Kegiatan di sekolah telah selesai, Mikayla juga sudah kembali ke rumah saat ini, satu hari yang teramat menyebalkan bagi Mikayla.
Tapi bagusnya karena mulai besok Mikayla sudah mulai belajar, jadi tidak akan ada hal menyebalkan lagi.
"Asalamulaikum, Mika pulang."
Nina menoleh dan langsung membukakan pintu, Nina tersenyum melihat putrinya telah kembali dengan selamat.
"Waalaikumsalam." jawab Nina kemudian.
Mikayla hanya sedikit tersenyum merespon ucapan Nina itu.
"Kamu kenapa, kok gitu mukanya?"
Mikayla berpaling sesaat, apa Mikayla harus bercerita sekarag, itu pasti akan semakin menambah kekesalannya saja.
"Ya sudah, ayo kamu masuk dulu sekarang, pasti kamu lelah kan makanya lemas seperti ini."
Nina membawa Mikayla masuk ke rumah, biarkan saja mungkin nanti Mikayla akan cerita dengan sendirinya, karena biasanya juga seperti itu.
"Mau duduk dulu, atau mau langsung ke kamar?"
"Aku mau ke kamar, mau mandi dulu ya."
"Ya sudah, biar mamah siapkan makan ya buat kamu."
"Makasih ya."
"Iya."
Mikayla lantas pergi meninggalkan Nina, biarkan saja Mikayla juga sudah katakan alasannya, dan Nina pasti akan mengerti juga.
"Masa iya, sudah dapat masalah di sekolah, baru juga beberapa hari."
Nina menggeleng dan berjalan ke dapur, semoga saja tidak ada masalah yang dialami putrinya di sekolah.
Nina hanya ingin Mikayla fokus saja dengan sekolahnya, dengan pelajarannya dan dengan kegiatan positifnya juga.
Mikayla harus sukses tanpa gangguan apa pun juga, Nina ingin Mikayla tenang menjalani masa sekolahnya itu.
----
Mikayla duduk di tempat tidurnya, niatnya untuk langsung mandi sepertinya terhalang oleh amplop yang ada diatas bantalnya.
Mikayla ingat jika amplop itu disimpan di laci kemarin malam, tapi kenapa jadi ada di atas bantal seperti itu.
Mikayla meraih amplop tersebut, masih tertutup rapat, itu berarti tidak ada yang membukanya.
"Apa Ibu yang memindahkannha ya," ucap Mikayla.
"Pasti Ibu, Ibu kan selalu bereskan kamar ini setiap hari, bahkan meski sudah aku bereskan juga."
Mikayla mengangguk, itu sudah pasti karena memang hanya mereka berdua yang ada di rumah tersebut, jadi pasti Nina yang telah memindahkannya.
"Tapi ini apa isinya ya."
Mikayla membolak-balik amplop tersebut, sejak amplop itu diterimanya, Mikayla memang tidak berani membukanya.
Dan bukankah benar jadi seharian tadi, Mikayla memang mendapat hal menjengkelkan, dan semua itu pasti karena amplop yang diterimanya itu.
"Amplop bawa sial ya."
Mikayla lantas membuka amplop tersebut, sekarang tidak ada alasan untuk Mikayla tidak membukanya, karena semua hal menyebalkan itu tetap ada meski Mikayla tidak membuka amplop tersebut.
Mikayla mengernyit, isinya kertas yang dilipat dan pasti ada tulisannya.
"Apa iya, bakalan jadi bahan bully di sekolah, aku kan gak culun."
Mikayla membuka kertas itu perlahan, fikiran Mikayla semakin tak terarah saja, khawatir jika semua itu jadi nyata.
Mikayla terdiam membaca tulisan di kertas tersebut.
"ketika itu dirimu disana, tak dapat ku raih dengan tangan ku, namun bayang mu yang hadir dalam khayalan, selalu dapat ku sentuh dengan ingatan."
Mikayla mengernyit membacanya, apa maksud dari tulisan itu.
"Apa ada pengagum rahasia untuk ku."
Mikayla tersenyum, benarkah seperti itu, lalu siapa dia apa mungkin jika surat ini sampai ke tangan yang salah.
Mikayla menggeleng, tidak mungkin, Mikayla ingat kakak senior itu menyebutkan namanya dengan jelas.
"Tidak mungkin salah, senior itu memanggil nama aku dengan jelas, mana mungkin salah orang."
Mikayla kembali tersenyum, jadi kemarin Mikayla mendapatkan surat cinta dari pengagum rahasianya.
Benarkah seperti itu, Mikayla merebahkan tubuhnya dan terdiam menatap langit-langit kamarnya.
Fikirannya menerawang, mengingat saat ia di sekolah, rasanya tidak ada yang mencurigakan.
Mikayla tidak merasa ada yang memperhatikan, tapi bagaimana bisa Mikayla mendapatkan surat seperti ini.
Matanya terpejam perlahan, mungkin saja Mikayla bisa mengingat apa yang memang telah terlupakan.
***
"Sudah masuk semua?"
"Sudah, Kak."
"Baik, perkenalkan saya Dion, ini Cindy, ini Reta, Rio dan yang ujung itu namanya Aljuna."
Mikayla langsung menoleh saat mendengar nama terakhir yang disebutkan, tepat sekali, lelaki yang di ujung itu adalah lelaki yang membantunya.
"Jadi namanya Aljuna," ucap Mikayla tanpa sadar.
Mikayla melirik tangan yang terarah padanya, ada satu kartu di sana, Mikayla perlahan melirik pemilik tangan tersebut.
"Ambil," ucapnya.
Mikayla membulatkan matanya dan langsung menunduk setelah meraih kartu tersebut.
"Ada masalah dengan ku," tanya Aljuna.
Niara menoleh dan melihat keduanya, Niara mengernyit melihat Mikayla yang seperti itu, ada apa dengan mereka berdua, apa Mikayla takut dengan lelaki itu.
"Kenapa?" tanyanya lagi.
"Enggak, gak kenapa-kenapa."
"Terus kenapa kamu kayak gitu, takut sama aku?"
Mikayla menggeleng cepat, kenapa harus banyak tanya seperti itu, lagi pula kartunya sudah ada di tangan Mikayla jadi lebih baik Aljuna pergi saja.
"Kita akan sering ketemu, jadi jangan takut."
Aljuna berlalu setelah mengucapkan kalimatnya
***
Mikayka seketika membuka matanya dan duduk, Mikayla memukul kepalanya berulang kali.
"Kenapa jadi lelaki itu, ih masih saja yang menjengkelkan, orangnya sudah gak ada juga, euuh."
Mikayla mengepalkan tangannya, menjengkelkan sekali, kenapa jadi bayangan Aljuna yang terlintas di benaknya itu, Mikayla tidak berniat mengingatnya.
"Masa iya, dia yang kasih surat ini."
Mikayla menggeleng dan melempar kertas beserta amplopnya begitu saja, Mikayla juga menyimpan tasnya dan berlalu ke kamar mandi.
"Malas juga memikirkan itu, terserah saja mau siapa pun pengirimnya masa bodoh, apa lagi kalau sampai benar pengirimnya adalah lelaki menyebalkan itu."
Mikayla bergidik dan menutup pintu kamar mandinya.
"Permisi."
Nina berjalan dan membuka pintu, Nina tersenyum pada orang yang datang itu.
"Iya Pak, ada apa?" tanya Nina.
"Ini rumahnya Mika?"
"Mika .... iya benar, saya Ibunya."
"Oh kebetulan kalau begitu, ini ada paket atas nama Mika."
Nina melihatnya dan menerimanya, Nina mencari nama pengirimnya, tapi tidak ada petunjuk sama sekali.
"Ini dari siapa ya, Pak?"
"Saya kurang tahu, saya hanya mengirimkannya saja, itu barang dipindak ke saya karena awalnya ada di teman saya."
Nina mengangguk saja, baiklah tidak ada yang harus dipermasalahkan karena mungkin saja memang Mikayla memesan dari temannya.
"Ya sudah, terimakasih ya, Pak."
"Sama-sama Bu, permisi."
"Iya."
Nina kembali memasuki rumah dan menutup pintunya, Nina berjalan masuk ke kamar Mikayla dan menyimpan paketnya di meja.
Nina bisa mendengar aliran air di kamar mandi sana, dan lagi Mikayla memang berkata akan mandi terlebih dahulu.
Nina terdiam sesaat menatap kotak tersebut, dan kembali pergi dari kamar Mikayla, tidak ada yang harus difikirkannya sekarang karena Nina hanya harus menunggu sampai Mikayla mau menceritakan semuanya, Mikayla pasti akan datang padanya untuk bercerita.