku ... beri aku kesempatan untuk menjelaskan. Aku dan Tuan Park In-Sung telah menikah ...."

"Apa maksudmu dengan menikah?" Wanita yang mengaku suaminya telah direbut ibunya Shin itu angkat bicara. Dia menjambak rambut panjang Ibu yang telah kusut, menarik sekencangnya.

Shin terkejut tapi tak bisa berbuat apa-apa melihat ibunya mengerang kesakitan.

Namun tidak satu pun dari mereka yang mau membela Ibu, setidaknya untuk mengadili.

"Aku adalah istri sahnya selama tujuh belas tahun. Aku telah memberinya seorang putra. Bagaimana bisa kau mengaku suamiku telah menikahimu? Apa kau mencoba mengelabui kami untuk memberikan pembelaan?" Wanita asing itu mendorong kepala Ibu dengan mata melotot.

"Tidak! Sungguh, aku dan Tuan Kim—"

"Apa yang ingin kau coba buktikan? Bayi itu telah menjawab betapa hinanya dirimu! Dan Aku! Aku sebagai seorang istri yang telah kau hancurkan, demi putraku aku bersumpah, aku mengutukmu!" Wanita itu meneriakkan sebuah janji di sela air mata yang bergulir di pipinya. "Kau tidak akan pernah menemukan ketenangan dalam hidupmu! Dan bahkan pada putrimu!" Dia mengangkat telunjuknya, mengarahkannya tepat ke arah Shin.

Shin mencekang. Napasnya tertahan begitu mata berapi itu menyorotnya. Ia terpaku tak berkutik saat wanita asing itu mengecam sebuah kalimat mengerikan. Sebuah kutukan yang seakan merenggut kebahagiaan Shin di masa depan, dan telah berhasil menakuti Shin detik ini juga.

"Putrimu akan menanggung akibat dari perbuatan kotormu ini! Kedua putrimu tidak akan pernah mendapatkan pria yang akan menikahinya! Siapa pun pria yang bersamanya nanti, dia akan merasakan hal yang sama sepertiku! Putrimu akan merebut suami wanita lain sama seperti yang kau lakukan sebagai ibunya! Tidak akan ada satu pun pria yang mau mendekatinya! Seumur hidup, kedua putrimu akan menjadi perawan tua!"

"Tidaaaak ...!" Ibu menjerit menumpahkan segala tangisnya.

Sederet kalimat jahat itu terlontar dengan sangat kejam dan mantap. Ketenangan Shin benar-benar lenyap saat itu juga. Sebagaimana petir yang menyambar, membakar dan menghanguskan seketika, seperti itu kebaikan dalam diri Shin tercoret saat itu juga. Wanita itu begitu yakin untuk menggambarkan akan seperti apa masa depan Shin dan adiknya nanti.

Mungkin dia memang bukan Tuhan yang bisa menentukan takdir seseorang, bukan pula orang hebat yang bisa meramalkan nasib Shin. Tangisannya, air matanya, kehancuran di matanya, penderitaan yang dirasakannya sebagai seorang wanita dan istri yang telah direbut dan dikhianati suaminya, seolah menjadi kekuatan terbesar untuk mendapat keadilan dari Tuhan. Shin takut melihatnya, Shin takut mendengar suaranya. Ia takut pada kutukannya. Ia tertegun seperti mayat hidup. Dua kata terakhir itu berngiangan di telinga Shin dan terus menghantuinya. Perawan tua.

"Aku mohon jangan katakan itu pada putriku. Dia tidak mengerti apa-apa. Akulah yang salah, akulah yang akan menanggung hukumanmu. Tapi tolong jangan menghukum putriku! Jangan ...!" Ibu menangis, bersimpuh di kaki wanita itu.

Wanita itu berpaling, seolah yakin tidak akan pernah menarik kembali sumpahnya. Sinar tipis sang mentari semakin sayup, lalu benderang lagi. Shin berharap semua ini akan segera berakhir dan tidak akan meluap kembali.

"Tentu saja kau akan mendapatkan hukumanmu! Bagaimanapun juga, dia telah merusak rumah tangga orang lain! Dia melahirkan bayi tanpa seorang suami. Itu adalah kesalahan yang tidak bisa dimaafkan. Wanita seperti dia hanya akan mencemari lingkungan kita!"

"Benar!"

"Ya, benar!"

Orang-orang dewasa itu saling bersahutan. Shin memeluk erat sang adik karena ketakutan. Bayi kecil itu merengek, lalu tangisnya kian keras seolah juga merasakan sesuatu yang buruk akan menimpa ibunya.

"Ayo semua, segera kita beri pelajaran pada wanita penggoda sepertinya agar tidak mencemari kampung kita!"

"Ya!"

"Ya!"

"Setuju!"

Ibu ... 

Shin meneriakkan suaranya, selain itu tidak ada kata-kata lain yang bisa keluar dari mulutnya. Mereka berkerumun, kembali menghakimi ibunya. Salah seorang dari mereka menjambak rambut Ibu dan yang lain menggundulinya di depan mata Shin. Ia mendekap adik bayinya dan menangis bersama. Tidak! Shin memejam berpaling dari pemandangan sadis itu. Tuhan, tolonglah ibuku!

Terik matahari kala itu mencoba memberitahunya bahwa semua itu harus terjadi dan Shin sungguh tidak akan bisa berbuat apa-apa untuk menyelamatkan sang ibu. Seburuk apa pun dia, dia tetaplah ibu Shin. Ibu yang telah melahirkan Shin. Bagaimana mungkin Shin bisa tega melihatnya teraniaya?

*****

"Ibuuu!"

Shin terbangun dari mimpi buruknya. Kejadian itu selalu terbayang dan datang dalam tidurnya diam-diam. Lagi dan lagi, setiap hari, selama lima belas tahun ini. Mencoba membangkitkan kesedihannya dan meninggalkan ketakutan dalam dirinya. Ketika ia berusaha untuk menyadarkan diri bahwa itu hanya kenangan pahit yang telah berlalu, menyelinaplah keresahan dalam hatinya. Keresahan yang justru mengingatkannya bahwa kutukan itu tidak hanya sekadar mimpi, dan ia harus bersiap menghadapi setiap harinya dengan penderitaan yang sama.

Hanya dalam sekejap mata, hari-hari pun berlalu. Shin terdiam tapi ia merasa sedang berlari. Ia ingin pergi ke tempat yang jauh. Dua kata itu selalu bersuara dalam hatinya. Dua kata itu mengejarnya ke mana pun ia melangkah. Dua kata itu tidak pernah mau menyingkir dari ingatannya, tidak pernah bisa lenyap dari pikirannya.

Perawan tua.

Mendengar kalimat itu, setiap wanita pasti akan merasa resah. Seolah-olah dua kata itu begitu menakutkan. Seperti sebuah penyakit dan beberapa orang akan beranggapan ada sebuah alasan buruk yang membuat seorang wanita harus menyandang status itu. Menunda atau terlalu banyak memilih, mungkin itu adalah alasan yang kuat bagi mereka yang sedang bersinar dalam kariernya. Bagaimana dengan wanita biasa? Yang jauh dari kata istimewa.

Tidak laku? Itu adalah alasan yang sangat kejam. Seakan segala hal buruk semua ada pada dirinya. Pasrah, menyerah dan berpikir untuk menerima siapa pun pria yang mau menikahinya, sama artinya dengan tidak bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Karena di usia yang semakin matang, seorang wanita justru dituntut untuk lebih berhati-hati dalam memilih seorang suami. Satu kesalahan kecil dalam rumah tangganya kelak, statusnya sebagai perawan tua akan dijadikan penyebabnya. Namun bagaimana jika hal itulah yang ternyata dianggap mampu menyelamatkan seorang pria dari sebuah ketakutan? Mungkin pria seperti itulah yang akan mematahkan kutukan pada diri Shin. Dengan berpikir seperti itu, Shin berusaha menguatkan dirinya sebagai perawan tua.

*****