Belum berhasil membuka liontin itu, sudah di rebut oleh Farid lalu menegaskan pada Gracia untuk mengembalikan bayi itu ke sungai, tetapi Gracia bersikukuh untuk tidak melakukannya.
Akhirnya ... "Aih terserah kau lah!" Farid berlalu lebih dulu dari sungai itu seraya berkali-kali tertawa senang mendapatkan barang berharga secara gratis milik si bayi.
___
Lantas berlalu, begitu keduanya sesama tiba di rumah, Farid beranjak mengambil handuk hendak membersihkan diri (mandi) sambil berkata pada Gracia "Cepat kau masak ikan itu, lapar aku"
Gracia tidak mendengarkannya melainkan masih fokus menimang bayi itu sembari memperhatikan seraut wajah si bayi.
"Kenapa dia tidak menangis samasekali ya?" Heran dan bertanya-tanya sendiri lantaran janggal mendapati bayi sekecil itu samasekali tidak menangis. Bayi itu sudah membuka mata, mulutnya bergerak seakan menginginkan sesuatu.
Tentu saja Gracia memahaminya, segera beranjak ke arah dapur kemudian membuka seluruh wadah penyimpanan bahan baku masakan/lemari.
"Ah, ini dia" menemukan satu sachet Krimer kental manis.
"Ah syukurlah tanggal kedaluarsanya masih lama" Meski tahu krimer kental manis tidak di sarankan untuk bayi, Gracia tidak punya pilihan lagi lantaran tidak memiliki uang untuk membeli sekaligus warung sembako yang menyediakan susu bayi berlokasi cukup jauh dari kediamannya. Ada pun warung terdekat tidak ada yang menjual susu bayi.
Tak lama kemudian Farid sudah selesai mandi, langsung tengok meja makan. "Nah, mana ikan ku?" mendapati meja makan masih kosong melompong.
"Maaf bang" Gracia berkata sambil berjalan pelan ke arah Farid selepas menaruh bayi itu di kamar.
"Lalu ngapain aja kau daritadi?"
Gracia masih diam saja sembari hendak melaksanakan perintah suaminya (Membersihkan ikan hendak di masak)
"Aeh kau ini ditanya bukannya jawab. Lalu mana bayi tadi lalu mau kau apakan anak itu nanti?"
Sebelum Gracia menjawabnya perhatian keduanya teralihkan begitu terdengar suara dari arah pintu depan di sertai ketukan cukup kencang (menggedor pintu)
Bugh! Bugh! Bugh!
"Farid! Kemana kau Farid! Keluar kau!" nyaring suara beberapa orang laki-laki kian membuat ekpresi Farid berubah seketika.
"Mampus aku!" Farid buru-buru memakai busananya sedangkan Gracia tak kalah gugupnya "Siapa mereka bang?!"
Masih di adegan saling gugup, beberapa orang laki-laki yang memanggil-manggil dari luar tidak sabar, mereka mendobrak paksa pintunya lalu masuk ke dalam ruang rumah.
"Bedebah kau Farid!" Mereka sudah terbakar api murka saat mendapatkan Farid, tak lain mereka adalah para preman yang di tugaskan untuk menagih hutang (debt collector) oleh salahsatu rentenir.
Farid lantas dihujam dengan pukulan bertubi-tubi oleh mereka. Meski sudah berulang-ulang negosiasi tentang hutang yang melilit, mereka sudah tidak mau mentolerir si Farid.
Brak! Brak! Brak!
"Ampun bang, ampun! Saya janji Akan saya bayar minggu depan bang, tolong ampuni saya!"
"Aeh ... janji, janji api niku hah! balak banguk niku!" (Aeh ... janji, janji apa kau itu hah! Besar mulut kau!)
Mereka kemudian mengobrak-abrik seluruh isi rumah, Gracia lantas menggendong si bayi dan berdiri ketakutan di pojok ruang. Sementara para orang-orang itu akhirnya menemukan kalung emas milik si bayi didalam kantong Farid, lalu mereka rebut.
"Jangan bang!" Pinta Farid, tetapi mereka langsung memukul wajah si Farid sampai Farid berdarah-darah dan akhirnya hanya mampu teriak histeris-kesakitan "Aargghh!"
"Kalung ini harganya tidak setara dengan jumlah hutang kau Farid. Kita akan kembali kesini besok. Saya peringatkan kau, apabila esok kami kesini kau tak segera melunasi hutangmu, kalian semua akan kita bunuh!" Amcam para debt collector itu sebelum akhirnya berlalu dari sana.
___
Beberapa menit selepas para penagih hutang pergi, Gracia masih gemetar ketakutan tetapi tak lama kemudian menghampiri Farid yang saat ini masih meringkuk kesakitan sembari memegangi area perut.
Gracia menaruh bayi itu sejenak di kasur, kemudian membantu suaminya berdiri dan duduk di kasur.
"Siapa sih mereka bang? Dan ... hutang apa kau sama mereka?" Tanya-nya sembari memberikan obat merah pada luka memar di area bibir Farid.
"Aeh kau bisa pelan-pelan gak!" Bentak Farid saat tak sengaja Gracia terlampau kasar mengoleskannya lalu Farid menjawab pertanyaannya "Tak usah kau tanya hutang buat apa. Selama ini kau beli beras dari mana duitnya kalau bukan dari hutang!"
"Loh, bukannya kau bilang sama aku kau sudah mulai kerja bang?!"
"Banyak kali kau bacot! Sudah diamlah kau!"
Jeda hingga sekian detik di adegan itu, lantas netra Farid melihat ke arah dimana bayi itu diletakkan.
"Kau mau apakan bayi itu? Tadi belum kau jawab pertanyaanku"
"Aku ingin kita merawat dia jadi anak kita bang. Apakah kau setuju?" Gracia menebarkan senyum seolah adegan menegangkan dari kehadiran para preman tadi lenyap di telan alam.
"Aeh macam-macam pula kau mikir" Dari mulut Farid berkata demikian sudah bisa di pastikan dia tidak menyetujuinya.
"Tapi bang ... Bayi itu datang sama kita secara tiba-tiba, mungkin ini anugrah dan titipan Tuhan supaya kita merawatnya bang"
"Aeh apa pula kau bilang Anugrah Tuhan. Yang ada bayi itu adalah pembawa sial untuk kita! Kau lihat sendiri kan kalung emasku di rampas orang! Semua gara-gara kehadiran bayi sialan itu!" Pekik Farid.
"Lah bang, kalung milikmu yang mana maksud kau bang? Kalung itu kan milik bayi ini bang, bukan milikmu!" Pekik balik Gracia mendapati suaminya sangat tidak masuk akal.
Farid diam sejenak, didalam diam-nya dia sedang berpikir. Lantas tumbuhlah pemikiran tak manusiawi hendaklah ia mengatakan pada sang istri "Ah ... gimana kalau kita jual saja bayi ini? Lumayan duitnya buat bayar hutang kita."
Tentu saja membuat Gracia membelalak mendengarnya "Apa kau bilang? Jual?"
"Kau tuli apa gimana?" - Farid.
"Gak bang! Macam mana pula kau mikir macam tu. Dia seorang anak manusia bang bukan benda yang bisa di jual."
"Aku gak peduli, mau dia anak setan ataupun anak anjing AKU TAK PEDULI! Yang aku inginkan uang! Kalau kau bilang bayi sialan ini anugrah Tuhan, dia harus memberi aku uang, paham!"
"Ya Tuhan bang ... Cobalah kau mikir bang! Aku wanita bakal jadi seorang ibu dan aku ingin punya anak sejak kau menikahiku. Kau pun laki-laki bakal jadi seorang ayah. Kalau buat ngelunasi hutang ya kau kerja lah bang!"
"Emang Bangsat kau Grace! Mulut saja kau pandai bacot!"
Meski kata umpatan sangat-sangat memekik gendang telinga, Gracia tetap bersikukuh oleh keinginannya "Ayolah Bang, kita rawat saja bayi ini ya bang. Setidaknya buat memancing kehamilanku, supaya kita punya anak sendiri ya bang, please bang ..."
"Aeh kau pikir merawat bayi segampang bacot kau bilang itu hah! Belum susunya belum bajunya belum biayanya sekolah nanti, gak sudi aku ngeluarin uang buat anak pembawa sial macam tu!"
Perseteruan mulut kian memanas diantara mereka nyaris tanpa jeda. Alhasil, keduanya diam serempak hingga beberapa menit. Lantas Farid beranjak mengemasi beberapa helai busana kedalam ransel sembari berkata "Cepat kau beberesan juga"
"Mau kemana bang?" Gracia masih berdiri memperhatikan suaminya
"Aeh, apa kau gak ingat para penagih hutang tadi bilang hah? Kalau besok gak segera kita lunasi hutang itu, kita mati. Aku gak ada duit Paham!"
Melihat sang suami tidak lagi berpikir hendak menjual bayi itu. Gracia dengan senang hati menurutinya. Keduanya pun sesama pergi dari rumah kontrakan itu dengan segera!