Mikayla keluar dari kamar mandi, kegiatannya di dalam sana telah selesai, dan sekarang rasanya sudah jauh lebih baik lagi.
Handuk kecil tampat terpasang di kepalanya, membungkus rambut basahnya, kekesalan yang dirasakan seharian ini cukup membuat kepalanya sakit.
Mikayla melihat kotak di meja itu, tentu saja itu membuatnya terdiam dan kembali berfikir, setelah surat itu dan sekarang ada lagi kotak.
"Apa lagi itu," ucap Mikayla seraya berjalan dan mengambilnya.
Mikayla membawanya duduk di kursi, mencari nama pengirim yang seharusnya tertulis disana.
"Punya siapa sih ini, atau punya Ibu mungkin ya."
Mikayla terdiam beberapa saat dan memanggil Nina, Mikayla tidak ingin dibuat pusing lagi oleh hal-hal semacam itu.
"Ada apa, Mika?" Tanya Nina yang masuk kamar.
"Ini punya siapa sih, Bu?"
"Itu kan punya kamu, baru saja datang."
"Dari siapa?"
"Kok tanya Ibu, kan kamu yang dapat paketnya, seharusnya kamu tahu dong."
Mikayla mengangkat sebelah alisnya dan kembali menatap kotak tersebut, siapa yang mengirimnya kotak itu kenapa tidak ada informasi apa pun yang bisa jadi petunjuk.
"Mungkin kamu lupa, pesan sama teman kamu."
"Aku gak pesan apa-apa Bu, aku gak tahu ini dari siapa, Ibu dapat dari siapa?"
"Dari kurir."
Mikayla kembali diam, kurir, seharusnya memang Mikayla yang pesan baru ada kurir yang datang.
Tapi Mikayla tidak merasa memesan apa pun dan dari siapa pun, lalu siapa dan untuk apa pengirimnya mengirimkan kotak itu.
"Sudahlah, mungkin itu dari pengagum rahasia kamu."
"Pengagum rahasia?"
Nina mengangguk dan tersenyum, Nina melirik amplop di kasur Mikayla, jadi putrinya telah membuka amplop tersebut.
Mikayla mengikuti arah pandang Nina saat ini, Nina tampak meliriknya sesaat, Mikayla yakin Nina pasti akan meraih kertas itu.
Saat kali Nina terangkat mendekati tempat tidurnya, Mikayla menggeleng dan langsung mendahului Nina, Mikayla dengan sengaja menduduki amplop dan kertas tersebut.
"Ibu mau ngapain?" tanya Mikayla sambil nyengir.
Nina mengernyit dan terdiam menatap Mikayla, ada apa, kenapa Mikayla menghalanginya seperti itu.
"Kenapa, Ibu mau lihat isi amplop itu."
"Jangan," jawab Mikayla cepat.
"Kok jangan, kamu kenapa?"
"Ya .... emmm ini loh, jangan .... maksud aku, jangan .... jangan itu jangan."
"Kamu dapat pacar di sekolah?"
"Hah ...."
Mikayla menganga mendengat pertanyaan Nina, bisa sekali Nina bertanya seperti itu, lagi pula bagaimana mungkin Mikayla dapat pacar hanya dalam waktu beberapa hari saja.
"Emmm .... awas kamu ya, baru masuk, belum apa-apa sudah pacaran lebih dulu."
Mikayla memejamkan matanya saat Nina mencolek hidungnya, Nina tersenyum dan masih saja menatap Mikayla.
"Jangan macam-macam kamu."
"Macam-macam apa sih, Ibu ini bisa sekali curiga sama anak sendiri."
Nina tersenyum dan mengangguk, bagaimana tidak karena sikap Mikayla sendiri yang mencurigakan.
"Berikan sama Ibu kertasnya, dan sekarang kamu buka itu kotaknya."
"Ih .... Ibu kepo, apaan sih, enggak ah."
"Jadi kamu lebih senang kalau Ibu curigai?"
Mikayla berpaling, masa iya Mikayla harus menunjukan semuanya, dan lagi apa isi kotaknya, bagaimana kalau sesuatu yang tak diinginkan yang ada di dalam kotak itu.
"Mika," panggil Nina.
Mikayla menoleh dan tersenyum bingung, apa Nina akan memaksanya sekarang, kenapa tidak biarkan saja untuk jadi privasi Mikayla.
"Mika," ulang Nina.
"Apa sih, Ibu kenapa sih?"
"Kamu yang kenapa, waktu awal masuk sekolah, kamu bilang sudah langsung ada yang ajak kamu kenalan, tadi pagi ibu nemu amplop itu dan saat kamu pulang wajahnya kusut, terus itu paket apa?"
Mikayla tak menjawab, apa semencurigakan itu Mikayla saat ini, lagi pula Mikayla saja tidak tahu apa dan dari siapa.
"Baiklah, terserah kamu saja kalau tidak mau terbuka sama Ibu."
"Ibu mau apa?"
"Mau pergi, ngapain disini?"
Mikayla tersenyum dan meraih tangan Nina, mana boleh Nina meninggalkannya dalam keadaan kesal apa lagi kecewa.
"Apa, ya sudah, kamu simpan saja."
"Iya ih, Ibu ambekan nih ah."
Nina berpaling berpura-pura tak peduli dengan apa yang dikatakan Mikayla, Nina tidak mau bertanya lagi karena Mikayla sudah tahu apa yang jadi pertanyaannya.
"Ya sudah, Ibu duduk dulu."
Nina duduk menuruti permintaan Mikayla, tidak masalah biarkan saja Mikayla memerintah dirinya sekarang.
Mikayla memiringkan tubuhnya dan mengambil amplop beserta kertasnya, dengan sedikit keraguan, Mikayla memberikan itu pada Nina.
"Jadi, boleh?"
Mikayla mengangguk saja menjawabnya, biar saja lagi pula itu hanya rangkaian kata saja.
"Ya sudah, kamu mau buka itu juga gak?"
"Iya."
Mikayla membuka kotak di pangkuannya, sedangkan Nina fokus membaca tulisan di kertas itu.
Nina mengernyit dan sesaat kemudian tersenyum, jadi benar jika ada yang menyukai putrinya itu sekarang.
Nina memperhatikan Mikayla yang sedang membuka paketannya itu, mungkin saja pengirim paket itu adalah orang yang sama dengan pengirim surat cintanya juga.
Mikayla menghentikan pergerakannya dan melirik Nina, sekarang Mikayla tinggal membuka tutupnya saja dan akan tahu isinya.
"Kenapa, kamu gak mau Ibu tahu?"
Mikayla menggeleng, sudahlah, lagi pula Nina kan ibunya sendiri dan sepertinya tidak ada masalah jika Nina mengetahui semuanya.
Mikayla melanjutkan pergerakannya membuka kotaknya, Nina juga memajukan sedikit tubuhnya untuk bisa melihat isinya bersamaan dengan Mikayla.
"Lengkap ya," ucap Nina.
Mikayla tak merespon, Mikayla lebih asyik memperhatikan isi kotak tersebut, di dalam itu ada boneka kecil, coklat, jam tangan dan bunga kecil.
"Mika, siapa pengirimnya, kamu pasti tahu?"
Mikayla menoleh dan menggeleng, mana tahu semua itu dari siapa, Mikayla tidak merasa ada yang mengistimewakannya di sekolah.
"Tapi ini bagus, Bu."
Nina tersenyum dan mengangguk, memang benar itu manis sekali, sudah ada coklaf ada juga boneka dan bunga.
Mikayla meraih jam tangannya, ada kertas juga yang disimpan dibalik jam tangannya, Mikayla melirik Nina sekilas dan memisahkan kertas tersebut.
"Ada surat lagi?" tanya Nina.
"Sepertinya iya."
"Ya sudah buka."
Mikayla mengangguk dan membuka lipatan kertas tersebut, Mikayla kembali melirik Nina sekilas dan membaca tulisannya.
"Senyuman mu adalah detik jarum jam bagi ku, terasa singkat secepat angin berlalu, menjadikan dering bel sekolah bagai lantunan melodi rindu."
Mikayla mengernyit dan menatap Nina setelah selesai membacakan tulisannya, Nina menahan tawa mendengarnya, apa seperti itu anak muda zaman sekarang saat jatuh cinta.
"ih .... apaan sih ini orang, gak jelas banget."
"Manis loh, Mika."
"Manis sih?"
Nina kembali menahan tawanya, dan itu membuat Mikayla sedikit kesal, kenapa malah mentertawakannya padahal sejak awal Nina yang memaksa untuk mengetahuinya.
"Sudah ayo makan," ucap Nina
Nina menggeleng dan berlalu lebih dulu keluar kamar, Mikayla berdecak dan kembali melihat hadian itu.
Perlahan senyumannya terlihat, Mikayla merasa hatinya mendadak berbunga-bunga sekarang.