Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Bukan Cinta Sedarah

mentari93_
--
chs / week
--
NOT RATINGS
27.8k
Views
Synopsis
Aku tidak pernah ingin ditakdirkan memiliki perasaan seperti ini, cinta sedarah, cinta dengan seorang lelaki yang ternyata adalah saudara kandungku sendiri. Mikaila namaku, sulit untuk dijelaskan, apakah aku harus berhenti atau melanjutkan hubungan terlarang ini. Perasaan ini masih tetap kuat, meski kenyataan itu telah ku ketahui saat ini, dan aku merasa jika lelaki ku pun masih merasakan hal yang sama seperti ku.
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab1. Dapat Hadiah

"Bu, Ibu, Ibu, dimana, aku berangkat sekarang ya sudah siang, Bu," teriak Mikayla memanggil ibunya.

Tak lama berselang, Nina sang ibu pun datang menghampiri, ya memang benar jika putrinya itu telah siap ke sekolah kali ini.

Setelah sampai di hadapan, Nina menatap putrinya dari ujung kepala sampai kaki, dengan rambut yang diikat banyak seperti itu.

"Mika, kamu gak salah?"

"Salah apa, Bu?"

"Ini rambut kamu kenapa seperti ini?" Nina menyentuh salah satu ikatan rambut Mikayla.

"Ya enggaklah, Bu."

"Enggak gimana, ini konsepnya apa?"

Mikayla menghembuskan nafasnya sekaligus, baiklah jadi Mikayla masih harus menjelaskan semuanya pada sang ibu.

"Ini itu, disuruh sama kakak senior, Bu, kita harus ikat rambut sesuai dengan tanggal lahir kita, dan Mika kan lahir tanggal 15 ya jadi harus ikat 15 juga," jelas Mikayla dengan perlahan.

"Ya tapi dirapikan juga, Mika, ini terlalu asal, nanti kamu ditertawakan loh di Sekolah."

"Ya enggaklah, kenapa harus ditertawakan, anggota MOS lain juga pasti sama kok sama Mika, ini kan perintah."

Nina hanya menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Mikayla, kalau seperti itu apa yang bisa Nina lakukan.

"Ya sudah, Mika berangkat dulu ya, Bu."

"Tunggu sebentar," ucap Nina seraya berlalu meninggalkan Mikayla.

"Ish Ibu nih, udah tahu siang malah disuruh tunggu," kesal Mikayla seraya menghentakan kakinya.

Beberapa saat menunggu, Nina kembali dengan membawa kotak kado di tangannya.

Saat telah berdiri di hadapan Mikayla, Nina lantas memberikan kado tersebut.

"Apa ini, Bu?" tanya Mikayla seraya menerima kadonya.

"Buka saja, Ibu, kan sudah janji akan kasih kamu hadiah kalau kamu berhasil masuk Sekolah favorit."

Mikayla mengernyit, Mikayla ingat tentang janji itu tapi sepertinya tidak perlu juga, lagi pula Mikayla bisa masuk sekolah itu karena bantuan Nina.

"Ayo buka," pinta Nina dengan tidak sabar.

"Kok jadi Ibu yang buru-buru."

"Iya sudah, kalau kamu gak suka hadiahnya, bisa Ibu ganti nanti."

"Apa sih Ibu, ya udah Mika buka ya."

Nina mengangguk setuju, Mikayla membuka kado tersebut dengan hati-hati, apa pun isinya Mikayla tidak akan protes karena Nina pasti sudah susah payah untuk siapkan kado itu.

Perlahan tapi pasti, isi dari kotak terbungkus kertas itu berhasil Mikayla buka dengan sempurna, mata Mikayla membulat dengan mulut yang sedikit menganga.

"Ponsel?" tanya Mikayla tidak percaya.

Nina tersenyum dan mengangguk, Mikayla menggeleng dan memejamkan matanya sesaat.

Itu memang benar ponsel, ponsel baru dan memang mewah, Mikayla melirik Nina dengan ekspresi yang entah apa artinya.

"Ibu."

"Semangat sekolahnya ya, kamu harus jadi juara, pokoknya kamu harus membanggakan Ibu meski tidak jadi juara."

Mikayla merasa haru dengan keadaan ini, dari mana Nina dapatkan uang sebanyak harga ponsel yang dihadiahkan padanya.

"Ibu, tidak perlu seperti ini, ini pasti mahal dan Mika pasti merepotkan sekali."

"Gak apa-apa, Sayang, pokoknya kamu harus pintar di Sekolah ya, harus jadi murid berprestasi dan semoga ponsel itu bisa bermanfaat."

Mikayla tersenyum dan mengangguk, seraya mengucapkan terimakasih Mikayla memeluk Nina dengan eratnya.

Nina adalah pahlawan dalam hidupnya, sejak kecil mereka memang hanya tinggal berdua saja di rumah kecil itu.

Iya .... Mikayla dan Nina memang keluarga sederhana, jauh dari kemewahan harta dan kekayaan lainnya.

"Kamu ke Sekolah pakai sepeda ya."

"Tapi kan Ibu harus ke Pasar," ucap Mikayla seraya melepaskan pelukannya.

"Gak apa-apa, Ibu bisa ke pasar naik ojeg."

"Aku saja yang sekarang naik ojeg."

"Jangan dong, Ibu kan hanya kasih bekal kamu sedikit, kalau malah diberikan sama kang ojeg, nanti di Sekolah kamu gak jajan."

Mikayla menggeleng, betapa bahagia Mikayla memiliki ibu seperti Nina, Nina selalu memperhatikan dan melakukan semuanya untuk Mikayla.

"Ya sudah, sekarang kamu berangkat ya, katanya takut telat."

"Ya, aku berangkat sekarang ya, Ibu hati-hati nanti kalau mau ke Pasar."

"Iya, kamu juga hati-hati ya, pulang ke rumah dengan selamat."

Keduanya tersenyum bersamaan, Mikayla lantas pamit dan berlalu untuk segera sampai ke sekolah.

Sesuai dengan apa yang Nina katakan, jika Mikayla harus pergi dengan membawa sepedanya, dan Mikayla menurutinya juga.

Mikayla memasukan ponselnya itu ke dalam tasnya, dan menyimpan tasnya di keranjang depan sepedanya.

"Kita berangkat ya, kamu temani aku ke Sekolah mulai hari ini," ucap Mikayla seraya menaiki dan menggoes sepedanya meninggalkan rumah.

----

SMA Negeri Nusa Bakti, Mikayla tersenyum melihat gerbang dan sekolah megah di hadapannya itu.

Disana sudah banyak siswa dan siswi, begitu juga dengan anggota MOS seangkatan Mikayla.

"Semangat, Mika," ucap Mika dengan kembali menggoes sepedanya itu memasuki area sekolah.

"Selamat pagi, Pak." sapa Mikayla pada satpam penjaga disana.

Mikayla memarkir sepedanya di antara motor mewah yang berjajar disana.

"Tidak apa-apa, Mika, kalau nanti memang tidak diizinkan parkir disini, kamu bisa cari tempat lain untuk menyimpan sepedanya."

Mikayla mengangguk karena ucapannya sendiri, dan sekarang lebih baik Mikayla segera menghampiri anak-anak yang lainnya.

Mikayla tidak mengenal siapa pun disana, berbeda dengan mereka yang telah saling mengenal satu sama lain.

Mungkin mereka adalah teman sejak sebelum masuk sekolah tersebut, tapi itu bukan masalah karena nanti Mikayla pasti akan mendapat teman juga.

"Jangan dong, kembalikan kak, aku cuma punya satu itu saja."

Mikayla menoleh mendengar suara tersebut, alisnya berkerut melihat beberapa orang disana.

"Itu pasti senior yang sedang iseng terhadap seorang anak baru," ucap Miayla seraya menggeleng.

Kakinya terayun untuk menghampiri mereka disana, langkah Mikayla seketika terhenti saat tubuh siswa MOS itu didorong dan menabrak Mikayla.

Untunglah Mikayla masih sanggup menahannya, sehingga tidak ada yang terjatuh disana.

"Kamu gak apa-apa?" tanya Mikayla pada perempuan berkacamata itu.

"Gak, terimakasih."

Mikayla mengangguk, dan melihat topi yang ada di tangan senior itu, Mikayla yakin jika topi itu adalah milik perempuan tersebut.

"Kakak, kembalikan topinya."

"Wow .... ada pahlawan nih rupanya."

Mikayla mengernyit, apa 4 orang itu adalah penguasa sekolah seperti apa yang pernah Mikayla dengar.

"Kalian mau topi ini kembali?"

"Tentu saja, itu kan bukan punya kalian."

Mereka justru tertawa mendengar ucapan Mikayla, mendengar itu Mikayla melirik perempuan di sampingnya.

Kenapa hanya menunduk saja, bukannya berjuang untuk mendapatkan topinya kembali.

"Kalian mau topi ini, tuh ambil," ucapnya seraya melemparkan topi itu ke atas pohon hingga tersangkut disana.

"Kakak," ucap Mikayla dengan sedikit berteriak.

Mereka kembali tertawa, dan tentu saja itu membuat Mikayla mulai kesal, benarkah selalu seperti itu senior terhadap juniornya.

"Kakak, ambil gak topinya sekarang!"

"Berani sekali kamu memerintah seperti itu."

"Kakak juga, berani sekali mengerjai anak baru."