Enam Tahun kemudian ...
Usia sekitar lima hingga enam tahun adalah masa-masa paling indah bagi seorang anak-anak, bagi mereka dunia seakan milik sendiri, tentu saja lantaran belum ada yang mereka pikirkan selain belajar dan bermain. Namun tidak demikian bagi anak kecil bernama asli Nathan Meshach Ferdinand yang sekarang menyandang nama sebagai Nathan Godhiba ini, semua kebahagiaan hanya bisa dia nikmati sebatas didalam imajinasi.
Betapa tidak?
Pada seusia itu, para orangtua membawa anak-anaknya untuk di sekolahkan pada sekolah taman kanak-kanak (TK) sedangkan Nathan tidak. Ya, hanya Nathan yang tidak lantaran Juanda si anak kandung Gracia saja di sekolahkan oleh Farid dan Gracia.
Dan malahan ...
"Lipat rapih baju itu ya Nathan, lalu kalau udah selesai lantai dapur dan halaman depan kamu sapu ya, Ibu mau jemput Juan di sekolah dulu, nanti kalau selesai kamu sarapan. Tapi jangan ambil ayam goreng itu ya, itu ayam kesukaan Adikmu, dan jangan ambil daging bagian lainnya, itu untuk makan siang ayah nanti. Kamu ambil aja kepalanya, lehernya atau cekernya aja ya Nath, tapi satu biji aja jangan banyak-banyak Juan doyan ceker juga soalnya"
Gracia menyuruh Nathan melakukan tugas rumah yang sepantasnya di kerjakan oleh anak perempuan dan terlalu pilih kasih tentang apa yang akan dimakan.
Nathan hanya diam dan mengangguk.
"Dengar ibu bicara gak kamu Nath? Awas ya kalau ibu pulang kamu belum selesai. Ibu gak akan beliin kamu jajan, kalau kamu selesai ibu akan kasih kamu jajan"
Nathan sangat semangat mengerjakannya bahkan ia sengaja tidak sarapan dulu, benar-benar berharap dibelikan jajan oleh Ibunya. Pikirnya kalau makan jajan saat perut lapar pasti rasanya akan sangat enak. Sebaliknya kalau perut kenyang pasti kurang nikmat.
Tapi lagi-lagi kenyataan indah itu hanya sebatas di dalam imajinasi-nya saja, sepulang menjemput Juanda Gracia samasekali tidak membelikan Nathan jajan, malahan Juanda-lah yang di belikan mainan Mobil-mobilan yang harganya cukup mahal uang hasil berhutang pada Mira istri-nya Abisatya.
Gracia melihat Semua ruangan bersih telah selesai Nathan kerjakan membuatnya senang dan bahagia, tapi dia lupa dengan janjinya sendiri.
Semasih Gracia asik mengajari Juanda mainan mobil-mobilan, Nathan langsung keluar rumah melalui pintu belakang menuju ke belakang rumah, duduk di bawah pohon cempedak dan melamun disana. Lalu, anak-nya tetangga pasangan Yudas dan Imelda bernama Zatra Yudas datang mengahampiri masih menggunakan seragam sekolah TK.
"Hei Nathan"
Nathan menoleh tanpa menjawab, lantaran ia terlahir dengan sifat pendiam yang super pendiam sekaligus pengaruh faktor lingkungan. Jika ada anak yang terlahir dengan sifat pendiam mungkin tidak akan ada yang sama bila di bandingkan dengan pendiamnya seorang Nathan.
Zatra Yudas anaknya pak Yudas memiliki hati yang sangat baik dengan karakternya cukup heboh, pandai berbicara dan sangat riang dia pun langsung mengajak Nathan berbicara tentang bagaimana aktifitasnya di sekolah dan memperlihatkan semua bukunya.
Dari situlah Nathan belajar bersama-sama Zatra tentang cara membaca, berhitung dan menulis di lanjutkannya belajar secara otodidak, bahkan Nathan sebenarnya memiliki potensi menjadi anak yang berprestasi tinggi di atas rata-rata.
"Oh ya Nath, kenapa kamu gak pinjem buku punya Juan buat belajar baca, dia kan bukunya sama kayak punyaku" Zatra bertanya disaat Nathan sedang melihat-lihat isi bukunya.
Nathan tidak mau menjawab, tetapi Zatra langsung mengerti maksudnya bahwa pastilah Juanda tidak akan mengizinkannya.
Zatra lalu menyodorkan satu buku dan pena pada Nathan "Nih kamu ambil Bukuku ini, ini untukmu, kamu tulis dan salin aja semua dari buku-ku nanti kalau aku pulang sekolah kita ketemu disini dan belajar bareng-bareng ya"
"Terima kasih Tra" Nathan sangat gembira bisa belajar. Sesudah itu mereka berlanjut main di sungai mencari kepiting dan kijing sembari berenang.
___
Kebutuhan ekonomi semakin meninggi sementara pendapatan tidak sesuai pengeluaran, akhirnya Gracia Izin pada Farid untuk pergi merantau ke luar Negri sebagai TKW. Farid mengizinkannya dengan syarat harus konsisten mengirimkan uang untuk membiyayai sekolah Juanda.
Menjelang masuk ke sekolah dasar para anak-anak seusia Nathan, Juanda dan Zatra tentulah harus mempersiapkan diri, salahsatunya memperbanyak belajar.
Nathan tidak tahu ia akan di sekolahkan atau tidak oleh Farid, namun semangatnya sangat membara untuk terus belajar. Semasih melakukan pekerjaan rumah, dia selalu menyempatkan waktu untuk membaca buku pemberian Zatra.
Ia sangat haus akan ilmu pengetahuan, sehingga saat membaca ia sempat melupakan pekerjaan rumah dan akhirnya ketahuan oleh Farid. Tepatnya saat senja, Nathan sedang di suruh membuatkan kopi oleh Farid tapi malah tidak selesai-selesai.
"Nathan!" Farid datang ke dapur melotot tajam sembari berkacak pinggang melihat Nathan sedang jongkok di dapur sembari membaca buku, sementara panci merebus air untuk membuat kopi sudah gosong.
'Astaga' batin Nathan terkejut, buru-buru mematikan kompor dan buku yang ia baca pun jatuh ke lantai. Sesudah api kompor mati, diam menunduk tidak mampu melihat mata Ayahnya.
"Mana kopi yang saya suruh kau buatkan itu hah! Mana! Dan apa ini?!" Farid mengambil buku itu.
Nathan masih diam menunduk.
"Kau Bisu atau tuli Nathan! Mana kopi yang saya suruh kau buat itu hah! Mana! Dan apa yang kau lakukan ini, buku siapa yang kau curi, Milik Juanda ini hah? Cepat jawab!" Farid mengulang pertanyaan di sertai tatapan tajam penuh murka.
Nathan hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban tanpa melalui kata bahwa ia tidak mencuri, tetapi lidahnya bagai terkunci.
"Dasar anak bisu tidak tahu diri kau anak Setan!" Farid pun lekas mengambil panci perebus air yang masih panas itu, kemudian dia tarik tangan Nathan dan menempelkannya tepat di pergelangan tangan Nathan.
Cessstttt!
"Aargghh!!! Sakit Ayah ...!! sakit Ayah ...!!" Nathan merintih, matanya berkaca-kaca hendak menangis merasakan sakit luar biasa, tetapi tidak bisa menangis berujung pergelangan tangannya melepuh.
Juanda datang juga ke dapur, dia bengong menyaksikan semua itu. Farid pun lekas bertanya padanya "Juan, ayah tanya apa buku itu milik kau?"
Juanda tengok buku itu, karena Zatra bersekolah di sekolahan yang sama, bukunya tentulah sama "Iya ayah, itu buku aku"
Nathan hanya menggeleng-gelengkan kepala, tapi lidahnya sangat kaku untuk bisa menjelaskan
"Saya tidak pernah mengajarkan anak untuk maling, kenapa kau berani menjadi maling dirumah ini hah?! Dasar anak Setan gak tau diri kau Nathan!"
Belah bibir Nathan pun akhirnya terbuka lekaslah ia berkata "Tidak ayah, aku benar-benar tidak mencuri, buku it-itu milik ... " belum tuntas menyebut Nama Zatra. Farid sudah keburu murka
"Sini kau!" menarik tangannya mendekat ke arah kompor kemudian menyalakan apinya.
"Jangan Ayah!" Nathan sepontan teriak saat tangannya hendak di bakar di atas api kompor itu.
"Saya tidak sudi memelihara maling macam kau! Masih sekecil ini sudah belajar menjadi maling, kalau besar mau menjadi apa kau hah! Sepantasnya tangan kau cacat, paham!"
"Tidak, ayah ... aku tidak mencuri" Nathan meronta-ronta mempertahankan diri sebelum Farid benar-benar memanggangnya di atas api kompor itu.
Lantas ...
Semasih di adegan itu, Juanda berseru "Yah, ayah! "
"Apa!" Farid menoleh ke arah Juanda dengan tatapan sengit.
"Kayaknya di depan ada tamu yah"
"Haish!" Farid pun menganggalkan aksi tak manusiawinya lalu melemparkan tubuh Nathan ke arah kiri sampai nabrak rak piring!
Brak!
Segera berlalu menemui tamu. Sedangkan Nathan masih duduk meringkuk merintih kesakitan sembari memegang pergelangan tangan yang melepuh itu, tetapi samasekali tidak menangis. Beranjak berdiri hendak keluar rumah, rencana hendak ke tempat biasa ia duduk melamun di bawah pohon cempedak belakang rumahnya tetapi terhenti saat Juanda datang ke dapur lagi.
"Than, tuh kamu di panggil ayah ke ruang tamu."
Nathan masih diam hingga beberapa detik, Juanda tak sabar dia pun menarik tangannya "Buruan!! Lemot amat sik!" menuju ke ruang tamu sana.
___
Sesampainya di ruang tamu Nathan di sambut penuh keramahan oleh sang tamu berjumlah 2 orang dewasa dan satu anak kecil.
"Hei Nathan ... "
Nathan senyum juga menyambutnya, tetapi langsung menunduk lagi lantaran di sana ada ayahnya, tak lupa ia menutupi pergelangan tangan yang melepuh dengan telapak tangan kanannya.
"Kemari Nathan Sayang ... sini, duduk disini, Kamu kemana Aja Nak, kok gak pernah main ke rumah tante lagi? Tuh Vincent nanyain kamu terus loh ..."
Tamu yang datang ini ialah Mira bersama suaminya--Abisatya dan juga Vincent anak mereka. Pasangan Abisatya ini sangat-sangat sayang pada Nathan bahkan menginginkan Nathan tinggal satu atap di rumah mewah mereka agar menjadi teman sekaligus saudara Vincent.
Tetapi, Farid menolak dengan alasan gak enak hati, walau sebetulnya alasan Farid adalah tidak mau anak pungut yang dia besarkan bisa hidup enak nan mewah bersama orang kaya raya.
"Nathan yuk sini, aku ada sesuatu untukmu" Vincent beranjak mendekati Nathan lalu menarik--mengajaknya duduk di kursi lain untuk main mobil-mobilan bersama-sama.
"Walah ... Si Vincent ini ... setiap hari yang ditanyain Nathannn terus sampai gak mau makan dia loh pak Farid, hehe" Basa-basi Mira yang tidak tahu seluk-beluk orang yang dia tolong dengan memberi pekerjaan, sekaligus rumah gratis ini adalah manusia yang tidak memiliki hati nurani.